Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sumber Pangan dan Energi Yang Terabaikan (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pakar agronomi Institut Pertanian Bogor Prof Bintoro mengatakan Indonesia adalah penghasil sagu terbesar di dunia karena 60 persen bahan pangan itu ada di Indonesia, terutama Papua dan Papua Barat.

"Hasil observasi Unit Percepatan Pengembangan Papua dan Papua Barat (UP4B), luas lahan sagu di dua provinsi itu mencapai 5,2 juta hektare, tapi 2,1 juta hektare sudah diizinkan untuk alih fungsi," katanya.

Bintoro mengatakan sagu di Papua dan Papua Barat hanya digunakan sebagai makanan pokok saja. Tanaman sagu yang dipanen hanya yang di pinggir sungai atau jalan saja karena orang Papua kesulitan memanen sagu yang ada di dalam hutan.

Tanaman sagu yang dipanen adalah yang belum berbunga dan berbuah. Sebab, pohon sagu yang sudah berbunga dan berbuah tidak lagi mengandung pati karena sudah diubah menjadi bunga dan buah.

"Ribuan pohon sagu dibiarkan berbuah dan berbunga, berarti tidak dipanen. Di sisi lain, Indonesia masih terus mengimpor beras dan gandum, padahal sagu dapat menggantikan bahan pangan itu," tuturnya.

Bintoro mengatakan pati sagu dapat digunakan untuk membuat roti, kue kering, biskuit, kerupuk, pempek, bakso dan mie. Selama ini, makanan-makanan tersebut dibuat dari tepung gandum yang masih diimpor seluruhnya oleh Indonesia.

"Pati sagu juga dapat dijadikan gula cair yang bisa digunakan industri makanan dan minuman. Indonesia saat ini juga masih mengimpor gula dalam jumlah besar," ujarnya.

Menurut Bintoro, pati sagu juga bisa diolah menjadi bioetanol dan etanol untuk pengganti bensin. Kebutuhan bensin untuk Papua dan Papua Barat dapat dicukupi bila bensin digantikan dengan etanol.

Saat ini, harga bensin di stasiun pengisian bahan bakar resmi sama dengan harga di bagian Indonesia lainnya. Namun, stasiun pengisian bahan bakar hanya ada di kota-kota besar Papua.

Lebih Besar Bintoro mengatakan potensi produksi sagu juga lebih besar dibandingkan beras. Untuk menghasilkan 30 juta ton beras per tahun, diperlukan lahan seluas 12 juta hektare. Sedangkan untuk menghasilkan 30 juta ton sagu hanya diperlukan lahan seluas satu juta hektare.

"Karena itu, dengan luas lahan lima juta hektare yang ada di Papua dan Papua Barat saja bisa dihasilkan 150 juta ton pati sagu. Jumlah itu bisa untuk memberi makan satu miliar orang," katanya.

Bintoro mengatakan untuk memaksimalkan potensi produksi sagu, maka hutan sagu harus ditata menyerupai perkebunan dengan memangkas pohon-pohonnya dengan jarak yang teratur, yaitu delapan meter.

Bintoro mengatakan tanaman sagu memiliki banyak anakan dan membentuk rumpun. Secara alami hanya sebagian kecil anakan yang dapat tumbuh dan mengandung pati karena setiap anakan berkompetisi mengambil hara dari tanah, air dan oksigen.

Karena itu, agar pertumbuhannya cepat dan memiliki kadar pati tinggi, maka jarak rumpun yang ideal adalah setiap delapan meter dengan hanya 10 tanaman berbagai umur dalam satu rumpun.

Dengan jarak tersebut, maka setiap hektare lahan terdapat 156 rumpun sagu. Dalam setahun, katakanlah sagu yang bisa dipanen 100 pohon, dan bila setiap pohon menghasilkan 200 kilogram hingga 400 kilogram, maka setiap hektare dapat menghasilkan 20 ton hingga 40 ton pati sagu kering.

Dengan penataan hutan sagu menjadi perkebunan, maka setiap rumpun dapat dipanen setiap tahun dan tanaman tidak pernah habis karena setiap tahun muncul anakan baru. Namun, hanya satu anakan yang dipelihara setiap tahun.

Konservasi Air Bintoro mengatakan sagu tumbuh di rawa atau lahan becek dan berair. Karena itu, sagu selalu hidup berdampingan dengan air. Budidaya sagu sama artinya dengan mempertahankan atau konservasi air.

"Kawasan sagu juga akan selalu hijau sehingga dapat juga berfungsi sebagai paru-paru dunia karena menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Jadi air tetap tertampung dan oksigen terus dihasilkan," katanya.

Pembudidayaan sagu juga dapat dilakukan bersamaan dengan budidaya perikanan dan peternakan. Bintoro mengatakan tanah diantara rumpun sagu yang berawa dapat digunakan untuk budidaya ikan rawa.

"Ikan-ikan tersebut juga akan memangsa jentik-jentik nyamuk sehingga populasi nyamuk berkurang dan secara tidak langsung mengurangi penyakit malaria," tuturnya.

Ampas sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan media tumbuh jamur selain dijadikan kompos atau pestisida nabati. Sementara itu, sisa batang sagu merupakan media yang baik bagi kumbang yang ulatnya biasa dimakan masyarakat di kawasan sagu.

Karena itu, apabila tanaman sagu bisa dibudidayakan secara optimal, maka akan banyak manfaat yang bisa didapat. Selain memperkuat ketahanan pangan nasional, tanaman sagu juga bisa menjadi sumber energi alternatif dan konservasi air serta oksigen. (Ant/Dewanto Samodro)

Foto: SY

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: