Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK : Perkembangan dan Profil Risiko IJK Kuartal II Baik

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Rapat Bulanan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hingga kuartal II 2014, perkembangan dan profil risiko di industri jasa keuangan (IJK) secara umum berada dalam kondisi yang baik. Meskipun sempat mengalami pelemahan pada Juni lalu, karena perkembangan politik dalam negeri, tapi pada dua minggu pertama Juli kondisi pasar keuangan kembali membaik.

Deputi Komisioner Manajemen Strategis I B OJK, Lucky F.A. Hadibrata mengatakan indikator tersebut bisa dilihat dari IHSG yang mencatat pertumbuhan tertinggi di kawasan yakni 17,7% dan ditutup pada level 5.032,6.

"Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga terapresiasi sebesar 4,9% dan ditutup pada level Rp11.580 per dolar AS. Selain itu, kinerja pasar Surat Berharga Negara turut menguat rata-rata sebesar 31 bps (basis point)," ungkapnya dalam jumpa media di gedung OJK, Jakarta, Kamis (17/7/2014).

Untuk permodalan perbankan, lanjut Lucky, sampai triwulan II juga cenderung tinggi, dengan kecukupan pemenuhan permodalan (CAR) mencapai 19,5%.

Sementara itu, kondisi likuiditas perbankan yang dicerminkan dalam rasio aset likuid/non core deposit, dengan threshold 50% memadai untuk mengantisipasi potensi penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK), terutama menjelang Lebaran.

Selain itu, di sektor pasar modal, NAB reksa dana menunjukkan peningkatan hingga mencapai Rp210 triliun, didorong oleh net subsciption yang cukup besar. Di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), nilai investasi dana pensiun dan perusahaan asuransi juga menunjukkan peningkatan, walaupun di sisi lain terdapat pelambatan pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan.

"Penyaluran pembiayaan IKNB mencapai 88,4% dan tingkat utang (gearing ratio) perusahaan pembiayaan naik menjadi 3,70 kali per Mei 2014," tutur Lucky.

Meski demikian, ada beberapa risiko yang harus diperhatihan, salah satunya kenaikan harga minyak karena konflik Timur Tengah dan Ukraina. "Faktor risiko yang perlu mendapat perhatian lainnya adalah kemungkinan pembalikan arah kebijakan moneter di AS," paparnya.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Arif Hatta

Advertisement

Bagikan Artikel: