Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Saving Private Smith', Kisah Nyata PD II, Yang Guncang Hollywood

Warta Ekonomi -

WE Online, Barnad Castle, Inggris - "Saving Private Ryan" menjadi film klasik Hollywood mengenai seorang prajurit dalam Perang Dunia II, yang ditarik dari garis depan, karena tiga saudara laki-lakinya gugur di medan perang.

Tetapi, perjalanan hidup nyata dari Prajurit Smith, yang dipulangkan dari Perang Dunia I setelah kematian lima saudara laki-lakinya, membayangi film tersebut.

Lima nama pemuda dari keluarga Smith terukir pada Batu nisan sederhana di sebuah desa di kota Barnard Castle, Inggris utara, Robert, George Henry, Frederick, John William dan Alfred.

Kematian mereka terjadi dalam dua tahun perang sengit di Western Front, menceritakan tragegi keluarga yang tiada taranya, kini Wilfried, satu-satunya saudara laki-laki bungsu yang selamat menyediakan drama yang bisa bernilai besar.

Bagi cucu perempuan Wilfred, Amanda Nelson, kesedihan keluarganya di masa lampau menjadi nyata baru-baru ini ketika ia duduk menyaksikan film karya Stephen Spielberg "Saving Private Ryan".

"Selama saya menonton film itu saya berpikir -- ini persis seperti yang menimpa kakek," kata petugas perawatan berusia 47 tahun, yang masih tinggal di Barnard Castle.

"Seharusnya disebut 'Saving Private Smith', karena faktanya ia dipulangkan dari perang sebab lima saudara laki-lakinya sudah gugur." "Ini sebuah film sedih tetapi membuat saya berpikir bahwa film itu diangkat dari kisah keluarga kami," katanya.

Ketika Wilfred bergabung dalam pertempuran tahun 1917 dalam usia 19, keluarga Smith sudah berduka.

Robert meninggal pada 1916 dalam usia 21, tak lama berselang disusul oleh George Henry Smith yang berusia 26 di medan perang Somme.

Frederick meninggal di medan laga Ypres pada 1917 sedangkan kakak tertua, John William juga meninggal pada tahun tersebut, dan Alfred meninggal pada Juli 1918, hanya emat bulan sebelum perang berakhir.

Tertumpuk bersama dokumen keuarga berusia 100 tahun, bersama ibunya, Dianne Nelson, yang juga putri Wilfred, Amanda menunjuk pada foto kenangan atas empat pemuda Smith dalam pakaian seragam sebelum menuju kancah perang.

"Agaknya nenek buyut saya akan berkata 'jangan punya anak laki-laki, karena mereka hanya akan tumbuh untuk menjadi prajurit pengumpan meriam," kata Amanda kepada AFP.

Dari beberapa ratus pria Barnard Castle yang ikut berjuang dalam Perang Dunia I, sebanyak 125 orang yang gugur.

Harga mahal yang harus ditebus oleh Margaret Smith terungkap pada saat kota itu meresmikan monumen perang pada 1923, ketika ia terpilih untuk meletakkan rangkaian bunga yang pertama, bersama Wilfred di sampingnya.

Pada saat itu ia juga sudah kehilangan suaminya, John.

"Yang dia miliki hanya tinggal kakek saya Wilf," tutur Amanda.

Konflik yang berlangsung selama empat tahun itu menelan 10 juta korban jiwa dan 20 juta orang yang cedera dan yang buntung di medan perang -- sejuta orang meninggal di Inggris dan kerajaannya.

Bukannya tidak umum bagi keluarga di Inggris untuk kehilangan lebih dari satu putra, khususnya ketika banyak teman dan keluarga atau rekan kerja yang bergabung dalam "Brigade Teman" yang dibentuk secara lokal.

Satu hari pembantaian di medan perang di Prancis atau Belgia bisa menumpas satu kelompok masyarakat bahkan seluruh pria dalam satu keluarga.

Kisah sedih keluarga Smith mendorong istri dari pendeta setempat untuk menulis surat kepada Ratu Mary, istri dari Raja Goerge V, yang isinya memohon agar Wilfred dipulangkan.

"Kota itu menyadari pengorbanan besar yang sudah dilakukan oleh keluarga Smith," kata Peter Wise, ahli sejarah setempat yang belum lama ini mengungkap arsip-arsip yang menunjukkan banyak campur tangan kerajaan ke media setempat.

"Kehilangan lima putra adalah sangat banyak, dan kematian putra yang terakhir yang memicu aksi ini.

Istri pendeta itu, Ny. Bircham menulis kepada ratu dan dikabari bahwa suratnya sudah diteruskan kepada pihak yang berwenang.

"Tindakan segera dilakukan maka surat itu sangat berguna." kata Wise.

Wilfred dipulangkan dengan selamat meskipun selama bertahun-tahun menderita gangguan pernafasan akibat serangan gas mustard.

Ia tinggal di Barnard Castle, menikah dan bekerja sebagai pembersih cerobong asap dan tukang batu kemudian meninggal pada usia 74 pada 1972.

Wilfred kerap mengunjungi monumen untuk mengenang saudara-saudaranya, suatu kebiasaan yang dilanjutkan oleh putrinya, kini berusia 70.

"Ayah saya tidak pernah membicarakan perang. Ia tidak suka menyebut sesuatu yang terkait dengan itu," kenang Nelson sambil memandang nama-nama lima orang paman yang tidak pernah ditemuinya.

"Ia seorang ayah yang baik," tambahnya.

"Bila kakek saya tidak dikirim pulang, kami tidak akan ada di sini," kata Amanda, "Namun nama Smith masih akan terus ada." (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: