Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolom Yuswohady: Kelas Menengah Muslim dan Pasar Halal

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Makanan halal menjadi salah satu yang menarik perhatian. Respons tersebut bermunculan saat launching buku berjudul Marketing to The Middle Class Moslem. Buku ini disusun berdasar insight yang kami peroleh selama melakukan riset selama enam bulan terakhir dengan responden kelas menengah muslim.

Makanan halal adalah salah satu topiknya. Topik ini kami angkat dalam riset karena beberapa waktu lalu kami menemukan total nilai pasar gaya hidup muslim di Indonesia kurang lebih mencapai US$ 235 miliar (2012), menurut DinarStandard. Pasar ini memiliki cakupan yang cukup luas, meliputi makanan dan minuman kemasan, makanan yang disajikan di hotel, restoran atau warung, hingga obat-obatan dan jamu. Pasar makanan halal ini menjadi kian mencorong ketika kita menyaksikan kecenderungan konsumen muslim Indonesia yang semakin religius dan peduli untuk mengonsumsi makanan-makanan yang halal.

 

Peduli Halal

Konsumen muslim kini tidak hanya mencari kemanfaatan fungsional dan emosional dari produk makanan, tetapi juga manfaat spiritual, yaitu seberapa jauh produk tersebut mengikuti nilai-nilai yang sudah digariskan oleh Islam. Hal ini disebabkan konsumsi makanan dan minuman halal merupakan bentuk kepatuhan kelas menengah muslim pada nilai-nilai Islam yang juga merupakan investasi untuk kehidupan akhirat.

Dengan semakin teredukasi dan open minded-nya konsumen muslim, kami memprediksi bahwa pemahaman terhadap prinsip halal nantinya akan semakin substantif. Mereka memahaminya tak hanya melulu normatif, yaitu sebatas menjalankan perintah agama, tapi lebih jauh lagi dalam rangka betul-betul mencari kemanfaatan yang bersifat universal. Dengan pemahaman yang lebih universal ini kami meyakini label halal nantinya akan memiliki citra yang tidak hanya positif, tapi juga bergengsi tak hanya di kalangan produsen tapi juga konsumen.

 

Informasi Halal

Perkembangan informasi yang kian cepat dan melimpah turut meningkatkan pemahaman kelas menengah muslim akan makanan dan minuman halal. Kini misalnya, mulai banyak program televisi yang secara khusus menayangkan informasi mengenai produk dan makanan halal. Program ini biasanya dilatarbelakangi oleh banyaknya pertanyaan pemirsa yang mampir di meja redaksi, yakni seputar makanan halal.

Selain televisi, media sosial juga menjadi information channel yang kian mendongkrak kesadaran halal konsumen muslim. Media sosial telah menjadi medium terbuka untuk bertanya, memberi informasi, dan mendiskusikan berbagai topik mengenai makanan dan minuman halal. Harus diingat bahwa kelas menengah muslim itu sudah moderen, sehingga kehadiran teknologi digital yang baru justru akan dimanfaatkan untuk berbagi dan berkomunikasi mengenai kehalalan suatu produk.

 

Kepo Halal

Temuan kami berikutnya dari kelas menengah yang notabene knowledgeable adalah makin kritisnya mereka terhadap kehalalan suatu produk. Berbagai upaya dilakukan untuk mengetahui status halal suatu makanan atau minuman. Contohnya adalah mengecek label halal LPPOM MUI ketika akan memilih dan membeli suatu produk. Bila belum menemukan logo halal, yang berikutnya dilakukan adalah mencari informasi di internet. Sebagaimana tersampaikan sebelumnya, bahwa kelas menengah dapat bertanya dan mencari tahu status halal makanan atau minuman melalui media sosial.

Tidak hanya label halal saja yang ingin diketahui oleh konsumen kelas menengah muslim, tapi juga bagaimana proses produksi dan pengolahan makanan, serta jenis bahan-bahan yang digunakan. Kami lebih senang menyebut fenomena ini dengan “kepo halal”, yang tidak lain adalah singkatan dari knowing every particular object, khusus produk-produk halal. Tak mengherankan jika kini produsen makanan dan minuman di berbagai kategori berlomba-lomba mendaftarkan produknya untuk mendapatkan label halal.

 

Komunitas Halal

Di samping identik dengan knowledgeable, kelas menengah juga identik dengan koneksi sosial (social connection) yang tinggi. Dalam konteks makanan halal, hal ini berdampak pada lahirnya komunitas-komunitas yang berpusat pada isu-isu kehalalan. Semangatnya sama, yakni berbagi berbagi informasi sekaligus melakukan edukasi pada masyarakat mengenai konsep halal. Selain aktif di media sosial, komunitas-komunitas ini juga getol melakukan “kopi darat” alias bertemu tatap muka.

Karena kekuatan online dan offline-nya, komunitas kemudian menjadi medium yang sangat ampuh untuk mengedukasi dan mengampanyekan makanan halal. Adanya perasaan bersaudara di kalangan umat Islam menjadikan mereka berkewajiban untuk saling mengedukasi, mengingatkan dan melindungi, termasuk dalam hal mengonsumsi makanan halalan thayyiban (yang halal dan yang baik). Fokus komunitas-komunitas halal ini untuk mengejar manfaat-manfaat spiritual, yakni menebar kebaikan dan mencari pahala melalui distribusi informasi terkait halal.

Pekerjaan rumah (PR) terbesar bagi para pemasar saat ini adalah bagaimana pintar-pintar mengenali berbagai perubahan ini di kelas menengah muslim. Perubahan-perubahan tersebut harus dipahami pada tingkatan (level) perilaku. Dari sini, strategi yang tepat kemudian dapat dipetakan untuk menarget dan menembak segmen muslim. Ayo marketer Indonesia, kita harus cepat berubah untuk memenangkan persaingan ini!

 

Penulis: Yuswohady (Managing Partner Inventure) dan Ikhwan Alim (Business Analyst Inventure)

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 15 Tahun 2014

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Advertisement

Bagikan Artikel: