Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolom Yuswohady: Jokowi dan Kemerdekaan Brand

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Terus terang saya kecewa berat, sepanjang hampir 70 tahun perjalanan bangsa ini sejak merdeka, tak satupun presiden dan partai berkuasa yang punya kesadaran dan peduli pada pentingnya membangun brand lokal Indonesia. Tidak Soekarno, tidak Soeharto, tidak Mega (Megawati Soekarno Putri), tidak juga SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Mana ada brand-brand lokal hebat seperti Sosro, Blue Bird, Santika-Amaris, J.Co, Tolak Angin, D’Cost, Sunpride, atau Mayora lahir dan besar karena support dari presiden atau partai berkuasa. No way!

 

Kedaulatan Brand

Kenapa saya kok ngotot presiden terpilih Jokowi (Joko Widodo) dan partai berkuasa harus peduli brand lokal? Karena kedaulatan brand kita kini sedang di ujung tanduk. Dulu kita begitu kenyang 350 tahun dijajah bangsa asing. Maka, kini kita juga bakal kenyang dijajah brand-brand asing.

Coba saja lihat di kamar mandi kita, mulai dari sabun, sampo, pasta gigi, dan sabun cuci. Hampir semuanya sudah dikuasai brand asing. Coba lihat dapur kita. Mulai dari sambal, kecap, margarin, bumbu-bumbu, dan air minum dalam kemasan. Hampir semua dikuasai brand asing.

Gadget yang kita pakai; layanan telekomunikasi yang kita langganan, motor-mobil yang kita kendarai; TV, radio, DVD player, kulkas, AC (air conditioner) yang menghiasi ruang-ruang rumah kita; obat-obat yang kita konsumsi kalau sedang sakit; bahkan benih-benih yang ditebar petani kita; praktis kini sudah dikuasai oleh brand-brand asing.

Yang paling membuat saya resah adalah hadirnya brand waralaba restoran siap saji asing yang penetrasinya ke berbagai kota di seluruh penjuru Tanah Air begitu masif. Saya hanya khawatir kalau nantinya penetrasi brand-brand waralaba hebat dunia tersebut sudah sedemikian jauh hingga ke kecamatan dan kelurahan. Kita tahu proses ke arah itu kini berlangsung begitu masif.

Kalau itu terjadi, yang paling saya takutkan adalah kalau kuliner hebat Tanah Air seperti rawon, pecel, gudeg, kerak telor, gado-gado, pempek, maupun batagor, perlahan tergusur dan hanya ada di museum kuliner Nusantara. Saya takut kalau nanti anak-cucu kita sudah tak mengenal kuliner hebat Nusantara tersebut karena kalah bergengsi, kalah cool, maupun kalah keren dibanding brand-brand waralaba global yang memang hebat dan bercitra global-barat.

Terkait dengan kedaulatan brand, saya sering mengatakan kalau bangsa ini terkena kanker, maka kanker itu kini sudah berada di stadium empat. Artinya belitan, dominasi dan cengkeraman brand-brand asing tersebut sudah sangat merasuk hingga ke tulang sumsum sehingga sulit dilepaskan.   

 

Brand Kuat, Negara Kuat

Kenapa brand-brand asing di atas begitu menggebu serbu Indonesia dalam 10 tahun terakhir? Ya, karena Indonesia adalah gadis molek dengan potensi pasar yang luar biasa. Dengan 240 juta penduduk, dimana hampir 60% di antaranya adalah kelompok kelas menengah dengan daya beli tinggi, Indonesia adalah pasar empuk untuk produk dan layanan apapun: dari gadget hingga mobil, dari sampo hingga margarin, dari karaoke hingga tontonan konser artis asing.

Nah, pasar yang begitu besar-menjanjikan tersebut haruslah dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mengembangkan brand-brand lokal yang tangguh. Itu sebabnya, presiden dan partai berkuasa nanti harus punya rencana strategis untuk mengembangkan brand-brand lokal dalam jumlah besar, jangan sampai hanya menjadi pemerintah otopilot (seperti halnya selama ini) yang tak berbuat apa-apa. Dengan bekal brand-brand lokal hebat dalam jumlah besar, diharapkan kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Akan lebih indah lagi jika peran Jokowi dan partai berkuasa tersebut dalam membangun brand lokal difokuskan ke pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di bidang agro dan industri kreatif yang padat karya. Harus diingat pelaku UMKM di negeri ini memiliki kontribusi dominan dalam perekonomian kita: dari sisi jumlah pelaku bisnis menguasai 99% dari total pelaku bisnis, dari sisi penyerapan tenaga kerja menguasai 86% dari total angkatan kerja, dan dari sisi nilai rupiah menguasai 57% dari total PDB kita.    

Alangkah indahnya jika Jokowi dan partai berkuasa nantinya memberdayakan pelaku UMKM kita sehingga mampu mengembangkan pecel atau rawon dengan brand setangguh McD atau Starbucks. Alangkah indahnya jika presiden terpilih dan partai berkuasa nanti menciptakan inisiatif besar-besaran untuk memberdayakan UMKM kita dalam mengembangkan brand-brand hebat berbasis pertanian, peternakan, dan kelautan dimana Indonesia punya resource luar biasa.  

Saya sih tidak muluk-muluk menuntut Jokowi dan partai berkuasa mengembangkan brand-brand global seperti Jepang mengembangkan brand hebat Sony dan Toyota; atau Korea mengembangkan brand hebat Samsung dan Hyundai. Di sini kita cukup mengembangkan brand UMKM seperti Maicih di Bandung, atau Joger di Bali, atau Gudeg Yu Djum di Yogya, tapi dalam jumlah besar, ribuan bahkan jutaan.

Saya yakin dengan membangun brand UMKM yang tangguh dan dalam jumlah besar, kita akan mampu mengembalikan kedaulatan brand dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Semoga Jokowi dan partai baru berkuasa membawa angin segar bagi brand lokal Indonesia. Semoga tak seperti presiden-presiden sebelumnya, Jokowi mampu mengantarkan negeri ini menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam urusan brand.

 

Managing Partner, Inventure Yuswohady

www.yuswohady.com

Sumber: Majalah Warta Ekonomi No 17 Tahun 2014

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: