Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hasil Pertanian Organik Lebih Mahal di Bali

Warta Ekonomi -

WE Online, Denpasar - Komoditas hasil pertanian organik di Bali dihargai lebih mahal dibandingkan dengan hasil pertanian non-organik sehingga mampu memberikan nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan petani.

"Hal itu berlaku untuk semua hasil produksi pertanian dalam arti luas," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Ir Ida Bagus Wisnuardana di Denpasar, Kamis (18/9/2014).

Ia mengatakan gabah beras putih hasil pertanian organik dihargai Rp 4.300/kg, sementara non-organik Rp 4.200 sehingga organik lebih mahal Rp 100 untuk setiap kilogramnya. Dalam bentuk beras putih organik R p12.000/kg, beras non-organik hanya Rp 8.500/kg sehingga selisih harga mencapai Rp 3.500 per kilogram. Gabah beras merah organik Rp 6.000/kg dan non-organik hanya Rp 5.000 sehingga ada selisih Rp 1.000 setiap kilogramnya.

Wisnuardana menambahkan bahwa untuk beras merah organik mencapai Rp 18.000/kg, non-organik hanya Rp 16.000 sehingga mempunyai selisih Rp 2.000/kg. Buah naga organik Rp 27.000/kg dan non-organik hanya Rp 25.000/kg. Demikian pula bawang merah organik mencapai Rp 15.000/kg, non-organik hanya Rp 10.000/kg sehingga terdapat selisih Rp 5.000 untuk setiap kilogramnya.

Ia menjelaskan perbedaan harga antara hasil pertanian organik dan non-organik juga berlaku untuk sayur-mayur yang mencapai Rp 5.545/kg. Untuk jenis kol, misalnya, hasil pertanian organik Rp 4.000/kg, non-organik Rp 3.000/kg, wortel organik Rp 13.500 dan nonorganik Rp 7.000/kg, sedangkan bunga kol organik Rp 13.500 dan non-organik Rp 8.000.

Bali mengembangkan pertanian organik dengan sasaran mampu memberikan fungsi ganda, yakni meningkatkan pendapatan petani dan mengembalikan kesuburan tanah. Menggenerasi tanah dari penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus itu sangat penting untuk memperoleh keanekaragaman hayati dan menyediakan makanan bermutu bagi masyarakat.

"Namun, penerapan pertanian organik itu menuntut adanya kesadaran masyarakat dan petani akan perlunya melestarikan lahan dan menjaga lingkungan dengan menghilangkan penggunaan bahan kimia," ujar Ida Bagus Wisnuardana. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: