Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketimpangan Kacamata Piketty, Solusi Ala CT

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Ekses negatif dari sistem ekonomi yang bertumpu pada modal adalah adanya ketimpangan kemampuan ekonomi masyarakat. Berbagai macam strategi makro menjadi perhatian dunia, tetapi Menko Perekonomian Chairul Tanjung dalam orasi ilmiah di Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia mengambl jalan keluar mandiri berwirausaha.

Pertengahan Juli, Chairul Tanjung memperoleh gelar Doktor Honoris Causa bidang kewirausahaan dan penetapan sebagai Visiting Profesor dari Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia. Gelar Kehormatan tersebut diserahkan langsung Yang Di-Pertuan Agung Malaysia, Almu'tasim Billahi Muhibbuddin Tuan Al Haj Abdul Halim Mu'adzam Shah Ibni Almarhum Sultan Badlishah.

Chairul Tanjung adalah orang ketiga dari luar Malaysia yang menerima gelar kehormatan di kampus yang berlokasi di Selangor Malaysia. Gelar pertama diberikan UiTM kepada Nelson Mandela untuk bidang politik. Sedangkan gelar kedua diberikan kepada ilmuwan kimia Atta ur Rahman asal Pakistan.

Dalam orasi ilmiahnya, Chairul Tanjung mengajak untuk menjadikan kemiskinan dan ketertinggalan sebagai musuh bersama. Masalah tersebut harus diselesaikan dengan memperbaiki kualitas sumberdaya manusia.

Selain kualitas manusianya, faktor yang menciptakan ketimpangan adalah lingkup budaya miskin. Faktor tersebut bisa dilihat dari sikap mental atau karakter yang membuat masyarakat sulit keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan.

Pengusaha yang kini menjabat Menteri Koordinator Perekonomian ini kemudian menyebut faktor penyebab ketiga adalah ketimpangan, yang dilihat dari perasaan rendah diri, terlihat dari: malas karena alam telah menyediakan segalanya; menggantungkan diri pada pertolongan; merasa terkucil; dan terpingirkan. CT panggilan akrab Chairul Tanjung mengatakan bahaya laten ketimpangan ini kian membesar di negara Indonesia dan Malaysia.

 

Membedah Ketimpangan

Dua bulan sebelumnya, dunia digegerkan oleh ekonom kenamaan Perancis Thomas Piketty, yang juga melontarkan ketimpangan sebagai masalah serius di negara-negara maju. Pandangan Piketty yang dituliskan dalam buku ‘Capital in the Twenty-First Century’ bertitiktekan pada tesis ketimpangan bukanlah kecelakaan dari ekonomi dan pembangunan, tetapi berupa sisi lain kapitalisme yang tidak dapat diobati kecuali dengan intervensi pemerintah.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa walaupun kapitalisme telah mengalami perubahan tetapi ketimpangan sekecil apapun tetap akan menjadi ancaman negara yang paling demokratis sekalipun.

Istri mantan Presiden AS Hillary Clinton membenarkan ketimpangan sebagai masalah besar dunia. Dalam sebuah wawancara Germany’s Der Spiegel, ia membenarkan apa yang ditulis oleh Piketty telah merongrong stabilitas negaranya sepanjang dua dekade terakhir.

Sebagaimana dilansir media online Politico, meskipun Hillary belum membaca buku tersebut, tetapi dirinya sudah membaca berbagai macam tulisan yang fokus pada masalah ketimpangan. Menurut Hillary, pada prinsipnya ketimpangan yang diangkat Pikatty menunjukkan adanya ketidakseimbangan perekonomian, yang terlalu padat modal ketimbang padat tenaga kerja.

Dengan kata lain, ketimpangan yang dalam sistem majikan-buruh telah sedemikian akut karena unsur kapital yang mendominasi. Faktor manusia dalam sistem majikan-buruh sebenarnya telah menjadi perdebatan ideologi sejak perang dunia pertama.

Agar lebih objektif membahasnya, mari kita lihat sumber pendapatan setiap rumah tangga:

  1. Sebuah rumahtangga ekonomi memperoleh pendapatan berupa upah (wages) apabila menjual jasa.
  2. Sebuah rumahtangga ekonomi memperoleh pendapatan berupa keuntungan (margin profit) apabila menjual barang.
  3. Sebuah rumahtangga ekonomi memperoleh pendapata sewa (rent) apabila menyewakan barang.
  4. Sebuah rumahtangga ekonomi memperoleh bunga (interest) apabila memperoleh laba dari uang yang disimpan pada institusi keuangan.
  5. Sebuah rumahtangga ekonomi memperolah komisi (fee) apabila memperoleh bayaran lain dari suatu pekerjaan.

Pada dasarnya bentuk nilai tambah utama yang diperoleh individu berupa upah dan margin. Misalnya orang bekerja di sebuah perusahaan untuk memperoleh pendapatan dan entrepreneur menjual barang untuk memperoleh margin yang besar.

Pendapatan sewa dan bunga akan dimiliki oleh mereka yang mempunya kapital sebelumnya. Misalnya, orang yang berinvestasi pada properti disewakan per kamar kos-kosan. Sedangkan rumahtangga yang kelebihan uang, kemudian disimpan dalam bentuk deposito di bank semata-mata untuk memperoleh bunga.

Di luar hubungan perolehan nilai tambah di atas, banyak bentuk kegiatan ekonomi yang memberikan pendapatan bagi para pelakunya. Misalnya, pialang yang berhasil memberikan keuntungan bagi investor akan diberi komisi atas keberhasilannya. Akan halnya tukang parkir yang membantu memutarkan arah kendaraan di jalanan Jakarta dalam bentuk ‘uang Pak Ogah’, atau sedianya masyarakat di kawasan tertentu membentuk parkir liar, maka ia harus menyetorkan sejumlah uang kepada preman yang melindunginya.

Di tanah air, ekonomi masyarakat yang bertumpu pada sumber pendapatan nomor lima seringkali disebut sebagai ekonomi jalanan. Sedangkan disparitas yang terjadi saat ini, menurut Hillary, telah membuat banyak orang mengalami stuck. Karenanya mulai muncul masyarakat yang tidak percaya terhadap kondisi nasib yang lebih baik, merasa tidak perlu lagi bekerja keras, tidak percaya terhadap orang lain dan sistem politik yang semuanya itu akan mengancam demokrasi.

 

Jalan Keluar Ketimpangan

Capital in the Twenty-First Century merupakan buku yang terbit di bulan Mei 2014, dan seketika menjadi The New York Times best seller. Buku ini fokus membedah kesejahteraan dan ketimpangan pendapatan di Eropa dan AS sejak abad ke-18. Kapital menjadi sumber alternatif pertumbuhan karena tidak mungkin bertambahnya jumlah penduduk bisa menjadi kelas produktif. Kreasi kapital pada waktu itu diasosiasikan sebagai faktor produksi yang memiliki teknologi, seperti mesin.

Dalam perkembangannya, kapital memiliki definisi yang lebih luas mencakup kepemilikan uang sebagai alat tukar merupakan kekuatan tersendiri bagi sebuah rumahtangga produksi. Sayangnya, perputaran uang di pasar uang dan pasar modal jauh melebihi sektor riilnya. Sehingga inilah yang membuat kapitalisme menelurkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin mendapati dirinya semakin miskin.

Jumlah populasi yang berlebihan tentunya akan menjadi ancaman apabila tidak mampu beralih menjadi pasar yang memiliki daya beli tinggi. Dalam hubungan yang demikian, Piketty menganjurkan agar pemerintah melakukan redistribusi pajak dunia untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal ini dianggap penting karena banyak negara sudah terjebak sebagai negara pencari rente dalam sistem politik dan hubungan internasionalnya. Yaitu, negara yang hanya mencari selisih keuntungan dari konsinyasi atas pengelolaan sumberdaya alam kepada pihak asing.

Pada abad ke-20 negara-negara yang kaya sumberdaya alam semakin terjebak dalam pola rente demikian. Umumnya berlangsung di negara berkembang, yang memiliki banyak ladang minyak. Tetapi dalam perkembangannya, juga terjadi di negara-negara yang kaya cadangan dolarnya. Sistem ini digunakan karena beberapa alasan, mencakup: memanipulasi kondisi politik dan ekonomi seperti upaya memonopoli, pembatasan perdagangan, dan permintaan subsidi.

Pemikiran Piketty menjadi bahan pembicaraan di sejumlah media barat, sebagian besar menyebut pemikirannya normatif. Misalnya mengenai pemangkasan pajak dan mengurangi pemanfaatan institusi keuangan di masyarakat. Tren sistem selama ini, nyata-nyata telah menggiring kekuatan ekonomi terpusat pada segelintir keluarga, atau yang Piketty sebut sebagai ‘patrimonial capitalisme’.

Dengan mengulas apa yang tengah menjadi pemikiran tren di global, maka tampak solusi yang diungkapkan oleh CT dalam orasi ilmiahnya lebih bertumpu pada penyelesaian mikro entrepreneurship.

Ia berhasil mencontohkan dengan filosofi kupu-kupu yang keluar dari kepompong. Yang berarti, jika ingin maju dan sukses harus seperti kupu-kupu yang mampu berjuang keluar dari kepompongnya dengan kekuatan sendiri.

Filosofi ini pun mengajarkan agar tidak terlalu mengandalkan bantuan orang lain karena hal tersebut justru akan melemahkan semangat juang dalam menghadapi tantangan yang menghadang.

"Kerja keras serta ketekunan akan melatih kita untuk menang dalam persaingan. Filosofi ini perlu ditanamkan dalam diri kita masing-masing," ucap Chairul Tanjung.

Selanjutnya, pembangunan SDM harus pula menumbuhkan jiwa kewirausahaan agar inovasi dapat dikomersialisasi dan pada gilirannya terciptakan nilai tambah yang maksimal.

"Kita harus mampu tidak hanya membaca, menangkap tetapi juga menciptakan peluang agar inovasi yang dihasilkan mampu mempunyai nilai tambah," katanya yang sudah 30 tahun menggeluti bisnis kewirausahaan.

Untuk itu, CT (Chairul Tanjung) mengajak untuk menjadikan kemiskinan dan ketertinggalan sebagai musuh bersama yang harus dilawan dengan kerja keras dan disiplin. Sebagai seorang praktisi dan ekonomi dari Asia, gagasan CT bertumpu pada persaingan yang fair ketimbang mengikuti tren di negara maju, yakni mengandalkan intervensi negara.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 14 tahun 2014

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/jajang
Editor: Arif Hatta

Advertisement

Bagikan Artikel: