Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minim Kerja, DPR Dinilai Akal-Akalan Minta Penambahan Jumlah Anggota

Minim Kerja, DPR Dinilai Akal-Akalan Minta Penambahan Jumlah Anggota Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta agar rencana penambahan jumlah kursi DPR pada pemilihan umum 2019 dibatalkan karena tidak diperlukan dan tidak ada hubungan positif dengan peningkatan kinerja Dewan.

"Tidak ada satu alasanpun yang tepat untuk menambah jumlah anggota DPR. Penambahan anggota DPR sudah ditinggalkan oleh banyak negara-negara di dunia," kata Koordinator Perludem Titi Anggraeni dalam diskusi di Jakarta, Senin (29/5/2017).

Hal ini disampaikannya menanggapi sejumlah usulan yang menguat dalam revisi UU Pemilu untuk menambah jumlah anggota DPR. Terdapat tiga usulan pertama menambah jumlah tiga anggota DPR untuk daerah pemekaran baru Provinsi Kalimantan Utara, ususlan penambahan 10 anggota DPR dan usulan menambah 19 junlah anggota DPR.

Ia menjelaskan sejumlah alasan tidak perlunya penambahan jumlah kursi di DPR. Pertama, alasan jumlah penduduk yang bertambah menurut dia tidak tepat, sebab bila diteruskan pasti anggota DPR akan terus bertambah setiap lima tahun mengingat Indonesia memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini tentunya akan membutuhkan sistem pendukung yang juga bertambah seperti bangunan, anggaran, maupun staf-staf ahli pendamping.

Sementara sejumlah negara demokratis dengan jumlah populasi yang besar seperti India dan Amerika Serikat memilih untuk tidak menambah jumlah anggota DPRnya. Ia mengatakan, India dan Amerika Serikat dengan jumlah penduduk di atas Indonesia justru memiliki anggota DPR yang lebih sedikit. "India dengan jumlah penduduk semiliar lebih memiliki perwakilan 552 orang, sementara Amerika yang sejak lama menerapkan kursi yang tetap dengan populasi 307 juta lebih memiliki perwakilan 435 kursi," katanya.

Kedua menurut dia, alasan untuk menambah jumlah kursi bagi provinsi pemekaran yang baru Kalimantan Utara juga dinilai tidak tepat. Ia menilai, seharusnya hal itu dapat dilakukan dengan realokasi dari provinsi induk, (mengurangi jatah kursi provinsi yang dimekarkan) sehingga tidak perlu ada penambahan.

Ketiga menurut dia, alasan ketidakberimbangan (disproporsionalitas) yang terjadi dalam sejumlah daerah. Menurut dia, hal itu dapat diatasi dengan realokasi kursi per dapil. Ia mencatat terdapat beberapa daerah yang kekurangan kursi namun juga ada beberapa daerah yang kelebihan kursi.

Ia mencontohkan Riau yang dalam perhitungan seharusnya berhak meraih 13 kursi namun pada kenyataannya berdasarkan UU 8/2012 hanya mendapatkan 11 kursi. Sementara Sulawesi Selatan berdasarkan UU 8/2012 mendapatkan 24 kursi seharusnya berdasarkan penghitungan populasinya mendapatkan 19 kursi.?

Ia menilai alasan penambahan kursi untuk meningkatkan kedekatan antara legislator dengan masyarakat pemilih juga tidak tepat. Kedekatan antara legislator dengan pemilih tidak perlu dengan menambah kursi namun menambah daerah pemilihan, sehingga wilayahnya lebih kecil. Dengan demikian masyarakat akan lebih mengenal para calon legislator yang akan bertarung.

Ia mengatakan menambah kursi di DPR justru akan menambah biaya politik partai politik dan anggaran pemerintah. Di sisi lain, penambahan jumlah anggota DPR juga akan membuat DPR semakin kompleks dan alot dalam memutuskan kebijakan karena semakin banyak orang.

"Jadi penambahan kursi DPR bukan salah satu solusi nyata meningkatkan representasi politik di Indonesia tapi di sisi lain justru akan menambah kompleksitas masalah di DPR," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: