Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Andrinof: Kalau Kita Bisa Kaji Pelabuhan, Buat Apa Pakai Kosultan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional akan mempertimbangkan kemungkinan tak menggunakan konsultan dalam mengkaji pelabuhan pengganti Cilamaya karena lokasinya mengalami penggeseran sejauh lebih dari tiga kilometer.

"Bisa juga Bappenas yang buat, yang mengkaji, kalau kita bisa kenapa (harus) pakai konsultan," kata Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago usai "Rembug Nasional Membangun Indonesia dari Pinggiran" di Jakarta, Senin (27/4/2015)

Namun, Andrinof mengatakan, seluruh keputusan akan dibahas terlebih dahulu dengan kementerian terkait, presiden serta wakil prsiden. Ia mengupayakan keputusan apakah akan merekrut konsultan atau tidak dan siapa saja konsultannya akan diumumkan secepatnya.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna mengatakan pihaknya tidak lagi melibatkan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dalam studi kelayakan pelabuhan pengganti Cilamaya karena dikhawatirkan akan timbul konflik kepentingan.

Menurut dia, JICA telah melakukan studi kelayakan Pelabuhan Cilamaya pada lokasi sebelumnya yang dinilai kontroversial karena melintasi pipa minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ). "'Feasibility study' tidak boleh Jepang lagi, karena nanti ada 'conflict of interest', jadi harus yang lain," katanya.

Dedy mengatakan, Bappenas akan merekrut konsultan independen lain dan kemungkinan yang ditunjuk, yakni konsultan asal Kadana McDermott yang pernah diajukan oleh PT Pertamina (Perseoro) dan Kementerian Perhubungan.

Konsultan ini ahli di bidang perminyakan dan juga perhubungan, katanya. Dia menjelaskan, McDermott juga pernah melakukan studi kelayakan yang direkrut oleh Pertamina dan Kemenhub, namun dinilai belum lengkap karena tidak menampilkan data-data anjungan minyak dan gas mengingat kajiannya hanya dalam waktu tiga bulan.

"(Studi Mcdermott) Itu tidak terpakai, data-data yang diberikan tidak begitu lengkap, anjungan-anjungan tidak diberikan datanya karena datanya, padahal sangat 'confidential' (penting)," katanya.

Dedy mengatakan, akan dilakukan studi kelayakan ulang oleh konsultan baru, namun waktunya tidak akan selama yang dilakukan oleh JICA karena data-data awalnya sudah ada. JICA memerlukan waktu 18 bulan, namun diperkirakan studi kelayakan yang baru hanya memakan waktu kurang lebih sembilan bulan.

"Bisa kurang, karena bisa replikasi yang lama, mungkin sembilan bulan selesai. Kalau bisa enam bulan bagus. Tapi, kalau terlalu pendek nanti kurang teliti lagi," katanya.

Dedy memperkirakan studi yang dilakukan oleh JICA memakan biaya dari 2,5-3 juta dolar AS, namun untuk studi kelayakan saat ini dia memperkirakan akan menghabiskan 1,5-2 juta dolar AS. Untuk menjamin independensi dari hasil studi kelayakan, Dedy menyarankan bersumber dari APBN.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan telah menganggarkan maksimal Rp25 miliar untuk studi kelayakan pelabuhan pengganti Cilamaya. Studi kelayakan akan dimulai Juni mendatang mulai bisa dilakukan dan tahun ini diperkirakan selesai. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: