Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Warga Mulai Resah dengan Demonstrasi Penolakan Pabrik Semen Indonesia di Rembang

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Penolakan terhadap pembangunan pabrik Rembang PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang dilakukan oleh segelintir warga dari dua desa, yakni Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Rembang, Jawa Tengah, mendapat tanggapan dari masing-masing perwakilan desa.

Para perwakilan menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta pada Selasa (22/7/2014) terkait aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ibu-ibu serta anak di bawah umur.

"Belakangan ini memang ada segelintir warga melakukan aksi demonstrasi penolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) di Rembang. Namun, terus terang kami mulai resah dan prihatin melihat keadaan tersebut karena yang melakukan aksi demo itu mayoritas ibu-ibu dan anak di bawah umur yang tidak mengerti maksud serta tujuan dilakukannya aksi demo tersebut. Makanya, kami laporan ke Komnas HAM dan KPAI untuk minta bantuan mengatasi permasalahan ini," kata Suharti, perwakilan masyarakat Desa Tegaldowo, saat ditemui wartawan usai melapor ke Komnas HAM dan KPAI, Jakarta, Rabu kemarin (23/7/2014).

Selain itu, Juwahir dari Desa Timbrangan dan Sukir serta Adi Purwoto (Didi) asal Desa Tegaldowo juga mengatakan dirinya merasa prihatin melihat warga yang sebagian besar adalah ibu-ibu dan anak-anak melakukan aksi demonstrasi menolak pembangunan pabrik semen tersebut. Alasannya, pembangunan pabrik semen tersebut dianggap merusak lingkungan dan mengancam masa depan mereka sebagai petani. Alhasil, mereka rela membangun tenda-tenda di depan akses masuk proyek pembangunan pabrik tersebut.

"Sebenarnya mereka itu tidak mengerti apa alasan atau tujuan dari digelarnya aksi demonstrasi itu. Namun, karena mereka difasilitasi oleh oknum yang memiliki kepentingan akhirnya mereka mau dibujuk dan rela melakukan demonstrasi tersebut. Sampai-sampai para ibu itu nekat melakukan aksi telanjang dada dan angkat rok di depan para polisi pada demonstrasi yang digelar waktu itu," ucap Juwahir.

Juwahir mengaku dia juga pernah ikut menjadi warga yang kontra dengan Semen Indonesia sehingga pada waktu itu ia geram dan aktif sekali melakukan demonstrasi Tolak Semen. Namun, seiring dengan wawasan yang didapat melalui sosialisasi yang diberikan manajemen Semen Indonesia maka Sukir sadar dan merespons positif rencana Semen Indonesia membangun pabrik di Rembang.

"Saya waktu itu seperti didoktrin karena dijejali pemahaman yang keliru. Katanya, kalau pabrik semen berdiri nanti Rembang akan kekeringan, rakyat miskin karena tidak bisa bertani lagi, dan hewan ternak (sapi) juga akan mati-mati dan rakyat juga siap-siap mati. Padahal, dengan berdirinya pabrik semen nanti akan banyak menyerap tenaga kerja dalam artian mengurangi pengangguran di Tanah Air, khususnya Rembang, sehingga masyarakat akan lebih maju dan sejahtera," ujar Juwahir.

Suharti mengaku laporannya ke Komnas HAM dan KPAI diterima dengan baik dan siap ditindaklanjuti oleh kedua komisi tersebut.

"Komnas HAM dan KPAI sambut baik laporan kita. Apalagi, KPAI. KPAI katanya siap survei setelah Hari Raya Idul Fitri nanti," kata Suharti.

Suharti mengaku ada beberapa oknum yang masuk ke lima desa meliputi Desa Timbrangan, Pasucen, Tegaldowo, Timbrangan Kecamatan Gunem, serta Desa Kadiwono Kecamatan Bulu. Mereka gencar melakukan sosialisasi ke warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan pabrik semen tersebut. Namun, lama-kelamaan mereka mengajak untuk melakukan aksi demonstrasi dengan tajuk Tolak Pabrik Semen di Rembang. Katanya, aksi yang dilakukan sebagai seruan solidaritas untuk warga Rembang, Jawa Tengah, ini semata-mata untuk menyelamatkan warga.

"Awalnya baik dan mereka gencar sekali melakukan sosialisasi ke desa-desa sampai ke tokoh-tokoh agama dan PKK. Namun, lama kelamaan kami mencium ada maksud dan tujuan mereka yang kita sendiri tidak tahu sehingga kita khususnya ibu-ibu dibujuk untuk melakukan aksi demonstrasi tolak pembangunan pabrik Semen Indonesia. Sampai-sampai mereka membiayai kita dan membuat posko tolak semen di area dekat pabrik tersebut," tutur Suharti.

Sukir juga menambahkan masyarakat yang melakukan demonstrasi tolak semen itu hanya sebagian kecil masyarakat saja dan tidak bisa mengatasnamakan warga Rembang, Jawa Tengah, karena dari 1.520 kepala keluarga (KK) untuk Desa Tegaldowo hanya 159 KK saja yang melakukan demonstrasi. Kemudian dari 504 KK yang ada di Timbrangan hanya sekitar 59 KK saja yang kontra dengan Semen Indonesia. 

"Rata-rata masyarakat yang melakukan demonstrasi itu juga yang sudah mendapatkan kompensasi dari Semen Indonesia atas pembelian tanah (tegalan). Ada beberapa masyarakat yang sudah mendapatkan uang dari Semen Indonesia karena jual tanah. Mereka malah sudah menikmati uang dari hasil jual tanahnya seperti membeli mobil, motor, bangun rumah baru, dan beli tanah sehingga bisa bertani. Namun, karena diiming-imingi oleh oknum tersebut kalau tanahnya yang sudah dijual akan dapat dimiliki kembali jika melakukan demonstrasi maka mereka melakukan aksi tersebut," ujar Sukir

Sementara itu, Adi Purwoto yang biasa dipanggil Didi berharap masyarakat Tegaldowo dan Timbrangan yang melakukan demonstrasi dapat sadar diri untuk tidak melakukan aksi tersebut karena ia percaya jika masyarakat Rembang dan Semen Indonesia menjalin kerja sama dengan baik justru akan menguntungkan kedua belah pihak. 

"Aksi itu hanya buang-buang waktu saja dan tidak ada manfaatnya. Coba, ibu-ibu itu bisa pulang ke rumah tanpa harus menginap di posko kan bisa merawat anak dan tidak menelantarkan suaminya. Harapan kami mereka bisa kembali melakukan aktivitasnya kembali seperti bertani dan lain-lain," pungkasnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: