Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rizal Ramli: Subsidi Silang BBM Hemat Rp 40 Triliun

Warta Ekonomi -

WE Online, Pekanbaru - Pengamat ekonomi dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal Ramli, mengatakan pemerintahan Presiden RI terpilih Joko Widodo, sebenarnya memiliki banyak jalan untuk mencegah kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, salah satunya lewat kebijakan subsidi silang BBM yang bisa menghemat uang negara Rp40 triliun.

"BBM rakyat ini masih tetap bisa digunakan untuk motor, angkot dan nelayan, tapi untuk mobil mewah akan cepat rusak. Dari subsidi silang ini, konsumsi BBM subsidi dari 55 persen akan turun jadi 40 persen dan pemerintah hemat Rp40 triliun," kata Rizal Ramli ketika dihubungi Antara di Pekanbaru, Minggu (12/10/2014).

Menurut Rizal rencana kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi seharusnya bisa dihindari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla karena sebenarnya masih banyak cara lain untuk mengurangi defisit neraca perdagangan selain dari menaikkan harga. Dengan subsidi silang, lanjutnya, pemerintah bisa mempertahankan harga BBM jenis premium namun kandungan oktan diturunkan.

Menurut dia, premium di Indonesia terlalu "mewah" karena kandungan oktan mencapai 88, dan jauh lebih tinggi dibandingkan jenis serupa di Amerika Serikat sekali pun yang oktannya hanya 86. Ia meyakini cara tersebut bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi sekitar 40 persen karena pemilik mobil mewah yang biasa ikut "menyedot" BBM subsidi takut mobilnya rusak.

"Yang dinaikkan adalah harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertamax Plus, yang untuk orang kaya bermobil mewah," katanya.

Ia mengatakan, kebijakan subsidi silang merupakan langkah jitu yang bisa diambil pemerintahan RI yang baru, ketimbang memaksakan menaikan harga yang kabarnya bisa mencapai Rp3.500 per liter. Padahal, kebijakan menaikkan harga yang terlalu tinggi bisa menjadi jebakan bagi pemerintahan Jokowi kedepan karena berpotensi melanggar konstitusi.

"Kalau tak hati-hati dan BBM naik sampai Rp3.500, maka harga premium bisa mencapai Rp10.000 dan itu akan lebih tinggi dari harga keekonomian karena biaya produksi premium yang Rp8.400 per liter. Itu sama saja pemerintah melawan konstitusi, dan bukan tidak mungkin presiden bisa di-impeach oleh Koalisi Merah Putih di DPR," kata Rizal Ramli.

Selain itu, ia mengatakan ada cara lain untuk menghemat anggaran tanpa harus menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni pemerintah harus benahi mekanisme "cost recovery" dari industri migas yang terlalu menguntungkan perusahaan, khususnya kontraktor asing. Dari pembenahan cost recovery migas, ia mengatakan pemerintah bisa hemat Rp64 triliun.

Cara lainnya adalah dengan memberantas mafia migas, sehingga negara bisa hemat Rp100 miliar, dan tentunya perlu ada membangun kilang pengolahan BBM baru dan negara bisa hemat puluhan triliun ketimbang selama ini impor yang menguntungkan pemerintah Singapura.

Rizal berharap Jokowi sebagai Presiden RI terpilih untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 dengan tetap menjamin agar harga bahan kebutuhan pokok tetap murah bagi rakyat, dan harganya tidak boleh sama dengan harga internasional. Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004, mengeluarkan putusan yang membatalkan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Migas 2001 yang berbunyi, "Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar".

Artinya, aturan dalam UU Migas itu tidak punya kekuatan hukum dan jika ada upaya-upaya pemerintah tetap menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar bebas, maka hal itu sama dengan melanggar konstitusi. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: