Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jurus Bukit Asam Tahan Tekanan (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Memilih Jurus- Perusahaan batubara yang go public tahun 2002 menempuh efisiensi dengan mengolaborasikan sumberdaya yang mereka miliki. Bukit Asam mengubah komposisi penggunaan peralatan pertambangan yang banyak meminum bahan bakar minyak (BBM). Pertambangan pada umumnya memang mengonsumsi BBM yang relatif besar untuk menggerakkan peralatan-peralatannya. Namun, Bukit Asam memilih untuk memperbanyak alat-alat pertambangan yang bertenaga dari listrik. Pilihan langkanya memberikan dampak yang signifikan kepada perusahaan.

Milawarma mengatakan pertambangan konvensional itu biaya BBM nya antara 30% sampai 45% dari total biaya. Pada saat minyak dunia mencapai 100 dolar per barel NYMEX kala itu, porsi BBM mencapai 45%.  Dalam kondisi tersebut, Mila mengklaim berusaha untuk tidak terpengaruh. Pihaknya mengoptimalkan peralatan-peralatan tambang bertenaga listrik.

“Sekarang alat-alat giant kita yang digerakkan oleh listrik sebesar 30-40%. Jadi mulai tahun lalu, 2013, peralatan atau prsarana produksi pendukung sudah mengonsumsi listrik yang kita buat sendiri,” tandas Mila. Keuntungan lainnya, kepemilikan pembangkit listrik sendiri tidak khawatir dengan kondisi kelistrikan di luar. Tidak ada ketergantungan dengan listrik yang diproduksi oleh pihak lain, seperti PLN (Perusahaan Listrik Negara). Menurutnya, tidak ada shutdown karena pemadaman listrik dan sebagainya.

Selain kelancaran proses produksi, ternyata penghematan yang berhasil dihimpun dengan sinergi ini. Menggunakan peralatan pertambangan berbasis listrik lebih murah, apalagi listrik yang berhasil diproduksi bersumber dari pengolahan batubara reject. Artinya “sampah” telah memberikan manfaat dan menjadi mata rantai produksi Bukit Asam. Menurut pria yang jebolan UPN Veteran jurusan Pertambangan ini, ada efisiensi sebesar 40%.

Bukit Asam juga mendorong sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki untuk terus melakukan terobosan. Perusahaan terus mengupayakan agar SDM untuk selalu melakukan inovasi. Bahkan untuk masalah suku cadang (sparepart), Bukit Asam perlahan tapi pasti mendorong penggunaan suku cadang peralatan lokal. Buahnya, suku cadang yang awalnya dari impor menjadi lokal. “Dulu hampir 100 persen sparepart kita impor. Kita gunakan lokal semua sekarang. Kita berhasil menggunakan industri lokal,” kata Milawarma.

Perusahaan tambang batubara BUMN ini juga memproduksi peralatan pertambangan yang sangat spesifik. Contohnya shiploader sudah dibuat sendiri. Tak hanya itu, Bukit Asam juga membuat alat untuk membanting kereta api. Kabarnya, perusahaan di Indonesia yang memproduksi peralatan tambang secara spesifik belum ada. Di Indonesia hanya ada perusahaan yang memproduksi peralatan berat. Melihat hal ini, lahirlah inisiatif untuk membuat alat tersebut. Memang, menurut Mila, sementara ini peralatan-peralatan tersebut hanya digunakan untuk kepentingan pertambangan Bukit Asam saja. Namun saat dipancing pertanyaan mengenai produksi massal peralatan spesifik pertambangan, Mila hanya mengaku tengah melakukan penjajakan dengan perusahaan asal Jerman. Namun, secara prinsip, PTBA akan mengembangkan industri peralatan tambang yang sangat spesifik tersebut.

 Mempertahankan permintaan ditempuh dengan melakukan identifikasi pasar yang seksama. Ada sekitar 7 produk yang ditawarkan oleh Bukit Asam. Masing-masing produk akan saling mengisi pada saat terjadi tekanan permintaan. Pasal dari sekitar 7 merek yang dimiliki itu membidik pasar dari yang terendah hingga yang tertinggi. Namun memang untuk batubara dengan berkualitas bagus banyak dipasarkan ke pasar ekspor. Sedangkan pasar domestik lebih banyak menyerap batubara yang berkualitas rendah. Inilah bagian dari pilihan strategi yang dipilih PTBA untuk menahan tekanan harga dan persaingan batubara. PTBA juga mencoba menangkap selera pasar yang ada saat ini. “Batubara itu sama-sama hitam tapi pasar memiliki selera,” kata Dirut PTBA. Bahkan sekarang, berdasarkan pengamatannya, sekarang pertimbangan kalori itu sudah menjadi nomor 3. Yang pertama adalah masalah harga. Artinya memang persaingan ketat pada harga sangat menentukan keberlanjutan bisnis batubara.

Penguatan implementasi teknologi informasi (TI) juga menjadi bagian dari langkah yang dilakukan untuk mempertajam pisau strategi perusahaan. Bukit Asam membuat sistem manajemen supply chain dengan program optimizer. Manajemen ini mencakup hingga ujung tombak organisasi, yakni menyangkut pemasaran. Menurut Milawarma, sistem manajemen ini sangat dinamis, dapat disetel untuk antisipasi pasar ke depan. Ia menggambarkan semisal ada perubahan pasar, permintaan, perubahan harga hingga kapal terlambat sekalipun, sistem ini dapat mengelola perubahan tersebut. Sehingga produksi akan tetap aman. Semisalpun harus disesuaikan produksinya memang berdasarkan sistem informasi yang akurat. Orientasi perusahaan untuk melibatkan teknologi moderen dalam perusahaan sangat tampak di PTBA. Contoh lainnya adalah rencana perusahaan untuk melakukan penyertaan modal pada sebuah perusahaan teknologi pertambangan. Adanya penyertaan modal ini akan menjadi langkah awal perusahaan batubara BUMN ini mengadopsi teknologi dan diimplementasikan untuk kepentingan Bukit Asam, khususnya di penambangan wilayah Indonesia.  

Dalam merumuskan strategi bisnisnya, Bukit Asam juga mengintegrasikan program corporate social responsibility (CSR) juga sebagai instrument untuk memperkuat bisnisnya. “CSR ini kita anggap sebagai investasi,” kata Dirut PTBA. Milawarma meyakini memandirikan masyarakat sekitar akan meningkatkan daya saing perusahaan. Langkah yang ditempuh PTBA adalah mengembangkan sentra-sentra industri di wilayah pertambangan. Dulu namanya Sentra Produksi Bukit Asam, kini menjadi Bukit Asam Community Center.

Adanya sentra-sentra tersebut akan mendukung kinerja bisnis PTBA. Memang, sejatinya tujuan dari CSR memang untuk sosial, tapi sebenarnya sebagai pendekatan untuk mendorong kinerja bisnis. Mila menyebutkan bahwa PTBA dan afiliasinya membutuhkan produk dari A sampai Z. Bila kebutuhan tersebut dapat disediakan oleh penyedia terdekat akan memangkas banyak biaya. Apalagi mengingat penambangan batubara berada pada lokasi yang remote. Agar efisien, sinergi dengan industri sekitarnya menjadi solusinya.

Eksistensi PTBA sekarang menjadi bukti bahwa strategi-strategi yang ditempuhnya memang dapat diandalkan. Keberhasilan sebagai perusahaan yang mencetak NIM tertinggi menjadi bukti bahwa PTBA mampu menghadapi tekanan pasar batubara. Justru banyak aksi-aksi perusahaan yang bakalan dilakukan di tahun ini dan ke depan.

Tahun ini, menurut Milawarma, PTBA masih fokus di pengembangan. Pertama, fokus di pengembangan kapasitas existing, pelabuhan dan peralatan penunjang produksi serta angkutan kereta api.

Kedua adalah penyelesaian pembangkit-pembangkit listrik. PTBA akan mengejar penyelesaian pembangkit listrik 2x110 MW. “Kalau bisa yang 2x110 MW ini bisa mulai beroperasi di bulan November. Kita jual PLN,” kata Milawarma. Lalu, PTBA akan fokuskan penyelesaian untuk masalah pendanaan pembangkit listrik 2x620 MW.

 

Sumber: Warta Ekonomi Nomor 10 Tahun 2014

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: