WE Online, Jakarta - Gabungan petani dan pengusaha kakao menolak rencana pemerintah menghapus bea masuk impor biji kakao. Alasannya, pemberlakuan pajak impor atau bea masuk biji kakao sebesar 5% atau seperti saat ini saja industri kakao di Indonesia belum memaksimalkan pengolahan semua produksi petani kakao.
Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menilai Kementrian Perdagangan Republik Indonesia terlalu terburu-buru dalam membuat kebijakan ini. Pemerintah harus menuntut dulu kinerja dari industri pengolahan setengah jadi kakao
"Indonesia masih ekspor 188 .000 ton biji kakao dari Januari hingga Desember 2013. Ini artinya industri di Indonesia belum bekerja secara maksimal, namun sudah menuntut bea tarif impor dijadikan 0%," kata Zulhefi dalam diskusi tentang kakao bertajuk "Menembus Pasar Kakao Eropa" di JIExpo, Jakarta, Rabu (15/4/2014).
Lebih lanjut, Zulhefi mengatakan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 ternyata industri dalam negeri hanya mengolah 325.000 ton biji kakao yang angka tersebut lebih kecil dari jumlah produksi 500-600 ribu ton.
"Menteri Perdagangan jangan terburu-buru dan mereka harus menuntut kinerja dari industri pengolahan setengah jadi kakao ini. Buktikan dulu mereka bekerja 500.000 ribu ton," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengkhawatirkan cara membedakan biji kakao impor yang masuk kategori bebas tarif karena impor biji kakao hanya menggunakan satu kode saja.
"Sekali bea masuk itu dimungkinkan dan tidak bisa dibedakan antara biji kakao Amerika atau biji kakao Indonesia maka dari sisi persaingan akan disaingi oleh impor ketika mau ekspor kena bea keluar," tambahnya.
(Boyke P Siregar)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement