Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

LPS Gugat UU Pasar Modal Ke MK

Warta Ekonomi -

WE Online - Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Kartika Wirjoatmodjo menggugat sejumlah pasal dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan UU No. 7 Tahun 2009 tentang LPS ke Mahkamah Konstitusi.

Pemohon menguji konstitusionalnya Pasal 45 UU Pasar Modal dan Pasal 6 ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5), Pasal 85 ayat (2), (3) UU LPS terkait kewenangan LPS mengambilalih hak dan wewenang pemegang saham dalam penanganan bank gagal berdampak sistemik.

"Pemohon merasa dirugikan saat menjalakan tugas dan wewenangnya atas berlakunya pasal-pasal itu," kata kuasa hukum LPS Eri Hertiawan, saat membacakan permohonan dalam sidang perdana di MK Jakarta, Kamis.

Majelis panel sidang pengujian UU Pasar Modal dan UU LPS ini diketuai Maria Farida Indrati yang didampingi Muhammad Alim dan Anwar Usman selaku anggota panel hakim.

Eri mengatakan Pasal 45 UU Pasar Modal menyebut Kustodian (penyimpan aset) hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening (saham) atau pihak yang diberi wewenang bertindak atas namanya.

Sementara Pasal 6 ayat (1) huruf d UU LPS menyebut dalam rangka melaksanakan tugas seperti dimaksud Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut : d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

Pasal 30 ayat (5) UU LPS menyebut dalam hal tingkat pengembalian yang optimal seperti dimaksud ayat (2), (3) tidak terwujud dalam jangka waktu perpanjangan seperti dimaksud ayat (4), LPS menjual saham bank tanpa memperhatikan ayat (3) dalam waktu 1 tahun berikutnya.

Sama halnya bunyi redaksional Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5). Sementara Pasal 85 ayat (2), (3) menyebut ketika LPS mengalami kesulitan likuiditas, LPS dapat memperoleh pinjaman dari pemerintah.

Pasal 6 ayat (2) UU LPS dalam menangani dan menyelamatkan bank gagal, pemohon secara langsung telah diberi wewenang mengambilalih segala hak dan kewenangan pemegang saham lama pada bank gagal yang diselamatkan.

Lebih spesifik, pemohon juga telah diberi wewenang dan kewajiban menjual seluruh saham pada bank gagal yang diselamatkan sesuai Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 42 ayat (1).

"Adanya frasa 'wajib menjual seluruh saham Bank' telah jelas bahwa pemohon telah diberikan tugas dan kewenangan menjual seluruh saham bank gagal yang diselamatkan, baik saham milik pemohon yang berasal dari penyertaan modal maupun saham milik pemegang saham lama pada bank gagal yang diselamatkan," tuturnya.

Namun, kata Eri, adanya Pasal 45 UU Pasar Modal dapat menghambat atau menghalangi tugas pemohon ketika menjual seluruh saham pada bank gagal dalam hal pemegang saham lama tercatat di bursa efek.

"Artinya, apabila pemegang efek/pemegang saham lama tidak memberi perintah/persetujuan tertulis kepada pemohon, Kustodian tidak dapat mengeluarkan saham/efek itu," ujar Eri.

Untuk itu, pemohon meminta Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) UU LPS harus ditafsirkan apabila tahun kelima (pada bank gagal yang tidak berdampak sistemik) atau tahun keenam (pada bank gagal berdampak sistemik), pemohon dapat menjual saham bank gagal di bawah tingkat pengembalian yang optimal merupakan tindakan yang sah.

Pemohoh juga meminta frasa "pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya" dalam Pasal 45 UU Pasar Modal bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai pihak yang diberi wewenang bertindak atas namanya bukan hanya pihak yang diberikan wewenang berdasarkan surat kuasa oleh pemegang rekening/pemegang saham, melainkan juga pihak yang secara langsung diberikan wewenang berdasarkan undang-undang (pemohon berdasarkan UU LPS).

"Menyatakan frasa 'sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank' Pasal 6 ayat (1) huruf d UU LPS bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," kata Eri, saat membaca petitum permohonannya.

Menanggapi permohonan ini, Maria mengatakan bahwa MK tidak mengadili pertentangan antarundang-undang, kecuali dari beberapa undang-undang yang dimohonkan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemohon.

Maria juga mengatakan bahwa permohonan ini ada persoalan implementasi norma yang terkait UU lain. (Ant)

Foto : SY

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: