Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Batubara Tersungkur, Bara Bukit Asam Semakin Menyala

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Perusahaan batubara PT Bukit Asam (persero) Tbk (PTBA) tetap moncer optimistik dengan kinerjanya tahun ini. Antitesis dari banyak pihak lain yang pesimis dengan bara emas hitam tersebut yang kian padam.

Untuk tahun ini, PTBA menyiapkan beberapa rencana strategis. Tak tanggung-tanggung, perusahaan pelat merah ini berencana mengakuisisi perusahaan batubaraasal Australia Ignite Energy. Rencana ini, bukan hanya sekadar untuk ‘go international’ semata, tapi juga untuk transfer teknologi pengolahan batubara menjadi minyak.

Untuk mengetahui rencana akuisisi tersebut, Direktur Utama PTBA Milawarma memaparkan lebih jauh kepada Warta Ekonomi dan beberapa wartawan di sela BUMN Marketeer Club, Senin (19/5), di Jakarta. Berikut nukilannya:

 

Bagaimana mengenai ekspansi Bukit Asam ke Victoria?

Jadi yang Victoria ini kita ditawari untuk bekerjasama, untuk mengembangkan teknologi mengubah batubara menjadi minyak dan bisa menghasilkan juga PCI, atau Pulverized Coal Injection untuk industri baja. Nama perusahaannya Ignite Energy. Dia sekarang pemegang teknologi untuk mengolah batubara menjadi minyak dan juga menjadi PCI. Dan juga mereka mempunyai teknologi bioenergi. Namanya nusela. Mereka mempunyai properti aset batubara atau wilayah pertambangan dengan sumber daya sekitar 16 miliar ton.

Kita sebagai salah satu strategic partner yang diundang bersama-sama mereka untuk mengembangkan Ignite Energy ini. Baik mengembangkan teknologinya, dan juga mengembangkan tambangnya. Dan ini atas persetujuan dari pemerintah Victoria. Karena kami sudah ketemu dengan menteri energinya Victoria, dan mereka welcome PTBA untuk masuk kesana. Karena PTBA dianggap perusahaan yang lead di bidang pertambangan. Sedangkan mereka lead di bidang teknologi pengolahan batubara menjadi minyak.

 

Nilai investasinya?

Belum, ini baru MoU. Akan ditindaklanjuti dengan due dilligence.

 

Bagaimana bentuk partnership-nya nanti?

Termasuk di dalam due dilligence nanti. Kita nanti masuk di teknologinya saja, atau masuk di sumber dayanya juga. Atau masuk di kedua-duanya. Tapi yang jelas, kalau dari Ignite Energy mereka open. Silakan PTBA, mau masuk di teknolgi, dan juga di sumberdayanya. Karena diharapkan PTBA nanti mengolah sumberdayanya. Karena basic kita adalah penambang, dan mereka di teknologi.

Insya Allah kita lagi proses untuk due dilligence. Dan kita harapkan Agustus apa September sudah diputuskan kita akan masuk kesana sebagai pemegang saham atau sebagai partner.

 

Berapa persen target kepemilikan yang akan diakuisisi?

Mungkin untuk sekarang kita tidak majority. Mungkin antara 15%-30%. Tapi yang jelas tujuannya agar kita menjadi pihak yang ikut mempunyai teknologi untuk memroses batubara menjadi minyak dan PCI. Sehingga nanti, kalau teknologi itu sudah kita adopt akan kita pakai sendiri dulu untuk lokasi kita dan market-nya nanti kita kembangkan untuk Indonesia.

 

Bagaimana dengan market-nya sendiri di Indonesia?

Indonesia bisa kita pakai sendiri. Atau bisa juga untuk ekspor. Yang jelas minyak dari batubara harus di-refinery dulu. Refinery-nya bisa di Pertamina atau di luar. Katakanlah di Singapura.

 

Bagaimana hitung-hitungan bisnisnya?

Secara indikatif sudah. Makaya saya teken MoU (memorandum of understanding). Tapi secara definitif tentu hitung-hitungannya secara pasti akan kita lakukan setelah due dilligence.

Jadi investasinya saat ini sedang dalam tahap demo plan. Metode berhasil tahap satu, tahap dua. Yang sedang digarap ini ialah komersial tahap satu. Tapi lokasi masih di Victoria. Itu di Australia Selatan. Itu dengan tingkat produksi 1,4 juta ton equal batubara. Rencananya ke depannya kalau bisa tahapan berikutnya ialah 8 juta ton batubara. Rasionya sih per 3 juta ton batubara menghasilkan satu barel minyak mentah, plus 0,6 ton PCI coal. PCI coal itu levelnya sudah semi cokes yang digunakan untuk industri baja. Ini yang nanti akan kita copy paste untuk kita kembangkan di Indonesia.

Untuk mencapai 8 juta ton feeding batubara itu investasi yang dibutuhkan sekitar US$500 juta. Untuk teknologi itu ya. Tapi apakah nanti benar sebesar US$500 juta, atau bisa naik apa turun, kemungkinan tingkat keekonomiannya seperti apa? partisipannya berapa persen. Tentunya setelah kita finalisasi due dilligence.

 

Dari mana sumber pendanaannya?

Belum masuk di capex (capital expenditure) tahun ini. Tapi tetap dari budget internal. Cash kita kan masih Rp3,5 triliun. Tapi kan karena waktu itu belum ada langkah gede. Ini kan baru ya. Nanti kita lihat akhir tahun, apakah kita akan masuk, atau opsi yang terjelek, kita hanya pakai teknologinya. Tapi opsi yang lainnya, kita ikut memiliki teknologinya. Opsi yang lebih tinggi lagi, kita ikut memiliki teknologi dan tambang yang 16 miliar ton itu.

Sementara pakai budget internal. Tapi kalau kita lihat akan menjadi proyek yang sangat marketable, tentunya kita akan masuk lewat project financing. Jadi bukan PTBA yang membiayai dirinya sendiri melalui project pemerintah.

 

Bagaimana dengan strategi market batubara 50%:50% untuk dalam dan luar negeri?

Saat ini kan kita sudah 50-50. Yang jelas kita tidak mau 100% domestik, atau 100% ekspor. Itu bahaya. Kita tetap memanfaatkan dua-duanya. Dua-duanya ini tetap premium price. Pasar utama kita. Kenapa? Karena masing-masing punya kelemahan dan kelebihan.

Kelebihan domestik ialah pasti permintaannya ada. Kemudian juga di saat-saat tertentu currency itu menguntungkan penjualan domestik. Kondisi yang ketiga, memang domestik membutuhkan batubara medium sampai low chalorie. Sedangkan ekspor itu kan lebih banyak ke high chalorie. Memang kondisi tertentu ekspor membutuhkan yang medium juga. Tapi yang jelas karena kita punya yang high chalorie, itu kan tidak dipakai di dalam negeri. Jadi utility di Indonesia tidak ada yang pakai high chalorie, padahal kita punya. Dan high chalorie itu keuntungannya, marginnya lebih tinggi diekspor. Jadi by nature kita melihat domestik tetap dibutuhkan, ekspor tetap dibutuhkan.

Apabila rupiah melemah, ekspor lebih menguntungkan. Tapi bukan berarti domestik kita tinggalkan. Itu bahaya juga. Baik dari sisi nasionalnya maupun dari sisi bisnis. Karena industri ini ngga bisa hari ini kita pasok, besok tidak akan kita pasok. Batubara kan tidak bisa disimpan lama-lama. Seperti barang consumer good yang bisa disimpan setahun. Batubara kan tidak bisa.

 

Apa yang akan dilakukan terkait pemenuhan mix market tersebut?

Kita juga dalam waktu dekat ini akan masuk ke perdagangan batubara di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Dan mungkin yang pertama. PTBA yang akan lead dulu, dan nanti Insya Allah akan diikuti oleh pemain batubara yang lainnya. Sehingga pembentukan batubaranya itu lebih transparan.

 

Apa yang Bapak targetkan dari masuk ke perdagangan BBJ itu?

Untuk mendapatkan indeks perdagangan batubara yang sangat fair. Karena begini, sama seperti bursa timah kan sebenarnya. Sehingga indeks batubara di Indonesia itu akan terbentuk di bursa. Bukan di negosiasi antar B2B (business to business). Kalau B2B dalam konteks transparansi tidak masalah. Tapi kan kadang-kadang antara “pedagang”, dengan pembeli yang katakanlah tidak mempunyai sumber daya. Sehingga terjadi pengaturan harga. Kalau ini (di BBJ) kan transparan, kalau terjadi transaksi akan ketahuan.

 

Bagaimana dengan rencana manufacturing peralatan pertambangan?

Produksi alat-alat tambang ini sebenarnya sekarang sudah kita mulai. Yang sudah kita ujicobakan dan sudah kita pakai itu alat pendukung untuk membongkar batubara. Itu kita coba, meskipun belum 100% ya. Kemudian yang kedua ship loader. Jadi alat untuk memuat batubara dari pelabuhan ke kapal. Sudah proven, sudah dioperasikan. Dan ke depan, kita akan tingkatkan kapasitasnya. Shiploader hanya untuk sekelas tongkang. Ke depan kita akan coba untuk yang katakanlah sekelas pelabuhan-pelabuhan laut dalam.

Jadi peralatan-peralatan tambang dalam konteks coal handling equipment. Bukan dump truck, dan eskavator. Bukan ya. Tapi yang spesifik. Kita akan coba produksi sendiri, kan kalau bisa untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

 

Jika nanti dikomersialkan, apa kapasitas PTBA sudah memadai?

Workshop kita cukup memadai. Kita sedang melakukan penjajakan dengan partner kita dari Jerman. Untuk menggunakan teknologi expertise mereka, dicampur dengan ketersediaan prasarana kita, workshop kita. Kemudian orang-orang kita. Yang sudah proven, katakanlah membuat ship loader. Kita kawinkan untuk membuat peralatan yang spesifik, lebih menguntungkan. Dan dibutuhkan untuk peralatan-peralatan tambang.

 

Siapa partner-nya Pak?

Belum boleh dikasih tahu. Nanti dilamar orang. Hehe.

 

Sudah sejauh mana hubungan dengan partner tersebut?

Baru penjajakan. Tujuannya apa? Karena kita ingin menggantikan. 30% peralatan tambang PTBA ini kan berbasis listrik. Dan 70% itu berbasis BBM. Tujuan ke depannya kalau bisa 100% itu berbasis listrik. Tapi yang dihasilkan dan cocok dengan kondisi lokal Indonesia. Ini yang akan kita kembangkan.

 

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 10 Tahun 2014

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/jafei
Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: