Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menanti Kelanjutan BPJS di Tangan Presiden Jokowi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kepemimpinan nasional telah beralih dari Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono ke Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Banyak harapan dan asa diletakan di pundak kedua pemimpin tersebut.

Salah satu harapan yang diletakan di tangan kepemimpinan Jokowi-JK adalah melanjutkan program-program yang sudah baik dan memperbaiki apa yang sudah berjalan di era kepemimpinan sebelumnya.

Banyak hal yang dijanjikan Jokowi dalam visi misi dan debat calon saat masa kampanye sebelumnya. Janji-janji itulah yang kemudian menjadi daya tarik bagi pemilih untuk memilih mantan walikota Surakarta itu.

Salah satu hal yang ditawarkan Jokowi ketika berkampanye adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS). KIS adalah sistem jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat yang merupakan perluasan dari Kartu Jakarta Sehat (KJS), salah satu programnya ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Namun, program KIS pun banyak menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, Indonesia sedang merintis sebuah sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang baru saja berjalan.

Bahkan, fondasi SJSN diletakkan oleh Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, ketika menjadi presiden. PDI Perjuangan merupakan partai pengusung Jokowi untuk menjadi presiden. Bahkan, keputusan Jokowi maju dalam Pemilu Presiden 2014 pun ketika itu atas restu dan persetujuan dari Megawati.

Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana kelanjutan SJSN, yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan, di era pemerintahan Jokowi-JK.

Harapan Yudhoyono Susilo Bambang Yudhoyono, di akhir masa jabatannya, sempat menyampaikan harapannya Jokowi akan melanjutkan dan mengembangkan program BPJS.

"Saya yakin Pak Jokowi lanjutkan ini. Mungkin nama bisa berbeda tapi harapannya sama," kata Yudhoyono saat meresmikan Gedung Pusat Operasi BPJS Kesehatan di Jakarta, beberapa waktu lalu Yudhoyono mengatakan kebijakan Jaminan Sosial Kesehatan maupun Ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang tepat.

"Saya katakan kebijakan ini benar dan 'on the track'. Tentu harus disempurnakan dan ditingkatkan," tuturnya.

Yudhoyono mengatakan penerapan sistem teknologi informasi dan juga sidik jari elektronik menggantikan kartu merupakan kesiapan untuk meningkatkan pelayanan.

Sementara itu Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan saat ini jumlah peserta BPJS Kesehatan mencapai 129,3 juta orang dari target 121,6 juta peserta pada 2014.

"Dalam memberikan pelayanan, apalagi terhadap 129,3 juta peserta, pasti ada kasus yang muncul. Kami ingin terus menyempurnakan dan memperbaiki. Mudah-mudahan tidak sampai dua tahun keluhan tidak banyak lagi," katanya Undang-Undang BPJS mengamanatkan seluruh rakyat Indonesia harus terdaftar sebagai anggota BPJS pada 2019.

Integrasi KIS-BPJS Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali H Situmorang mengatakan BPJS Kesehatan dan KIS yang dicanangkan Presiden Joko Widodo bisa terintegrasi.

"Kalau saya mencermati pernyataan Jokowi, tampaknya ingin menegaskan beliau taat hukum. Dulu KJS juga bisa terintegrasi dengan BPJS," kata Chazali H Situmorang.

Chazali mengatakan saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan mencanangkan KJS, semua sistemnya dilaksanakan berdasarkan nota kesepahaman dengan PT Askes.

Karena itu, ketika PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan, maka KJS juga berintegrasi ke dalam sistem BPJS. Para pemegang KJS pun otomatis menjadi peserta BPJS.

"Data dan uang yang dialokasikan untuk KJS sudah diserahkan ke BPJS. DKI Jakarta merupakan provinsi pertama yang melakukan integrasi jaminan sosialnya dengan BPJS, yang kemudian disusul Aceh," tuturnya.

Provinsi lain, kata Chazali, belum ada lagi yang mengintegrasikan jaminan sosialnya ke BPJS. Karena itu, jaminan kesehatan daerah (jamkesda) masih berjalan di beberapa daerah.

"Namun, Undang-Undang BPJS mengamanatkan Jamkesda hanya boleh berlangsung hingga 2016. Pada 1 Januari 2017, semua jaminan sosial harus terintegrasi dengan BPJS," katanya.

Terkait dengan Program KIS yang disampaikan Presiden Jokowi saat kampanye dan debat calon ketika Pemilu Presiden 2014, Chazali mengatakan tidak akan ada masalah.

"Bisa saja nanti sistemnya adalah BPJS, karena itu amanat undang-undang. Namun, kartu pesertanya bernama Kartu Indonesia Sehat," ujarnya.

Disatukan Harapan Presiden Jokowi melanjutkan program BPJS juga disampaikan pencetus ide SJSN Emir Soendoro. Menurut Emir, Jokowi harus berani menyatukan BPJS yang saat ini terpecah menjadi dua, yaitu BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta mengangkat posisi Kepala BPJS sebagai menteri.

"Ide awal BPJS itu disatukan bukan terpecah dua seperti sekarang. Dan sudah saatnya posisi Kepala BPJS dijadikan menteri untuk memudahkan koordinasi dengan menteri, kepala daerah dan pihak swasta," kata dokter spesialis orthopedi itu.

Emir menilai, peran BPJS yang disatukan akan sangat strategis karena menyangkut nasib rakyat kecil termasuk buruh, apalagi Jokowi identik sebagai pembela rakyat kecil.

"Semua yang menyangkut soal pelayanan kesehatan harus disatukan dalam BPJS termasuk Jasa Raharja yang selama ini juga menyantuni korban kecelakaan, karena pada ujungnya juga bersinggungan dengan pelayanan kesehatan," kata penulis buku "Jaminan Sosial Solusi Bangsa Indonesia Berdikari" itu.

Emir yakin ide penyatuan BPJS dan segala usaha akan banyak mendapat tentangan. Namun, dia yakin semua pihak pasti mengerti bahwa penyatuan itu akan menjadikan BPJS bisa lebih efisien.

"Pemerintahan sebelumnya tidak berani melakukan itu, saya ingin menantang Pak Jokowi untuk berani melakukan terobosan itu, demi manfaat yang lebih besar bagi rakyat Indonesia," tuturnya Cadangan Dana Emir mengatakan penyatuan BPJS harus diikuti dengan kewajiban bagi semua warga negara untuk menyumbangkan iuran BPJS sehingga menjadi kekuatan besar cadangan dana nasional.

"Malaysia mampu menggunakan cadangan nasional dari dana seperti itu yang mencapai ratusan miliar dolar untuk mengatasi krisis di tahun 1998," katanya.

Selain itu, Presiden Jokowi harus berani pula mengangkat Kepada BPJS sebagai menteri agar mempunyai kemampuan berkoordinasi lebih baik dengan menteri yang lain dan kepada daerah.

"Status menteri akan membuat Kepala BPJS bisa melakukan kordinasi dan lobi yang lebih baik karena suaranya akan lebih didengar daripada seorang kepala badan," katanya.

Ia mengingatkan, harapan rakyat Indonesia kepada Pemerintahan Jokowi-JK begitu tinggi khususnya soal pelayanan kesehatan dan jaminan sosial lainnya sehingga harus ada terobosan agar pelaksanaannya bisa lebih baik.

"Saya menantang Jokowi melakukan terobosan itu, karena semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat," katanya yang berhasil menggagas "trauma centre" saat menjadi penasehat Jamsostek 2002-2005.

BPJS Kesehatan yang diluncurkan awal tahun 2014, saat ini sudah melayani 129 juta peserta, sementara kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan tercatat sekitar 12 juta pekerja.(Ant/Dewanto Samodro)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: