Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Aksi Penolakan Bank Syariah Disebabkan Kurangnya Pemahaman

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Isu penolakan bank syariah di Bali oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Hindu Muda Bali (AHMN) santer berkembang belakangan ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator yang mengawasi perbankan, termasuk bank syariah, melihat aksi penolakan tersebut disebabkan oleh kurang pahamnya mereka tentang prinsip syariah yang dilakukan lembaga jasa keuangan.

Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Edy Setiadi mengatakan mereka seolah-olah melihat bank syariah adalah lembaga keagamaan. Padahal, sebetulnya bank syariah itu lembaga keuangan yang mencari profit dan melayani setiap orang, baik muslim maupun nonmuslim.

"Sebetulnya, ini ada kemungkinan kekurangpemahaman terhadap konsep keuangan syariah itu sendiri. Saya rasa ini terjadi bukan hanya di kita. Artinya, di luar pun pernah terjadi seperti itu karena memang seolah-seolah ini yang dibawa adalah panji agama. Padahal, ini adalah lembaga ekonomi atau keuangan yang menjual produk berdasarkan prinsip syariah. Jadi, kalau lembaga ekonomi tuntutannya pasti harus profit, harus sustainable. Sebenarnya, syariah itu merupakan isu dunia bukan lagi jadi pendekatan agama, tapi sudah universal," jelas Edy kepada Warta Ekonomi, belum lama ini.

Lebih lanjut, Edy mencontohkan kalau konsep syariah ini merupakan konsep universal dan sudah banyak negara maju yang notabene berpenduduk mayoritas nonmuslim mengembangkan konsep tersebut. Bahkan, Inggris menyatakan dirinya sebagai pusat keuangan syariah di dunia.

"Bahkan, kalau kita lihat di negara nonmuslim yang berkembang dengan cepat. Tidak hanya sistem keuangan, tapi juga sistem pendidikannya. Katakanlah seperti di London. Dia mengatakan sebagai pusat keuangan syariah di dunia saat ini. Artinya, ini ada suatu gap di dalam pola pemahaman di Bali. Mungkin, itu yang sedang kita pelajari dan saya melihat ini bukan isu krusial hanya ada gap informasi pemahaman saja," tuturnya.

Oleh sebab itu, dalam waktu dekat pihaknya akan mempelajari dan melihat lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi di Bali karena tahun lalu saat Bali menjadi tuan rumah seminar internasonal tentang perbankan syariah, tidak ada penolakan yang terjadi.

"Saya ingin (mengetahui) secara lebih dekat lagi seperti apa yang terjadi di sana. Kita tidak akan langsung menyalahkan, tapi kita melihat di lapangan apa yang sebetulnya ada di bawah itu. Tentunya juga di sini perlu pendekatan karena kalau ini membawa agama tentunya nanti akan risih antar-agama dan itu tidak baik. Oleh karena itu, kita tidak melihat ini pada pendekatan agama, tapi ini adalah produk yang diluncurkan oleh lembaga keuangan," terang Edy.

Dia juga menjelaskan pihaknya akan melihat dari pelaku usaha jasa keuangan, khususnya yang memiliki bank syariah untuk dimintai keterangan terkait masalah tersebut.

"Ini saya duga mungkin dalam perjalanannya ada sedikit sleg. Oleh karena itu, saya akan melihat dari perbankan syariahnya juga. Harusnya eksposure-eksposurenya tidak mengenal agama, siapapun dilayani, bahkan bila kita lihat pemimpin cabangnya itu orang Hindu. Nasabahnya juga orang Hindu di sana. Jadi, ada apa?" pungkasnya.

Saat ini di Bali ada sekitar 10 bank syariah, tiga unit usaha syariah, dan satu BPR syariah. Sementara itu, pertumbuhan market share di Bali juga cukup menggiurkan. Menurut Edy, tahun lalu market share di Bali melebihi pertumbuhan nasional.

"Saya belum lihat sekarang, tapi yang jelas tahun lalu growth-nya itu melebihi nasional. Kalau growth nasional sekitar di bawah 20%. Nah, di Bali lebih cepat dari itu dan pangsanya dibanding konvensional sudah cukup bagus," tutup Edy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: