Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Lagi?

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Apa lagi yang berikutnya? Inilah pertanyaan sederhana yang menakutkan pelaku bisnis kebanyakan. Juga bagi calon pebisnis yang mau masuk persaingan. Mata seolah dibutakan. Urusan discovery masih dinomorduakan. Padahal, apa yang terjadi di sekitar, baik dari faktor sosial, ekonomi, maupun teknologi, sudah menawarkan begitu banyak oportunitas inovasi.

Di sebuah pameran produksi dalam negeri belum lama ini, beragam karya pelaku bisnis dalam negeri ditampilkan. Dari sekian banyak produk yang dipamerkan, ada satu yang menarik perhatian penulis, "inilah inovasinya khas Indonesia….".

Produk sambal beraneka rasa yang dapat membuat makan jadi lebih nikmat. Memang ada beberapa pelaku yang membuat produk-produk teknologi, tetapi dalam persaingan adu hebat, adu murah sekarang ini, produk berbasis teknologi maju berada dalam samudra merah.

Namun, tidak demikian halnya dengan produk sambal khas Indonesia. Hampir dipastikan, tidak akan ada pesaing dari luar negeri yang langsung pas dengan lidah kita, orang Indonesia. Terlebih dalam situasi ekonomi sekarang ini, penghematan bisa menjadi agenda setiap orang kebanyakan. Bayangkan, dengan sambal, makanan minim lauk pauk akan tetap terasa nikmat. Itulah kekuatan sambal! Khas Indonesia.

Ilustrasi di atas menjelaskan bahwa apa lagi atau what’s next bukan sesuatu yang mengada-ada. Pilihannya tersebar di sekitar kita. Tugas pelaku bisnislah untuk menemukan mana yang tepat untuk direalisasikan. Perlu latihan untuk melihatnya.

Solusi dan Problem

Dalam keseharian, sering kita dengar ajakan untuk mencari solusi ketimbang mencari-cari persoalan atau problem. Kenyataannya, apakah mencari problem memang lebih mudah ketimbang menemukan solusi? Ternyata tidak demikian. Dalam dunia bisnis, pelakunya justru lebih mudah menawarkan solusi lewat produk atau bahkan bisnis barunya.

Silakan saja lihat inisiatif bisnis yang ditawarkan dalam kebanyakan rencana bisnis. Ada yang menawarkan kafe makanan yang hijau, pusat kegiatan bagi kaum manula, serat bambu untuk bahan baku benang, pembangunan kota pintar, dan masih banyak lagi.

Itulah yang terjadi dalam dunia bisnis. Pelakunya dalam urusan what’s next sering kali melompat ke solusi atau apa yang ingin mereka lakukan. Ketika ditanya apa problem sesungguhnya yang ingin mereka selesaikan, sering kali sulit dijawab. Ketika pelaku bisnis tidak mampu menjelaskan problem apa yang dijawab oleh produknya, di situlah letak ketidaktepatan produk di mata penggunanya.

Perlu diperhatikan bahwa masyarakat pengguna tidak mengonsumsi produk, mereka menggunakannya untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus diselesaikan (Christensen, 2007). “People don’t buy quarter-inch drills, they buy quarter-inch holes.” Itu pernyataan terkenal dari Ted Leavitt dari Harvard Business School. Alat pengebor kebetulan saja merupakan alat bantu terbaik yang dapat menghasilkan lubang. Bagi pelaku bisnis, produk yang dihasilkan haruslah mampu menjawab problem yang tepat. Persoalannya adalah, bagaimana kita mengidentifikasi problem yang tepat yang ada di masyarakat pengguna?

Tidak dapat dimungkiri bahwa inovasi yang hebat berasal dari oportunitas inovasi yang juga hebat. Oportunitas tersebut tidak lain adalah problem yang tepat yang ada di masyarakat pengguna. Dan, yang menjadi persoalan, problem yang tepat tersebut bisa secara mudah atau begitu sulit untuk diidentifikasi. Melihat orang-orang di sekitar kita berusia 40 tahunan akan mengantarkan pada problem kesehatan dan juga berat badan. Problem ini merupakan problem yang akan terus ada sepanjang zaman.

Bagi penginovasi, problem bisa menjadi oportunitas inovasi jika mampu menjelaskan jobs to be done (JTBD) yang harus dilakukan oleh produk. Pernyataan oportunitas “menurunkan berat badan sambil bergembira” yang ditawarkan oleh banyak pusat kebugaran justru tidak tepat bagi masyarakat yang suka menyendiri. Bagi mereka, berolahraga adalah urusan privasi mereka.

Buat penginovasi, tinggal mengukur sebesar apa potensi masyarakat seperti itu. Jika cukup besar, oportunitas inovasi bisa diubah pernyataannya menjadi “menurunkan berat badan tanpa diketahui banyak orang”. Inilah oportunitas inovasi yang tepat untuk diteruskan menjadi solusi berupa produk yang juga tepat.

Inovasi sejatinya adalah tentang penyelesaian problem yang ada di masyarakat pengguna. Lewat pernyataan oportunitas inovasi yang tepat, penginovasi dapat lebih terarah dalam menyiapkan solusinya. Jadi, bagi mereka yang sering tergesa dengan solusi tetap harus menemukan problem apa yang ada di masyarakat, dan menuliskan apa pekerjaan yang harus dikerjakan lagi, yang belum mampu dilakukan oleh produk yang sudah ada.

Urgensi Problem

Problem bisa saja begitu banyak tersebar di sekitar kita. Silakan saja urutkan problem-problem dari berbagai produk yang ada. Misalnya, apa yang masih menjadi problem di industri perbankan? Ketika banyak nasabah memiliki banyak rekening atau kartu kredit maupun kartu debit, apa problem mereka yang harus diselesaikan? Ketika harus melakukan pembayaran dalam jumlah besar, nasabah akan direpotkan dengan pengumpulan dana dari beberapa rekening. Oportunitas berupa  “memudahkan transaksi pembayaran dalam jumlah besar” dapat menjadi apa lagi berikutnya di industri perbankan.

Sekarang coba lihat apa yang terjadi di industri real estate. Dengan daya beli masyarakat yang melemah, harga tanah terus meroket, problemnya pun menjadi jelas. Memiliki rumah berlahan (bukan apartemen) akan terus menjadi impian bagi masyarakat kebanyakan. Rumah hampir mustahil untuk dimiliki. Apa oportunitas inovasi untuk pelaku di industri ini? Oportunitas berupa “memudahkan masyarakat memiliki rumah idaman secara manusiawi” dapat menjadi pembuka jalan untuk menemukan what’s next di industri ini.

Begitu pula dengan apa yang terjadi di industri pertelevisian. Status quo yang ada adalah pelakunya didikte oleh rating. Tayangan yang tidak banyak manfaatnya pun, asalkan rating-nya tinggi, akan mendapat slot di-prime time. Inilah yang membuat kebanyakan pelakunya tidak inovatif. Buat apa inovatif, kalau dengan tayangan seadanya saja sudah meraup untung. Jika ditanyakan ke pemirsa, jangan-jangan sudah tidak ada lagi problem. Mereka sudah terpuaskan. Tuliskanlah oportunitas “menghibur masyarakat modern di rumah”. Hampir dipastikan what’s next-nya akan berbeda dari kerumunan.

Problem memang begitu banyak. Namun, penginovasi yang berhasil adalah yang mampu melihat problem yang memiliki tingkat urgensi tinggi untuk diselesaikan. Ketika mampu dilakukan, bergembiralah. What’s next sudah ditemukan!

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 19

Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunity & Development, Prasetiya Mulya Business School

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: