Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Perlu Penerapan 'Hedging' untuk Antisipasi Gejolak Ekonomi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan manajemen risiko melalui upaya lindung nilai (hedging) perlu diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri yang melakukan pinjaman luar negeri untuk mengantisipasi dampak dari gejolak perekonomian global.

"Kita di BI terus memperhatikan risiko valas, khususnya kepada nilai tukar. Kita lihat pinjaman luar negeri terus berkembang. Bahkan, utang luar negeri swasta 2014 sudah lebih besar daripada pemerintah," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat rapat koordinasi di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu (17/9/2014).

Agus menuturkan sekitar 88 persen perusahaan-perusahaan domestik tidak melakukan lindung nilai sehingga berisiko besar terhadap kinerja perusahaan tersebut apabila terjadi fluktuasi nilai tukar.

"Kita berusaha untuk jaga stabilitas nilai tukar. Hedging ini merupakan solusi utama sehingga perusahaan-perusahaan kita punya kinerja yang lebih baik dan akuntabel," ujar Agus.

Agus sendiri menyambut baik adanya upaya inisiatif penerapan manajemen risiko melalui hedging tersebut, namun perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik dan benar.

"Hedging harus dilakukan sesuai dengan SOP (prosedur operasional standar). Jika terjadi biaya, itu bukan kerugian negara. Ini musti kita jaga dan yakini tidak ada moral hazard di dalamnya," kata Agus.

Rupiah sendiri pada perdagangan Rabu (17/9/2014) dibuka menguat 0,36 persen ke Rp 11.928 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (16/9/2014) ditutup di level Rp 11.971 per dolar AS.

Stabilitas rupiah kini masih dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait dengan dinamika geopolitik, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta terkait dengan kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan semula.

Sementara itu, faktor lainnya adalah faktor sentimen domestik terkait dengan perilaku investor yang menunggu rencana kebijakan pemerintah ke depan, termasuk kebijakan terkait dengan subsidi energi. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: