Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Ahok Tak Sepakat dengan Gerindra

Warta Ekonomi -

WE Online, Depok - Mundurnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dari Partai Gerindra menuai banyak reaksi dari berbagai kalangan.

Bagi yang mendukung langkah Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok itu dinilai baik, tetapi untuk lawan-lawannya termasuk orang-orang di partai tersebut keputusan Wagub DKI Jakarta itu dianggap sangat negatif.

Langkah Ahok yang mengejutkan itu berawal dari kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah. Sikap fraksi-fraksi di DPR terbelah dua kubu sebagaimana saat pemilihan presiden.

Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo memilih untuk meniadakan Pilkada. Rencana perubahan kebijakan yang sangat drastis itu disikapi negatif sejumlah kalangan termasuk Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur ini menilai keputusan Gerindra memperjuangkan wacana pemilihan kepada daerah (pilkada) dilakukan lewat DPRD, sudah tak sejalan lagi dengan aspirasi politiknya. Ia memilih keluar daripada memperjuangkan sesuatu yang bukan merupakan isi hati nuraninya.

"Berarti kalau tetap ada di Partai Gerindra, saya harus memperjuangkan bahwa semua kepala daerah dipilih oleh DPRD. Itu enggak sesuai dengan motivasi saya masuk ke dunia politik," kata Ahok.

Terhadap keputusan Ahok ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, tidak mempermasalahkannya. Mundurnya Ahok, justru memperlihatkan cara berpolitiknya yang sering pindah partai. "Orang akan menilai track record dia. Ini bukti orang jadi kutu loncat," katanya.

Menurut Fadli, mundurnya Ahok dari Gerindra tidak berpengaruh apa pun bagi partainya. Bahkan, ia mempertanyakan kontribusi Ahok terhadap Gerindra. "Kontribusinya kecil dalam Gerindra. Dalam pilpres pun tidak berpengaruh," kata Fadli.

Hal senada disampaikan Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Dia mengaku tidak terkejut dengan pengunduran diri Ahok. "Kami biasa saja. Mundurnya Ahok sama seperti mundurnya PAC (pengurus anak cabang). Jadi, nggak ada masalah, sudah jadi keputusan dia," ujarnya.

Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Mohammad Taufik, bahkan menyambut baik pernyataan Wagub DKI Jakarta itu soal pengunduran dirinya dari keanggotaan Partai Gerindra.

"Dengan senang hati saya terima (surat itu). Kalau saya yang memutuskan, saat menerima surat tersebut pada jam itu juga saya setujui dan saya keluarkan surat keputusan pemberhentiannya," katanya.

Taufik menambahkan, keputusan pengunduran diri itu murni diambil Ahok secara pribadi. Ahok memang perlu keluar dari partai karena menolak memperjuangkan hal yang sama dengan partai itu. "Partai enggak pernah minta dia keluar. Ngapain? Itu kan dimulai dari pernyataan Ahok sendiri. Partai hanya butuh kader yang taat dengan AD/ART organisasi.

Anggota DPRD dari Fraksi PPP, Abraham 'Lulung' Lunggana, penentang Ahok terkait pembersihan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang oleh Pemprov DKI Jakarta, berniat membinasakan karier Basuki Tjahaja Purnama agar tak menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Sebelumnya, Lulung mengatakan, akan menghalangi pelantikan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Alasan Lulung karena dirinya sebagai anggota lembaga legislatif merasa terhina dan tersinggung dengan pernyataan Ahok yang menyebut DPRD pemeras kepala daerah.

Menurut dia, DPRD akan melakukan hak interpelasi atau hak meminta keterangan pemerintah dengan memanggil Ahok untuk mempertanggung-jawabkan pernyataannya soal DPRD. "Ahok harus dibinasakan, binasakan kariernya jadi gubernur. Kalau dulu saya bilang harus diperiksa kesehatan jiwanya, hari ini terbukti, semua orang bilang dia gila," katanya menegaskan.

Gerindra tidak mempermasalahkan bila Ahok mundur dari partai, kata Ketua DPP Gerindra Desmon J Mahesa. Dulu Gerindra meminang Ahok karena kebutuhan akan kepemimpinan di Jakarta. Ahok sebenarnya ingin maju di Pilkada DKI melalui jalur independen. "Gerindra melihat ada kerinduan warga Jakarta atas pemimpin ibukota, peluang Ahok besar." Desmon, meminta masyarakat untuk melihat perubahan yang ada dalam kehidupan Ahok. "Sebelum wakil gubernur dan sesudahnya gimana, kalau ada perubahan ya itu amal jariah. Kami ini ibu yang baik membesarkan anaknya. Biar rakyat yang menilai, anaknya lupa sama ibunya ya sudah kayak Malin Kundang," katanya.

Hargai sikap Ahok Jika ada beberapa pihak yang mencaci maki Ahok karena mengundurkan diri dari partainya, sebaliknya Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tjahjo Kumolo, menghargai sikap politik yang diambil oleh Wagub DKI Jakarta itu.

Malah dia menyebutkan, PDIP membuka pintu bila Ahok ingin bergabung. PDIP mempunyai kedekatan dengan Ahok dan komunikasi politiknya dengan para elit PDIP selama ini berjalan baik. Komunikasi Ahok dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo sejak awal proses pilkada hingga sekarang berjalan baik.

"Mereka sering saling ketemu dan curhat. PDIP akan senang menerima bila kelak Ahok ingin bergabung. Tambah teman istilah Pak Jokowi," katanya.

Jokowi juga memuji langkah Ahok yang memutuskan keluar dari Partai Gerindra, setelah berbeda sikap soal RUU Pilkada. Menurut Jokowi, itu merupakan bukti keberaniannya dalam memperjuangkan demokrasi langsung di Indonesia. Pak Ahok sudah merasakan sendiri bahwa hanya Pilkada langsung yang lama-kelamaan akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.? Presiden terpilih itu juga menjamin langkah yang diambil Ahok ini tidak akan mengganggu kinerjanya yang akan segera menjadi Gubernur DKI. "Asal orientasinya kepada rakyat, ke masyarakat, ke kota, ke warga, saya kira tidak akan ada yang terganggu." Pakar hukum tata negara, Margarito juga berpendapat, pengunduran diri Ahok dari Gerindra tidak akan mengubah statusnya. Saat Gubernur Jokowi dilantik sebagai Presiden, Ahok bakal melenggang menggantikan jabatan Jokowi.

"Status hukum sebagai gubernur tidak terganggu," kata Guru Besar Fakultan Hukum Universitas Khairun Ternate itu, dan menambahkan karena kepala daerah yang berasal dari kader parpol berbeda dengan anggota parlemen.

Pengamat politik dan peneliti dari CSIS, Philips Jusario Vermonte, menilai keputusan Wagub DKI Jakarta itu sudah benar karena lebih memilih mengemban tugas publik daripada kepentingan partai.

Dia juga berpendapat, bagi Ahok dukungan partai bukan hal yang utama dalam kepemimpinannya sebagai wagub. "Dulu Ahok kan ingin memulai sebagai calon independen saat Pilgub DKI Jakarta, dia sudah mulai mengumpulkan KTP warga. Jadi, menurut saya, Ahok memang percaya bahwa tugas publik ini lebih besar daripada afiliasi ke partai," u8jarnya.

Terkait dengan proses pelantikannya sebagai gubernur definitif DKI Jakarta yang harus mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta, Philips mengatakan berdasarkan formasi Ahok masih bisa mendapat persetujuan untuk menjadi gubernur definitif.

Terhadap anggapan bahwa Ahok akan pindah ke partai lain setelah pengunduran dirinya dari Gerindra, Ahok menjamin tidak akan membelot ke partai politik mana pun karena dia akan fokus membenahi ibu kota selama tiga tahun sisa pemerintahannya.

Dia juga mengaku tidak akan menerima tawaran jadi menteri dalam kabinet Jokowi-JK mendatang. "Saya mau membereskan semua tugas di DKI Jakarta. Jokowi tidak akan menginstruksikan dirinya jadi menteri, sebab Jokowi lebih memercayainya untuk menyelesaikan permasalahan ibu kota." "Kami berdua (bersama Jokowi) sudah janji sama warga Jakarta. Pembagian tugasnya, beliau (Jokowi) di pusat dan saya di Jakarta. Ini komitmen amanah yang diberikan warga DKI Jakarta untuk dituntaskan," ujar mantan anggota Komisi II DPR itu.

Isu yang santer mencuat, Ahok dicalonkan menggantikan posisi Gamawan Fauzi sebagai menteri dalam negeri. Di beberapa polling kandidat, Basuki juga diunggulkan menjadi mendagri. Namun, Ahok mengaku tidak ditawari dan tak berminat duduk di posisi mendagri, meski berwenang merevisi kembali pasal pilkada oleh DPRD setempat pada RUU Pilkada.

Dia malah mengapresiasi langkah mendagri yang mulai pro pada pilkada langsung. "Kami mesti tunjukkan bahwa rakyatlah yang menentukan perwakilan, sudah diputuskan MK juga saat reformasi dulu. Perwakilan itu adalah pemilihan langsung, bukan melalui broker, yaitu DPRD.

"Saya dua tahun di sini sudah setengah mati memutuskan APBD. Jika pertanggung-jawabannya semua ke DPRD, sudah lama saya dipecat," kata Ahok.

Seperti kata Direktur Saiful Mujani Research and Consultan, Djayadi Hanan Gerindra tidak bisa terus-menerus meminta Ahok untuk patuh pada partai. Dalam kondisi saat ini, jelas Ahok sangat bertentangan secara prinsip dengan Gerindra dalam konteks RUU Pilkada. Ahok tidak mungkin mendukung pilkada melalui DPRD karena dia merupakan produk pilkada langsung. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: