Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PBNU Tetap Kritisi Jokowi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Sehari setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil Pemilu Presiden 2014, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan ucapan selamat kepada Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla yang menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.

Bukan hanya itu, PBNU juga menyerukan agar segenap elemen bangsa kembali bersatu setelah terbelah dalam perbedaan dukungan politik sejak sebelum pencoblosan yang menimbulkan ketegangan.

Bahkan, saat itu, Ketua Umum PBNU Kiai Haji Said Aqil Siroj, yang secara pribadi mendukung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, menyarankan agar pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung Koalisi Merah Putih itu tidak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Bukan berarti PBNU tidak menghargai hak konstitusional Prabowo-Hatta, melainkan demi meredakan suhu politik di Tanah Air yang sedemikian panas.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama berprinsip bahwa demokrasi adalah sarana untuk mewujudkan cita-cita sebagai bangsa yang sejahtera sehingga tidak selayaknya jika demi demokrasi justru mengorbankan keutuhan bangsa dan negara.

"Kita semua harus menyadari bahwa Pilpres adalah salah satu sarana untuk merawat, menjaga, dan mengembangkan keindonesiaan. Pilpres, apa pun hasil akhirnya, sama sekali bukanlah alat untuk memecah belah kesatuan dan persatuan," kata Said Aqil.

Persaingan politik yang demokratis, tambah Said Aqil, tidak seharusnya mengakibatkan pertikaian, tetapi harus berujung pada kemaslahatan.

"Oleh karena itu, seruncing apa pun perbedaan dan perjuangan politik yang ditempuh tidak bisa dan tidak boleh mengalahkan persaudaraan antarsesama," kata Said Aqil.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama kembali bersuara ketika aroma persaingan tidak sehat antara koalisi partai-partai politik pendukung Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK menyeruak di dalam parlemen. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta elite politik tidak mempertontonkan politik menang-menangan yang justru kontraproduktif bagi kepentingan bangsa.

"Mempertahankan harga diri baik, tetapi jangan berlebihan," kata Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat (10/10).

Ia mengingatkan elite politik untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara serta mengekang kehendak berdasarkan kebutuhan kelompok atau golongan.

"Kalau kegaduhan politik tidak selesai-selesai, yang jadi korban rakyat juga," kata Said Aqil.

Dukung Pemerintahan Baru Pada hari Sabtu (18/10), ketika menerima kunjungan pimpinan MPR RI, Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj menegaskan dukungan NU kepada pemerintahan Jokowi-JK.

"Kami, NU, selalu mengedepankan konstitusi. Siapa pun yang jadi dan itu adalah pilihan rakyat, kami mendukung," kata Said Aqil.

Pernyataan dukungan kepada pemerintahan baru sebelumnya diungkapkan Said Aqil sehari setelah pengumuman pemenang Pilpres. Namun, menurut Said Aqil, dukungan NU bersifat kritis, artinya mendukung dan bahkan siap membantu sepanjang pemerintah berjalan di atas rel kebenaran dan menjalankan program menyejahterakan rakyat Indonesia.

"Demi rakyat, pasti NU akan mendukung. Akan tetapi, kalau kira-kira menyimpang, pasti akan kami kritisi," kata Said Aqil saat itu.

Sikap kritis ditunjukkan PBNU ketika muncul rumor bahwa Jokowi akan menghapus Kementerian Agama dan menggantinya dengan Kementerian Wakaf, Haji, dan Zakat.

Wakil Sekjen PBNU Muhammad Sulthan Fatoni mengingatkan bahwa Kementerian Agama harus dipertahankan karena keberadaan kementerian itu tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang perebutan ideologi bangsa pascakemerdekaan.

"Sejarah keberadaan Kemenag sangat berkaitan dengan perdebatan tentang Pancasila, Islam, Nasionalisme, Komunisme, dan Sekulerisme," kata Sulthan.

Menurut Sulthan, penggantian Kemenag dengan Kementerian Wakaf, Haji, dan Zakat hanya akan mendorong terjadinya pendangkalan substansi Kemenag, dari kementerian yang berkaitan dengan ideologi menjadi kementerian yang tak jauh-jauh dari urusan materi.

Demi kemaslahatan umat, PBNU pun memberikan masukan kepada Jokowi-JK dalam menyusun kabinet, terutama menyangkut Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyarankan agar dua kementerian itu dipercayakan kepada figur dari luar partai politik.

"Supaya mereka betul-betul menjadi pelayan umat, tidak ada kepentingan sedikit pun untuk partai politik. Karena nanti yang didahulukan kepentingan partainya, bukan umatnya," kata Said Aqil.

Menurut Said Aqil, Menteri Agama akan menjadi penengah dan perekat antaragama dan menjalankan fungsi mengayomi dari sisi keagamaan dan keimanan.

"Ini harus betul-betul orang yang netral, sama sekali tidak ada partainya," katanya.

Menurut dia, seorang Menteri Agama harus memenuhi kriteria alim, paham agama, dekat dengan tokoh agama seperti dari NU atau Muhammadiyah, dan betul-betul membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.

"Menteri Agama harus memiliki semangat toleran, tasamuh. Jangan sampai Islam Indonesia terperosok atau terkontaminasi ideologi radikal," tandasnya.

Demikian pula dengan Mendikbud. Menurut Said Aqil, Mendikbud sebaiknya bukan figur dari kalangan parpol agar bisa berkonsentrasi penuh pada tugasnya karena harus membangun konsep, ide, dan terobosan untuk membuat pendidikan semakin berkualitas.

"Harus fokus di situ, jangan sampai pikirannya terpecah di partai politik," kata Said Aqil.

Kritik Santun Ketika berbagai tokoh, termasuk dari ormas sosial keagamaan, mengkritik keras Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak demikian dengan PBNU.

Meski akibat sikapnya itu PBNU menuai banyak sindiran, bahkan dituding sebagai "subordinat" pemerintah, PBNU tetap bergeming.

Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj menyatakan NU sebagai ormas Islam tidak dalam posisi koalisi atau oposisi, tetapi menjalankan tugas keagamaan dalam rangka amar makruf nahi munkar. Oleh karena itu, cara menyampaikan kritik tentu berbeda dengan partai politik.

Menurut Said Aqil, kritik NU kepada pemerintah adalah demi kebaikan, konstruktif, bukan untuk menjatuhkan.

"Kita harus mengkritik pemerintah ketika dianggap kurang sukses, tetapi tetap dengan 'mauizotil hasanah' (nasihat yang baik), tidak dengan menggunakan kata-kata yang tidak sopan dan tidak berakhlak," katanya.

Said Aqil menyatakan kerap mengkritik pemerintahan Presiden Yudhoyono, dan kritik itu direspons positif karena disampaikan secara santun.

Akankah kritik santun juga dipraktikkan PBNU terhadap pemerintahan Jokowi-JK? Waktu akan membuktikan. (Ant)

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: