Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengintip Strategi Manufaktur Mobil Thailand

Warta Ekonomi -

WE Online, Bangkok - Thailand harus diakui merupakan negara kawasan ASEAN nomor wahid sebagai produsen mobil. Jumlah produksi mobilnya mencapai 2,50 juta unit pada tahun 2013 atau 57% kapasitas produksi mobil di kawasan. Pada peringkat dunia, Thailand bertengger di urutan sembilan. Sementara itu, Indonesia memiliki kapasitas produksi nasional sebesar 1,21 juta unit mobil pada 2013 (28% kapasitas kawasan).

Indonesia yang selama ini menempati peringkat kedua di ASEAN sebenarnya tidak perlu berkecil hati untuk bisa meraih posisi teratas. Asalkan, pemerintah sepakat untuk mendukung daya saing rantai industri otomotif di Tanah Air. Mari mengintip faktor-faktor kebijakan di balik kesuksesan industri otomotif negeri Gajah Putih yang dilaporkan langsung oleh Warta Ekonomi dari Thailand.

Kesuksesan otomotif Thailand dibangun sejak 50 tahun lalu yang bermula dari lokalisasi komponen kendaraan yang dipasarkan di Thailand. Industri komponen bermunculan seiring dukungan pemerintah terhadap investasi di negaranya. Dalam waktu kurang lebih 30 tahun perusahaan domestik dibiarkan berkembang dalam mekanisme pasar. Artinya, satu sama lain perusahaan tersebut dapat berkompetisi maupun berkolaborasi.

Keseriusan pemerintah memberikan daya dukung kemudian dilanjutkan dengan langkah membangun badan riset yang disebut National Science and Technology Development Agency (NSTDA). Dari informasi publik NSTDA, badan ini didirikan pada 1991. Pada saat itu iklim bisnis manufaktur otomotif tengah menuju kematangan.

Maka tidak heran ketika memasuki abad millenium saat Jepang mulai menempatkan keranjang industrinya di luar negeri yang dilakukan dengan mentransformasikan teknologi maka Thailand sudah siap menyambutnya. President Thailand Automotive Institute (TAI) Vichai Jirathiyut menjelaskan keberadaan NSTDA sangat membantu dalam sinergi antara entitas bisnis dengan pemerintah.

"Kemudahan berbagai kebijakan sudah dilakukan pemerintah sebelum tahun 2000 sehingga saat ini sudah dianggap lewat," tuturnya.

Data yang dirilis TAI menunjukkan bahwa jumlah perusahaan di tier satu berjumlah 648 perusahaan. Di tingkat tier dua dan tier tiga jumlahnya sebanyak 1.700 perusahaan. Dengan begitu, keseluruhan industri otomotif pendukung berjumlah 2.348 perusahaan. Di tingkat tier dua dan tier tiga, papar Vichai, status perusahaan tersebut adalah small & medium enterprises (SME). Bahkan, keberadaan SME dinyatakan layak untuk beroperasi di tingkat tier satu.

(Catatan Warta Ekonomi: bandingkan dengan jumlah perusahaan komponen di Tanah Air yang saat ini tercatat kurang lebih 700 perusahaan maka Indonesia tertinggal jauh bukan?)

"Adapun large scale entreprises beroperasi di tingkat assembler di mana 17 perusahaan bergerak di bidang produksi mobil dan tujuh perusahaan di bidang produksi kendaraan motor," jelas Avichai.

Hubungan yang harmonis di antara industri dan strategi pemerintah dirasakan dengan baik oleh pelaku industri, seperti Achana Limpaitoon. Ia mengatakan daya dukung pemerintah dengan kebijakan yang baik dan institusi pendukungnya selama ini merupakan kunci kesinambungan industri otomotif.

"Banyak kebijakan yang mendukung perusahaan SME sebagai produsen komponen. Selain itu, keberadaan NSTDA sangat menentukan pengembangan perusahaan. Research center tersebut memungkinkan pengembangan dilakukan di dalam negeri sehingga mengurangi cost uji coba dan kebutuhan laboratorium yang sebelumnya harus dikirim ke luar negeri," rincinya.

Achana yang juga merupakan Presiden Thai Auto-Parts Manufacture Association (TAPMA) melanjutkan bahwa dengan adanya fasilitas pusat riset di dalam negeri tidak hanya mendorong perusahaan mampu membuat teknologi produksi, tetapi juga mendorong kemampuan dalam membuat merk tertentu sebagai pengganti komponen original (onderdil-red).

Berbenah tata industri otomotif Indonesia merupakan pekerjaan rumah berbagai stake holder terkait untuk bisa menyalip Thailand. Paling tidak, harus dimulai dengan menambal kebijakan strategis di tingkat pemerintahan agar memiliki daya dukung yang sesuai dan tepat sasaran. Berdasarkan catatan Warta Ekonomi, dari observasi kebijakan di Thailand, kebijakan strategis tersebut mencakup

1. kebijakan berbentuk insentif meliputi pajak yang rendah dan minimalisasi bea masuk komponen industri.

2. berbentuk fasilitas meliputi membangun klaster industri untuk memudahkan kolaborasi dan kejelasan pembebasan lahan dan fasilitas penunjang industri seperti ketersediaan air dan listrik.

Pembangunan klaster industri otomotif Thailand tercatat sebanyak 60 kawasan di mana 12 kawasan dikelola pemerintah, 22 kawasan dikelola swasta, dan 26 kawasan dikelola melalui skema partnership pemerintah dan swasta.

Dalam makro perekonomian kebijakan yang relevan telah terbukti menjadikan otomotif sebagai sektor unggulan pertama mengalahkan elektronika dan kimia. Otomotif berkontribusi sebesar 10% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Adapun jumlah tenaga kerja yang terserap dalam rantai industri ini mencapai 690.000 orang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/jajang
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: