Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penerapan Pasal Tipibank Dalam Kasus Bank Swadeshi Dianggap Prematur

Penerapan Pasal Tipibank Dalam Kasus Bank Swadeshi Dianggap Prematur Kredit Foto: Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Perbankan, Yunus Husen, turut dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan tindak pidana perbankan (tipibank) Bank Swadeshi terkait proses pemberian fasilitas kredit kepada Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku direksi PT Ratu Kharisma. Dalam siding yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin (21/9), Yunus menilai bahwa penerapan pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam kasus dugaan tersebut bersifat prematur, sehingga karenanya tidak dapat untuk diterapkan.

Menurut mantan Kepala Pusat Pelaporan Anlisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut, pandangannya itu didasari pada fakta bahwa belum ada temuan dari pengawas dan regulator bank, bahwa Bank Swadeshi terbukti telah melanggar Undang-undang Perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya surat pembinaan (supervisory action) atau sanksi administratif yang dikenakan pengawas kepada Bank. “Dengan demikian, langkah-langkah yang wajib dilakukan bank berdasarkan perintah pengawas bank juga belum ada, sehingga unsur ‘langkah-langkah’ dalam Pasal 49 ayat (2) b ini belum terpenuhi,” ujar Yunus.

Yang dimaksud dengan ‘Langkah-langkah’ menurut Yunus bukanlah yang tercantum dalam Standard Operating Prosedure (SOP) yang dimiliki bank, melainkan perintah kepada bank untuk memperbaiki penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan bank. “Dengan begitu penyimpangan dan pelanggaran ini adalah pelanggaran administratif dan bukan pelanggaran pidana,” tutur Yunus.

Lebih jauh dijelaskannya bahwa bahwa Pasal 49 ayat (2) huruf b yang didakwakan merupakan ketentuan pidana yang merupakan ‘administrative penal law’ ketentuan pidana yang mendukung ketentuan administratif yang ada dalam UU Perbankan. Artinya harus ada dulu pelanggaran yang bersifat administratif yang harus ditegakkan dengan hukum administratif terlebih dahulu. Bila kemudian penegakan hukum dengan hukum administratif tidak berjalan maka barulah dipakai penyelesaian secara pidana dengan menerapkan sanksi pidana. Hal ini menurutnya sejalan dengan pendapat Prof Dr Wirjono Prodjodikoro, SH dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,(halaman 17)  bahwa norma-norma dalam hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama ditanggapi  dengan sanksi administrasi, begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata,” tegas Yunus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: