Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perbankan Syariah Menanti Peran Optimal OJK

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Sukses Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas industri keuangan di Tanah Air akan terasa hambar bila kiprahnya belum sepenuhnya bisa dirasakan oleh perbankan syariah.

Sebagai instrumen pengatur, pengawas, dan pelindung bagi industri keuangan yang sehat, OJK sudah semestinya mendorong perbankan syariah Indonesia menjadi makin terkemuka di ASEAN dengan memiliki citra baru yang bersifat inklusif dan universal.

Segudang pekerjaan rumah bagi perbankan syariah memang masih menghadang di depan, mulai dari perlunya pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, hingga strategi komunikasi baru yang memosisikan perbankan syariah lebih dari sekadar bank.

Pelaku perbankan syariah di lapangan kemudian secara khusus telah meminta dan mengharapkan OJK untuk memperbanyak sosialisasi soal perbankan dan sistem pengawasan keuangan berbasis syariah.

"Bankir-bankir senior, terutama di bidang syariah, kini terus dipacu untuk belajar lagi. Akan tetapi, faktanya memang masih banyak SDM perbankan syariah yang sudah lama sekalipun masih kurang paham setelah ada OJK lalu bagaimana?" kata Corporate Communication PT Bank Panin Syariah Subeni.

Menurut dia keberadaan OJK sebagai pengawas industri keuangan, termasuk yang berbasis syariah, jika sampai eksistensinya tidak dimengerti oleh pelaku industri di dalamnya, dinilai Subeni sangat berbahaya.

Pihaknya memantau sampai saat ini keberadaan OJK nyaris tidak dirasakan pengaruhnya bagi perbankan syariah.

"Dalam dunia perbankan syariah, harus diakui walaupun ada OJK, peran Dewan Syariah Nasional masih lebih dominan dalam banyak hal," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta OJK untuk lebih banyak menggandeng perbankan syariah berikut memberikan sosialisasi terkait dengan regulasi, khususnya pengawasan di bidang syariah.

"Harapan kami OJK membuat forum group discussion yang lebih sering. Inisiatif bank syariah untuk melakukan itu dan melibatkan OJK juga sudah, intinya semangatnya sama bahwa kami ingin bisa saling memahami regulasi berikut peran OJK di bidang syariah," katanya.

Pihaknya juga meminta OJK untuk memperbaiki sistem dan mekanisme pelayanan terhadap lembaga keuangan syariah.

Ia berpendapat OJK juga perlu menambah SDM yang bertanggung jawab menangani lembaga keuangan syariah sehingga ketika terjadi komplain tidak terkatung-katung dan terlalu lama penanganannya.

Subeni menekankan perlunya hal itu mengingat jumlah perbankan syariah dan peminatnya yang terus naik. Hingga kini, tercatat ada 40 bank syariah, termasuk BPR Syariah, yang tersebar di seluruh Indonesia.

Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) bahkan secara khusus sempat meminta OJK untuk melonggarkan aturan yang mengikat perbankan syariah.

"Perbankan syariah ini harus mematuhi tidak hanya aturan perbankan syariah, tetapi juga aturan perbankan secara umum," kata Ketua Asbisindo Yuslam Fauzi.

Ia menilai industri tidak akan berkembang dengan regulasi yang sangat mengikat, baik highly regulated maupun ultra regulated, menjadikan terbatasnya ruang bagi industri untuk berkreasi, terlebih salah satu kelemahan perbankan syariah adalah masih sedikitnya produk yang bisa ditawarkan kepada nasabah.

Komitmen Kuat Ekonom the Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi perbankan syariah saat ini adalah likuiditas yang makin ketat terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang melambat dalam dua tahun terakhir.

"Risiko kekeringan likuiditas makin meningkat sejak BI mengerek bunga acuan (BI rate) pertengahan tahun lalu," katanya.

Menurut dia perbankan syariah dengan skalanya yang relatif masih kecil serta jaringan "outlet"-nya yang belum terlalu besar, tentunya akan menghadapi tingkat persaingan yang tidak berimbang dengan bank-bank konvensional yang ukurannya besar.

Hal itulah yang seharusnya mendorong OJK untuk memberikan distingsi dan perlakuan yang khusus kepada perbankan syariah.

Menanggapi hal itu, OJK menegaskan sudah memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia yang tercatat sampai pertengahan tahun ini asetnya mencapai Rp250,55 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan bahwa saat ini OJK sedang intensif menyusun masterplan pengembangan sektor jasa keuangan syariah yang akan menjadi roadmap dan strategi pengembangan dan mempercepat penyempurnaan berbagai regulasi dan sistem pengawasan untuk industri jasa keuangan syariah.

Itu juga dilakukan untuk mendorong pengembangan infrastruktur dan jasa pendukung, serta secara bertahap melakukan program edukasi untuk meningkatkan pemahaman dan literasi masyarakat jasa keuangan syariah.

"Kita menyadari menumbuhkembangkan industri jasa keuangan syariah menjadi usaha yang berdaya saing, memiliki ketahanan, dan dapat berkontribusi secara optimal dalam pembangunan ekonomi nasional memerlukan koordinasi dan kerja sama yang efektif antarberbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah terkait," kata Muliaman.

Ia mengatakan bahwa industri jasa keuangan syariah Indonesia yang saat ini baru mencapai kisaran 5--8 persen masih memiliki ruang luas untuk tumbuh berkembang.

Apalagi, masih banyak masyarakat lapisan bawah yang belum terjamah layanan jasa keuangan formal, semakin meningkatnya kaum menengah yang memiliki pendapatan relatif besar yang membutuhkan instrumen investasi dan layanan jasa keuangan yang beragam, serta masih besarnya kebutuhan pembiayaan berbagai sektor usaha, termasuk pembiayaan proyek-proyek skala besar yang seharusnya dapat digarap oleh industri jasa keuangan syariah.

"Untuk itu, OJK secara periodik melakukan review dan analisis kondisi pasar dan kegiatan usaha lembaga-lembaga keuangan syariah agar dapat ditetapkan kebijakan dan regulasi yang efektif dapat mendorong perkembangan sektor jasa keuangan syariah," ungkapnya.

Sebagai industri baru, jasa keuangan syariah nasional memerlukan dukungan dari otoritas dan pemangku kepentingan untuk pengembangan dan penyempurnaan regulasi dan sistem pengawasan yang efektif, infrastruktur keuangan yang lengkap dan berbagai kegiatan edukasi, pengembangan pasar dan perlindungan konsumen yang komprensif.

Dewan Komisioner OJK juga telah menetapkan Peraturan Dewan Komisioner OJK tentang pembentukan Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS).

Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah dibentuk untuk memenuhi kebutuhan perlunya koordinasi yang efektif serta sinergi secara eksternal dan internal, baik lintas lembaga maupun lintas sektor.

Menurut dia koordinasi internal antarkompartemen di dalam OJK dalam pengembangan sektor jasa keuangan syariah yang terdiri atas perbankan, industri jasa keuangan syariah nonbank, dan pasar modal syariah juga diharapkan dapat berjalan secara sinergis dan terintegrasi.

Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah memiliki fungsi pokok memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan yang bersifat strategis dan operasional di bidang pengembangan sektor jasa keuangan syariah kepada OJK dan lembaga pemerintah serta nonpemerintah terkait dan beranggotakan 24 orang dari internal dan eksternal OJK.

"Komitmen dan arah strategis OJK dalam mempercepat perkembangan industri jasa keuangan syariah nasional, meningkatkan ketahanan dan daya saing industri jasa keuangan syariah," jelas dia.

Kiblat Baru Otoritas Jasa Keuangan kemudian diharapkan mampu mendorong perbankan syariah di Indonesia sebagai kiblat baru industri syariah dunia.

Ekonom University Collage of Bahrain Sultan Emir Hidayat mengatakan bahwa Indonesia seharusnya bisa mengembangkan sistem keuangan syariah karena hampir 80 persen penduduk Indonesia beragama Islam sehingga menjadi peluang untuk mengembangkan sistem keuangan syariah.

"Indonesia memang memiliki beberapa kendala untuk meningkatkan sistem keuangan syariah, yakni kurangnya dukungan dari pemerintah untuk menyelenggarakannya juga regulasi dari pemerintah kurang kuat dan kurangnya kerja sama dengan institusi keuangan syariat Islam di dunia sehingga tidak ada pengawasan secara langsung oleh lembaga tersebut," katanya.

Kendala lainnya adalah masih banyak produk yang melakukan kerja sama dengan perbankan konvensional sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi produk-produk yang bekerja sama dengan perbankan syariah.

Sayangnya untuk urusan itu, Malaysia sepertinya sudah lebih dahulu menyadari sehingga kini lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan yang pesat di negeri jiran itu dalam beberapa waktu terakhir.

Praktisi ekonomi syariah Farouk Abdullah Alwyni mengungkapkan selain dukungan pemerintah Malaysia, lembaga keuangan syariah di negara itu melakukan banyak inovasi sehingga berkembang makin pesat.

Sekjen Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) Mohamad Fadhilah Zein MEI mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan reformasi regulasi dan aturan yang intinya mampu menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan keuangan syariah, termasuk memberikan sejumlah insentif.

"Perbankan syariah memiliki aturan main yang berbeda dengan perbankan konvensional. Pengembangan bisnisnya harus mampu mengoptimalkan bisnis berbasis pada ekuitas. Lembaga keuangan syariah harus mampu membuktikan Islam rahmatan lil alamin melalui sektor perekonomian," katanya.

Otoritas Jasa Keuangan kemudian menjadi salah satu pihak yang akan memberikan andil besar bagi pencapaian kecemerlangan perbankan syariah pada masa depan. Dan, saat ini bola itu ada di kaki OJK. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: