Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPD: RUU Pengampunan Nasional Harus Dipelajari Serius

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan akan mempelajari Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional yang diajukan oleh DPR.

"Harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Jangan nanti pengampunan itu tidak sesuai dengan harapan. Coba dipelajari terlebih dahulu dan juga waktunya harus tepat," katanya setelah menghadiri acara ASEAN Marketing Summit 2015 di Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Menurut dia, pengampunan tersebut akan baik apabila penegakan hukum di Indonesia juga betul-betul kuat. "Saya juga katakan tidak menolak (RUU Pengampunan Nasional), namun harus diimbangi dengan penegakan hukum yang kuat," kata Irman.

RUU Pengampunan Nasional diajukan 33 anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa untuk menjadi RUU prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, meskipun belum pernah dibicarakan dalam pembahasan Prolegnas 2-15 dan Prolegnas 2015-2019.

Pengampunan Nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, dan sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.

Setiap orang pribadi atau badan berhak mengajukan permohonan Pengampunan Nasional dengan menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional. Terdapat sejumlah pengelompokkan tarif uang terbusan berdasarkan periode Surat Permohonan Pengampunan Nasional yaitu sebesar tiga persen, lima persen, dan delapan persen berdasarkan harta yang dilaporkan.

Dalam RUU ini juga diatur mengenai pembentukan Satuan Tugas Pengampunan Nasional melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran Surat Permohonan Pengampunan Nasional beserta lampirannya (pasal 8).

Dalam penjelasan umum RUU ini disebutkan banyak pelaku kejahatan yang cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang atau menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah di dalam negeri. Banyaknya dana atau harta yang diduga disimpan di dalam dan luar negeri dengan berbagai alasan antara lain karena harta atau penghasilan tersebut berasal dari hasil tindak pidana dan untuk menghindari pembayaran kewajiban perpajakan.

Terdapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh instansi penegak hukum yag diduga karena sulitnya instansi penegak hukum membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut.

Tindak pidana tersebut antara lain korupsi, pencucian uang, pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, di bidang pertambangan, di bidang perbankan, di bidang kepabeanan dan cukai, perjudian serta di bidang penanaman modal.

Menyadari sepenuhnya bahwa aparatur pemungutan pajak belum mampu menghadapi pelanggaran-pelanggaran fiskal tersebut dan masih besarnya tantangan dan hambatan bagi aparat penegak hukum untuk mengusut kejahatan yang berkaitan dengan asal-usul harta yang tidak benar, dan di sisi lain terdapat banyak potensi masyarakat pembayar pajak yang masih enggan mengungkap hartanya kedalam sistem perpajakan karena khawatir dengan pengusutan asal-usul harta mereka, maka pemerintah membentuk suatu kebijakan untuk mengatasi hal tersebut.

Dengan diterapkannya kebijakan pengampunan nasional, masyarakat pembayar pajak yang merasa bersalah dan hendak meminta pengampunan atas harta yang dimiliki, diharapkan akan bersedia memenuhi panggilan pemerintah untuk ikut serta dan sukarela untuk segera melaporkan harta kekayaan yang ada di dalam dan luar negeri serta membayar uang tebusan untuk memperoleh pengampunan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: