Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menelisik Kekalahan Partai Demokrat

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Berdasarkan hasil sementara hitung cepat suara dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 oleh beberapa lembaga survei, Partai Demokrat hanya memperoleh 9,43 persen, artinya anjlok jika dibandingkan dengan perolehan pada Pemilu Legislatif 2009, yakni 20,85 suara.

Selain kalah dari para pesaing beratnya, PDIP, Golkar, dan Partai Gerindra, perolehan suaranya itu menghempaskan Partai Demokrat ke urutan keempat, posisi yang juga tengah diincar oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena perbedaan jumlah suara yang cukup tipis.

Menurut para pengamat, ada beberapa faktor yang menyebabkan merosotnya suara Partai Demokrat pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014. Wakil Direktur Jaringan Suara Indonesia (JSI), Fajar S Tamin berpendapat, hal itu antara lain disebabkan kasus korupsi yang menjerat kadernya menimbulkan persepsi negatif di mata publik. "Publik paham apa yang terjadi dengan Demokrat dan para kadernya," katanya.

Pemerhati Politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti menilai, terpuruknya perolehan suara Demokrat karena partai itu terlalu tergantung dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, menurutnya, capres Konvensi Demokrat juga banyak yang memiliki kualitas cukup mumpuni.

"Demokrat harusnya tidak menunjukkan lagi sosok SBY. Mereka selama ini jualan pakai sosok SBY, padahal SBY tidak mungkin 'dijual' lagi," katanya.

Terkait dengan kemerosotan perolehan suara itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, menduga basis massa pemilih dari kalangan Nahdliyin yang sebelumnya memilih Partai Demokrat, berbalik kembali ke PKB. Demokrat pada Pemilu 2009 mampu meraup suara NU terutama swing voters yang tak mampu dirangkul PKB saat itu.

Dia juga mengakui, pada Pemilu 2004 dan 2009, Demokrat memperoleh suara yang fantastis lantaran kepopuleran SBY, dan belum adanya anggota partai yang terlibat skandal hukum. Namun, pada pemilu 2014, pencapaian Demokrat menurun drastis karena skandal hukum yang melibatkan kader partai, sehingga pemilih Demokrat yang dulu berbalik kembali ke asalnya.

Pendapat serupa disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar, Akbar Tandjung dengan menyebutkan adanya fenomena baru pada Pemilu 2014 yakni basis massa pemilih pada Pemilu 2009 cenderung menyeberang ke partai lain.Mereka kembali ke basisnya masing-masing dengan berbagai alasan, antara lain ketidakpuasan terhadap pemerintah.

"Artinya ada gerakan di masyarakat kembali ke partai masing-masing. Masyarakat sudah lebih pintar dalam memilih, apa lagi hidup dialam demokrasi saat ini, kebebasan sudah menjadi keharusan," kata Akbar.

Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) menilai kemerosotan perolehan suara Demokrat sebagai kegagalan Susilo Bambang Yudhoyono dalam memimpin pemerintahan dan partai yang didirikannya. Menurut pimpinan nasional PPI Bobby Triadi, SBY masih mempertahankan orang-orang yang kredibilitasnya sudah anjlok di mata rakyat.

Orang-orang yang kini berada di Partai Demokrat adalah yang diragukan komitmen kerakyatannya. Selain itu, karena isu-isu kampanye yang diusung Partai Demokrat sudah tidak lagi mempengaruhi suara rakyat. "Keberhasilan program-program yang katanya pro rakyat itu sudah tak populer lagi karena bertolak belakang dengan kenyataan," katanya.

Figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Presiden RI yang pernah dielu-elukan rakyat dan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat ternyata juga tidak mampu mengangkat elektabilitas partai. "Malah tambah anjlok karena rakyat sudah tahu kinerjanya selama 10 tahun ini tidak menunjukkan hasil yang signifikan dan tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Majelis Tinggi Demokrat, Marzuki Alie menganggap kekalahan partai tersebut pada Pileg 9 April sebagai pembelajaran. Salah satunya disebabkan pemberitaan negatif soal kader-kadernya yang terlibat kasus korupsi.

"Isu yang sifatnya negatif tidak boleh dibiarkan. Dua tahun Demokrat dihajar media, apapun ceritanya tertanam Demokrat partai koruptor," katanya dan menambahkan bahwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum cukup bertanggung jawab atas kekalahan partai ini, karena di era kepemimpinannya Demokrat tidak melakukan upaya counter atas isu korupsi.

Selain itu, dia menilai para kader Demokrat juga tidak mampu mengakapitalisasi kinerja pemerintahan SBY-Boediono yang menurutnya tidak terlalu buruk.

Meski demikian, dia merasa bersyukur partainya berada di urutan keempat teratas dalam perolehan suara di Pileg 2014, karena sebelumnya Partai Demokrat diprediksi akan terpuruk dengan perolehan suara hanya sekitar tujuh persen.

"Untungnya di saat terakhir kita bekerja. Sebetulnya partai yang banyak melakukan korupsi bukan Demokrat, tapi kan kapitalisasi kejahatan ini luar biasa. Itu yang membuat Demokrat terpuruk yang mendapat sembilan persen," ujarnya.

Menurut Koordinator Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI), Gandi Parapat, kekalahan Partai Demokrat dikarenakan antara lain terlalu lama mengumumkan hasil konvensi, disamping banyaknya kader partai yang tersandung kasus korupsi.

"Bahkan, nama keluarga SBY justru yang sering disebut dalam pengakuan berbagai saksi di pengadilan tindak pidana korupsi, turut menambah faktor penyebab kekalahan partai. Suara Demokrat juga menurun karena menyertakan Pramono Edhie Wibowo dalam konvensi," katanya.

Masuknya nama Pramono Edhie sebagai peserta konvensi membuat masyarakat menilai bahwa Demokrat bukan partai yang berjuang untuk rakyat. Demokrat dianggap sebagai partai yang mengutamakan kepentingan kelompok maupun keluarga.

Terlepas dari sebab musababnya keperpurukan Partai Demokrat, Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY mengakui kekalahan partainya versi hitung cepat pada Pileg 2014. Meski belum secara resmi diumumkan KPU, anjloknya suara Demokrat secara sportif dengan lapang dada diakui oleh SBY.

"Kami menerima sepenuhnya suara yang diperoleh Partai Demokrat pada Pileg 2014. Sungguhpun suara kami relatif tidak tinggi, tapi kami menerima. Kami sama sekali tidak punya pikiran terjadi kecurangan pemilu kali ini," ujarnya.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewakili Partai Demokrat juga mengucapkan selamat kepada tiga partai dengan suara teratas versi hitung cepat berbagai lembaga survei saat ini. Sikap SBY menerima kekalahan dan mengucapkan selamat kepada para pemenang, dinilai Ikrar Nusabakti telah memberikan contoh bagaimana membangun sebuah demokrasi yang baik.

Menurut Pengamat Politik LIPI itu, sikap seperti SBY itu tidak banyak dilakukan oleh pemimpin partai politik lain. Dia membandingkan ketika PDIP kalah pada Pemilu Legislatif 2009. Saat itu, PDIP berada pada posisi ketiga dengan perolehan suara 14,01 persen, di bawah Demokrat dan Partai Golkar.

"Pas Megawati kalah dari Demokrat di (pemilu) 2009, dia terkesan tidak mau menerima, katanya masih menunggu hasil di KPU. Padahal, sekarang SBY melihat hasil hitung cepat saja sudah mengakui kekalahannya," kata Ikrar.

Menurut Analis politik Universitas Diponegoro Semarang M. Yulianto, sikap kenegarawanan yang ditunjukkan pimpinan partai politik menyikapi hasil Pileg 2014, menerima kekalahan dan mengucapkan selamat kepada yang unggul, menyejukkan iklim politik dan memang sudah seharusnya dimiliki.

Ini patut diapresiasi karena seperti kata Yulianto, selain menunjukkan sikap kenegarawanan, juga kedewasaan dalam menerima kenyataan demokrasi dan akan memberikan dampak positif di tingkat akar rumput. Potensi konflik yang muncul dan ketegangan politik sebelum pelaksanaan pemilu bisa diredam, serta menciptakan suasana kondusif di masyarakat. (Ant/Illa Kartila)

Redaksi

Foto: SY

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: