Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Banyak Perusahaan yang Langgar Klausula Baku

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Ketua Komisi IV Bidang Kerja Sama dan Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Firman Turmantara Endipradja mengungkapkan bahwa masih banyak perusahaan swasta, termasuk perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satunya pencantuman klausula baku atau perjanjian sepihak yang lebih merugikan konsumen ketimbang perusahaan.

Contohnya, menurut Firman, adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Perusahaan pelat merah ini pernah mendapat sorotan BPKN karena menerapkan klausula baku dalam payment point online bank (PPOB) atau biaya administrasi untuk pembayaran tagihan secara masuk online melalui bank.

"Kami dari tahun 2007 menuntut cabut itu, tapi sampai sekarang belum dicabut," kata Firman.

Ia dan rekan-rekan pemohon sejak tahun 2007 telah mengingatkan PT PLN dalam program PPOB karena setiap pembayaran tagihan listrik pengguna layanan pembayaran online perbankan akan dikenakan biaya antara Rp 1.650 hingga Rp 1.900 setiap rekening pelanggan per bulan.

"Memang transaksi ini menyenangkan kalangan perbankan, namun merugikan konsumen sebab dasar pungutan tidak jelas dan bisa disebut pungutan liar," terang dia.

Firman juga mengingatkan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen sudah melarang penggunaan klausula baku. Artinya, larangan itu sudah ada sejak 1999 silam. Pasal 18 dimaksud sudah menguraikan jenis-jenis klausula baku yang dilarang dalam setiap perjanjian atau dokumen, seperti menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, menyatakan bahwa pelaku usaha berhak untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen, menyatakan bahwa pelaku usaha berhak untuk menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.

Sementara itu, berkaitan dengan ruang lingkup berlakunya larangan klausua baku, Firman berpendapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tunduk pada UU Perlindungan Konsumen.

"OJK harus mengacu ke UU Perlindungan Konsumen dalam membuat surat edaran maupun sanksi," kata Firman.

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sri Rahayu Widodo menyambut baik masukan yang diberikan oleh Firman. Surat edaran yang tengah digodok tersebut merupakan aturan pelaksana dari POJK Nomor 1/2013 tentang Perlindungan Konsumen.

"Larangan klausula baku telah tertuang di UU perlindungan konsumen sehingga Peraturan OJK merupakan upaya kami untuk menerapkan itu di industri keuangan sesuai dengan karakteristik usahanya," papar Sri.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: