Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPK: 1.622 Kasus Ketidakefektifan Senilai Rp2,06 Triliun

Warta Ekonomi -

WE Online - Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan sebanyak 1.622 kasus ketidakefektifan senilai Rp2,06 triliun.

"Dalam pemeriksaan kinerja Semester II Tahun 2013 BPK menemukan 11 kasus ketidakhematan/ ketidakekonomisan senilai Rp49,40 miliar, dan 23 kasus ketidakefisienan senilai Rp959,67 miliar," kata Ketua BPK Hadi Poernomo dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Hadi Purnomo mengatakan pada umumnya hasil pemeriksaan kinerja menyimpulkan atas program-kegiatan yang diperiksa masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan program.

Hadi mengatakan dalam Semester II tahun 2013, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas 158 objek pemeriksaan kinerja yang bertujuan menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas program.

Menurut Hadi, BPK menilai efektivitas kegiatan penyelenggaraan pembangunan jalan dan jembatan nasional yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum. BPK menurut dia sudah memeriksa kinerja di sepuluh provinsi dan panjang jalan nasional di seluruh provinsi adalah 38.569,82 kilometer.

"Hasil pemeriksaan kinerja atas penyelenggaraan Jalan dan Jembatan Nasional Tahun 2012 dan 2013 menyimpulkan tanggung jawab yang dilaksanan Ditjen Bina Marga Kemen PU di 10 provinsi belum sepenuhnya dikelola efektif," ujarnya.

Berbagai kelemahan BPK menurut dia, menemukan berbagai kelemahan di antaranya pelaksanaan kontrak berbasis kinerja pada Paker Pekerjaan Ciasem-Pamanukan di Provinsi Jawa Barat mengandung banyak kelemahan dan hasilnya tidak efektif.

Kelemahan itu menurut dia mengakibatkan pengeluaran keuangan negara senilai Rp106,96 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya serta berpotensi menambah beban dan biaya untuk perbaikan ruas jalan tersebut di masa mendatang.

"BPK juga menemukan pengawasan atas pelanggaran batas muatan kendaraan yang melintas pada Ruas Jalan Nasional Jalur Pantura di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur kurang terkoordinasi dan tidak efektif sehingga mengakibatkan kerusakan jalan," katanya.

Selain itu menurut dia, BPK memeriksa kinerja atas kegiatan usaha BUMN antara lain PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang bertujuan menilai efektivtas dan efisiensi kegiatan PT MNA.

Dia mengatakan meskipun pertumbuhan jumlah penumpang domestik perusahaan itu sebesar 10 persen sejak 2004, "Namun PT MNA mengalami penurunan kapasitas dan kinerjanya sehingga harus mengurangi kegiatan operasionalnya secara terus menerus".

Menurut dia sejak 2009 hingga 30 September 2013, jumlah pendapatan usaha yang diperoleh PT MNA lebih kecil dari biaya usaha sehingga perusahaan itu mengalami kerugian.

Kerugian terus menerus itu menurut dia mengakibatkan penumpukan hutang PT MNA kepada kreditur dan entitas pendukung operasional penerbangan senilai Rp7,29 triliun per 31 Oktober 2013.

"Kondisi tersebut terjadi karena PT MNA kurang cermat dalam merencanakan jumlah pesawat siap beroperasi dan kebutuhan suku cadang dan mesin serta sebagian besar armada yang dioperasikan tidak andal," katanya.

Menurut dia, BPK menemukan pengelolaan PT MNA yang tidak efektif dan efisien tersebut akibat dari perencanaan bisnis yang tidak memadai, manajemen yang buruk, serta pemeliharaan dan pengadaan armada yang tidak tepat guna. (Ant)

Foto : SY

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: