Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komisi II: Ada Tanah Terlantar Sebanyak 7,3 Juta Hektar di Indonesia

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan akan selesai pada masa sidang tahun 2015. Menurutnya, RUU ini sudah masuk dalam prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2015.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan setidaknya ada isu-isu penting yang ingin dibahas dalam RUU Pertanahan 2015. "Persoalan masalah pertanahan di Indonesia saat ini masih ada tumpang tindih kepemilikan lahan. Ini dikhawatirkan menjadi potensi menimbulkan konflik vertikal dan hotizontal," kata Lukman di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Selain itu masalah tanah terlantar juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Menurutnya, dari data di tahun 2010 terdapat tanah terlantar sebanyak 7,3 juta hektar dan ini berpotensi mengakibat kerugian sebesar Rp. 54,5 triliun pertahun.

"Kemudian, kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Kebijakan tanah utk mengatasi kemiskinan dan instrumen kesejahteraan rakyat. Saatnya moratorium thd perpanjangan HGU dan HGU baru bagi swasta perkebunan kecuali yg menjalankan program kemitraan dg masyarakat, 60 % utk rakyat dan 40 % utk swasta," pungkasnya.

Selain itu masalah data base tentang pemanfaatan lahan dan tata ruang juga menurutnya masih bermasalah. Lukman menjelaskan tidak akuratnya data menyebabkan berbenturnya kepentingan sektoral dan lambatnya pelayanan kepada masyarakat.

"Selain itu, sulitnya pengurusan sertifikat tanah. Baru 49% tanah milik rakyat yang telah besertifikat. Kalau kebijakan tdk berubah butuh 18 tahun kedepan baru bisa menyelesaikan," tandasnya.

Sementara itu, masalah pengakuan atas tanah adat atau ulayat juga masih belum kelar diselesaikan. Kata Lukman, masyarakat hukum adat yang diakui oleh negara berpotensi terasing dari tanah mereka sendiri. Oleh karena itu, perlu ada penguatan,revitalisasi dan regulasi yang jelas.

"Ganti rugi tanah. Saya setuju dengan rencana NJOP di hapus, namun harus diatur didalam UU Pertanahan agar memberi kepastian hukum. NJOP berpotensi menimbulkan kerugian kepada negara," tandasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: