Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menuntaskan Tahun Politik (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Serangkaian agenda politik nasional sepanjang tahun 2014 akhirnya dapat dilalui bangsa ini dengan segala dinamikanya. Seolah tiada henti, ritme seluruh elemen, daya, dan upaya bangsa Indonesia telah dihadapkan pada jadwal kegiatan politik yang padat dan terangkai.

Dimulai dengan hiruk-pikuk politik pada kampanye sejak awal tahun hingga menjelang Pemilu 9 April 2014 untuk memilih calon anggota legislatif. Kemudian pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada tanggal 9 Juli. Keduanya ingar-bingar, penuh intrik, dan strategi untuk mematahkan kekuatan lawan politik. Pada saat yang sama ketegangan di tengah masyarakat terjadi di mana-mana seolah dunia ini mau kiamat.

Apalagi, sebagian media juga ikut menjadi "bumbu pedas" dengan secara terang-terangan meramaikan pertarungan melalui keberpihakan sehingga suasana semakin panas. Takmudah memilah informasi karena semua sajian di halaman-halaman koran dan majalah serta tayangannya sarat kepentingan politik.

Pertarungan tidak berakhir begitu saja pada tanggal 9 Juli. Namun, perlu tambahan jam pertandingan karena menganggap pertarungan satu babak itu belum ada yang menang. Mulai saat itulah polarisasi masyarakat yang sudah terbentuk sejak sebelum pemilu presiden semakin nyata.

Masyarakat terbelah dan terfragmentasi pada dua kubu calon presiden dan wakil presiden, partai-partai yang mengelompok pada salah satu kubu calon dan kelompok-kelompok media yang juga terbelah dan semakin menambah panasnya dunia politik.

Akan tetapi, masyarakat tampaknya sudah tersadarkan bahwa betapa pun seru pertarungan politik, tetap saja harus ada pemenangnya. Ketika Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun, berakhirnya pertarungan di jalur politik dan hukum ternyata bukan akhir dari seluruh proses untuk melahirkan pemimpin baru.

Pertarungan ternyata berpindah lapangan. Apabila semula pertarungan dan pertandingan itu dilakukan di tengah masyarakat dan MK di Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta kemudian bergeser ke parlemen di Senayan. Kekuatan politik terbelah pada dua kutub, yaitu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Koalisi Merah Putih merupakan koalisi partai politik pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terdiri atas Gerindra, PKS, Golkar, PPP, dan PAN, sedangkan KIH terdiri atas partai politik pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla, yaitu PDI Perjuangan, PKB, Nasdem, dan Hanura. Sementara itu, Partai Demokrat (PD) memproklamasikan diri sebagai partai penyeimbang.

Di akhir masa tugasnya untuk periode 2009--2014, KMP mendorong DPR RI mengesahkan beberapa perundang-undangan yang diprediksi akan mempersulit kiprah KIH dan pemerintah pada periode berikutnya. Salah satunya adalah disetujuinya RUU tentang Pilkada menjadi UU yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih melalui DPRD.

Kegaduhan terjadi di parlemen karena KIH menolak pengesahan itu. Namun, demokrasi pada akhirnya adalah suara terbanyak. Koalisi Indonesia Hebat pun terkalahkan. Kegaduhan berlanjut pada awal masa tugas untuk anggota legislatif periode 2014--2019 karena KMP menyapu bersih komposisi pimpinan DPR dan alat kelengkapannya. Apalagi, di kamar yang berbeda, yaitu DPD dan MPR, KMP solid sehingga menang lagi.

Lobi-lobi politik sedang dilakukan untuk adanya sharing kekuasaan. Entah apa akhir dan hasil dari perundingan itu. Namun, yang pasti persoalan parlemen yang terbelah ini menjadi salah satu agenda tahun 2015 yang harus diselesaikan antarpartai di parlemen. Tanpa adanya kemampuan dan kemauan untuk menyelesaian konflik itu, parlemen akan terseok-seok melaksanakan tugas. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: