Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Desak Pemerintah Segera Cairkan Tunjangan KUA

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Sejak Juli 2014 potensi gratifikasi di KUA ditutup melalui PP Nomor 48 Tahun 2014. Sayangnya, niat baik untuk mewujudkan pelayanan negara yang bersih dan profesional terhambat urusan tunjangan yang tak kunjung cair.

"Bila para petugas KUA tak kunjung mendapatkan tunjangan jasa dan transportasi yang menjadi haknya, sementara mereka sudah bertugas profesional. Tidak mengambil kutipan bahkan menalangi terlebih dahulu ongkos perjalanan tentunya hal ini menjadi beban tersendiri bagi mereka. Saya khawatir pintu grafitikasi bisa terbuka kembali dengan berbagai alasan," ungkap Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah di Jakarta, Senin (24/11/2014).

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sejak berlakunya PP Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas PP Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama kini biaya pencatatan nikah menjadi Rp 0 alias gratis selama dilangsungkan di Kantor KUA pada hari dan jam kerja. Sementara pungutan resmi sebesar Rp 600 ribu atas jasa profesi dan transportasi petugas KUA di luar hari dan jam kerja disetorkan langsung ke negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Dari setoran ke negara ini sekitar 80 persen dari total penerimaan akan dikembalikan ke KUA untuk melaksanakan program dan kegiatan bimas Islam dalam rangka pelayanan nikah atau rujuk termasuk di dalamnya pemberian tunjangan jasa profesi dan transportasi kepada petugas pelaksana KUA.

Detail mengenai penerimaan, pengelolaan, dan pencairan dana PNBP ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 46 Tahun 2014 yang berlaku mulai November ini sebagai pengganti PMA Nomor 24 Tahun 2014 yang berlaku Agustus lalu.

Selama ini sebagian besar masyarakat mengetahui KUA hanya sebagai kantor layanan administratif pernikahan. Padahal, tupoksi mereka luas sekali, yaitu melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota/Kabupaten di bidang urusan agama Islam dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat kecamatan dengan fungsi tugas yang mencakup pelayanan nikah, rujuk, penyuluh agama, pelayanan konseling melalui Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP-4), hingga bersama masyarakat memakmurkan rumah ibadah lewat Badan Kesejahteraan Masjid (BKM).

"Dengan lingkup tupoksi seluas itu, satu KUA hanya mendapat anggaran operasional tiga juta rupiah per bulan untuk meng-cover seluruh kebutuhan kantor dan pelaksanaan kegiatan. Bila kemudian dana PNBP yang menjadi hak KUA masih saja tertunda karena soal teknis administratif di tingkat pusat tentu keseriusan pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang bersih dan profesional patut dipertanyakan," tambahnya.

Ledia menambahkan Komisi VIII DPR RI sudah sejak lama mengingatkan pemerintah bahwa selain semangat menutup pintu gratifikasi ditinggikan, semangat mencarikan solusi harus menjadi langkah silmultan.

"Kementerian Agama harus segera menyelesaikan persoalan lintas sektor dengan Kementerian Keuangan agar dana PNBP bagi KUA ini segera turun dan terus turun setiap bulan dengan lancar. Janganlah persoalan kepentingan administratif di tingkat pusat semisal tarik ulur mengenai siapa pemegang kewenangan pengelolaan anggaran menghambat orang mendapatkan hak atas apa yang sudah mereka kerjakan. Hal yang seharusnya mudah jangan dibuat sulit. Penetapan kewenangan tidak seharusnya berlarut-larut hingga memakan waktu sampai berbulan-bulan," sindir Ledia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: