Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Penjelasan BI Terkait ULN Indonesia pada IMF

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menilai Indonesia masih memiliki utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) terus menjadi polemik di masyarakat, bahkan membuat Susilo Bambang Yudhoyono berkomentar.

Dalam akun Twitter-nya, mantan presiden yang juga Ketua Umum Partai Demokrat itu berkomentar mengoreksi kesalahan data Presiden Jokowi.

Sambil minta maaf, SBY berkata, "Maaf Maaf, saya terpaksa mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi ttg utang IMF yg dimuat di harian Rakyat Merdeka kemarin, tgl 27 April 2015."

"Pak Jokowi mengatakan yang intinya Indonesia masih pinjam uang ke IMF. Berarti kita dianggap masih punya utang kepada IMF," kicau SBY beberapa waktu lalu.

Namun, Andi Widjajanto, Sekretaris Kabinet, masih ngotot bahwa Indonesia masih behutang meskipun pada 2006 Indonesia memang tidak memiliki utang kepada IMF. Namun pada 2009, utang kepada IMF muncul lagi sebesar US$3,09 miliar.

Polemik utang luar negeri Indonesia itu berasal dari data yang terungkap dalam laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada Januari 2015. Untuk meluruskan polemik itu, BI pun angkat bicara mengenai posisi utang luar negeri Indonesia kepada IMF.

"Pada dasarnya apa yang disampaikan Pak Jokowi dan Pak SBY terkait kewajiban pada IMF tidak salah. BI memang punya kewajiban pada IMF, tapi bukan utang," kata Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs melalui pesan singkatnya, Selasa (28/4/2015).

Dia menjelaskan posisi kewajiban sebesar 2,8 miliar dolar AS tersebut bukan utang kepada IMF dalam bentuk pinjaman yg selama ini dikenal. Kewajiban tsb adalah alokasi Special Drawing Rights (SDR) yang timbul sebagai konsekuensi Indonesia sebagai anggota IMF. Seluruh anggota IMF mendapat alokasi SDR tersebut.

"Sebagai anggota IMF, kita membayar iuran sehingga kita memperoleh alokasi SDR sesuai kuota dan dicatat sebagai bagian cadangan devisa. Secara teknis pencatatan, alokasi tersebut juga dicatat sebagai kewajiban kita," jelas Peter.

Sejak 2009, pencatatan tekhnis alokasi SDR tersebut dilakukan di kewajiban pada IMF. Hal ini juga dilakukan oleh seluruh anggota IMF.

"Karena ini alokasi sebagai konsekuensi keanggotaan maka akan tetap muncul sepanjang kita masih jadi anggota," paparnya.

Hal ini, lanjut Peter, tentu berbeda dengan pinjaman Indonesia ketika krisis 1998 yang memang bisa dilunasi setelah Indonesia punya kemampuan tanpa harus keluar dari keanggotaan. Adapun utang Indonesia kepada IMF saat tahun 1998, dilakukan untuk kebutuhan neraca pembayaran yang tergerus akibat krisis.

"Dan pinjaman tahun 1998 tersebut (9,1 miliar dolar AS), telah dilunasi seluruhnya pada tahun 2006," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: