Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Pengendalian BBM Bersubsidi Sudah Tepat

Warta Ekonomi -

WE Online, Pontianak - Pengamat Energi Sofyano Zakaria menyatakan kebijakan pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan oleh Pertamina sudah tepat sesuai dengan perintah BPH Migas.

"Sah-sah saja, jika Pertamina melakukan pengendalian atau pengurangan pasokan BBM bersubsidi ke SPBU, artinya hubungan bisnis to bisnis," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan langkah Pertamina melakukan pengendalian dengan mengurangi pasokan BBM bersubsidi ke SPBU di seluruh Indonesia sudah tepat, karena ketika menetapkan kuota BBM bersubsidi pemerintah sudah menghitung besaran kebutuhan seluruh Indonesia.

"Contoh di DKI Jakarta yang jumlah kendaraannya tertinggi dibanding provinsi atau daerah lainnya, tentu alokasi BBM bersubsidinya pun terbesar pula," ungkapnya.

Ketika terjadi masalah antrean BBM di daerah-daerah yang memancing pendapat terbuka dari beberapa petinggi di negeri ini, yang mengkritik, menyudutkan kinerja distribusi BBM bersubsidi yang dilakukan Pertamina, terkesan sebagai sikap "buang badan" dari keterkaitannya dengan kebijakan pemerintah itu sendiri.

Apalagi membedakan besaran pengurangan pasokan antara satu daerah dengan daerah lainnya atau antara SPBU lainnya. Pasti akan melahirkan masalah tersendiri dan juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial terkait persamaan hak dan keadilan, katanya.

"Harusnya tidak timbul pernyataan terbuka dari petinggi negeri yang sebetulnya menampakkan ketidakkompakan pejabat dalam menjalankan suatu kebijakan," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Sofyano menambahkan jika pemerintah apalagi Pertamina melakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi jelas memerlukan payung yang jelas dan tegas, setidaknya berupa peraturan menteri ESDM.

"Karenanya salah besar jika ada SPBU yang membatasi penjualan BBM bersubsidi pada masyarakat sepanjang untuk keperluan bahan bakar bagi kendaraan bermotornya dan dalam jumlah sesuai kapasitas tangki BBM pada kendaraan bermotornya," kata Sofyano.

Pemerintah harus menyadari kebutuhan masyarakat terhadap besaran (volume) bagi kebutuhannya tidak mungkin bisa dibatasi apalagi dikaitkan dengan kebijakan pemerintah. Sebagai contoh jika masyarakat memerlukan BBM dua liter/hari, maka mereka akan berusaha mendapatkan BBM sebanyak itu.

"Pemerintah yang hebat dan cerdas, yakni pemerintah yang mampu mengatasi setiap persoalan yang dihadapinya tanpa mengorbankan keberadaan dan kepentingan rakyatnya," ujarnya.

Menurut dia, jika karena masalah anggaran yang sudah melebihi kuota BBM bersubsidi, sehingga harus mengabaikan kepentingan rakyatnya, maka pemerintah itu gagal , sebagai pemerintah yang diimpikan oleh rakyat yang mampu memenuhi hajat hidup dan kebutuhan rakyatnya.

Sofyano juga mempertanyakan penetapan kuota BBM bersubsidi pada APBN 2014 sebesar 48 juta KL, yang akhirnya telah direvisi menjadi 46 juta KL pada APBN-P.

"Itu membuktikan pemerintah tidak mampu menghitung volume BBM bersubsidi yang dibutuhkan masyarakat dengan benar dan akurat, sehingga harus mengoreksi kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan pemerintah itu sendiri," katanya.

Jika Pemerintah "canggih dan benar' dalam menghitung besaran kuota yang ditetapkan dalam APBN-P sebesar 46 juta KL di pertengahan tahun 2014. "Untuk apa pemerintah harus sampai dan terkesan memaksakan untuk melakukan pengendalian BBM bersubsidi?," katanya.

Dia menambahkan ketidakmampuan pemerintah dalam menghitung besaran kuota BBM bersubsidi akan lebih bisa dibuktikan, jika nantinya (pada November dan Desember 2014) ternyata realisasi kebutuhan BBM bersubsidi akan di atas kuota 46 juta KL tersebut, bisa lihat saja nantinya. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: