Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Harus Buat Kontrak Jangka Panjang dengan Negara Penghasil Minyak

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pemerintah terpilih pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla harus berani membuat kontrak jangka panjang dengan negara penghasil minyak jika ingin keluar dari permasalahan subsidi bahan bakar minyak, kata pengamat ekonomi Hendri Saparini.

"Kontrak jangka panjang akan membuat pemerintah mendapatkan minyak dengan harga murah, tapi ini butuh keberanian pemerintah mendatang untuk membuat perjanjian dengan negara lain," kata Hendri di Jakarta, Jumat (26/9/2014), ketika ditanya alternatif mengatasi permasalahan subsidi BBM yang selalu melebihi kuota.

Ia mengatakan, jika pemerintah masih bertahan dengan membeli minyak di pasar internasional maka tahanan dana subsidi dipastikan akan jebol.

"Harga minyak di pasar dunia itu sangat mahal sementara jika mengikuti pertumbuhan penggunaan minyak dalam negeri sudah dipastikan dana APBN akan terkuras," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) ini.

Menurutnya, pemerintah mendatang sudah sepatutnya mengambil langkah berbeda dengan pemerintah sebelumnya, diantaranya mulai membangun industri minyak mentah dalam negeri.

"Indonesia memiliki minyak dan gas tapi sayangnya tidak punya kilang. Sementara Singapura bisa tidak mengimpor karena mengelola kilang dari beberapa negara sehingga cadangan minyak mereka bisa untuk 100 hari dan Indonesia cuma 30 hari," kata dia.

Ia menambahkan, seharusnya Indonesia tidak perlu terjebak pada permasalahan energi jika berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam membuat berbagai kebijakan. Penentuan strategi ekonomi, menurutnya bukan suatu yg mengawang karena memiliki dasar dan ruh.

"Kalau mau mengacu ke UUD 1945, sudah ada Pasal 33 yang mengatur tetang pengelolaan sumur minyak yang harus dikembalikan ke negara. Tapi, kenyataannya kebijakan tidak begitu," ujar dia.

Ia menerangkan, pemerintah memberikan pengelolaan sumur kepada swasta yang berarti menyalahi konstitusi.

"Inilah saatnya membuat strategi ekonomi yang baru, mumpung pemimpinnya baru," ujar dia.

Rencana kenaikan harga BBM kembali mengemuka setelah pemerintah mengumumkan terjadinya pembengkakan dana APBN akibat terjadinya defisit dalam neraca transaksi berjalan. Pada awal tahun, defisit neraca transaksi berjalan terhadap Pendapatan Domestik Bruto/PDB masih 1,7 persen, namun pada akhir kwartal kedua telah mencapai 2 persen.

Rencana kenaikan harga BBM ini juga menarik perhatian karena berkaitan dengan dua pemerintahan yakni pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berakhir pada Oktober 2014, dan pemerintahan yang baru terpilih yakni Presiden Joko Widodo. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: