Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kiara: Penangkapan Ikan Tuna Cuma Bikin Rugi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan komoditas unggulan ikan tuna harus diolah di industri dalam negeri untuk memprioritaskan konsumsi protein masyarakat Indonesia.

"Selama ini penangkapan tuna di perairan Indonesia tidak diolah, tetapi langsung diekspor dalam bentuk ikan segar ke luar negeri sehingga merugikan bangsa ini," kata Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara Selamet Daroyni di Jakarta, Rabu (22/10/2014).

Ia menjelaskan bahwa selama ini pemerintah tidak mewajibkan industri perikanan untuk mengolah tuna sehingga ketersediaan tuna untuk memenuhi konsumsi masyarakat sangat kurang, bahkan tidak ada sama sekali. Padahal, kata dia, wilayah perairan Indonesia merupakan sebagian dari daerah penangkapan tuna atau tuna fhising ground dunia.

"Sumber daya perikanan berlimpah, namun nelayan tradisional tetap miskin dan ketersediaan ikan berprotein tinggi untuk konsumsi masyarakat kurang," ujarnya.

Menurut dia, kondisi yang memprihatinkan ini karena peraturan yang berlaku tidak berpihak kepada masyarakat pesisir dan menguntungkan industri penangkapan ikan asing. Berdasarkan pasal 44 ayat 3A Permen Nomor 26 Tahun 2013 menyatakan kewajiban usaha perikanan dengan jumlah kumulatif 200 GT hingga 2.000 GT untuk bermitra dengan Unit Pengolah Ikan dikecualikan bagi komoditas tuna segar.

"Saat ini tuna segar menjadi komoditas ekspor tanpa memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan pangan perikanan yang berkualitas," ujarnya.

Apalagi, kata dia, berbagai kapal penangkap ikan tuna dari Jepang melakukan penangkapan ikan dari yang terkecil sebesar 50 GT hingga berukuran lebih besar 300 GT marak beroperasi di perairan Indonesia.

"Meski Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan kerja sama dengan FAO dalam menanggulangi IUU fishing tidak akan berdaya jika pemerintah justru melonggarkan aturan usaha perikanan tangkap," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) perlu merevisi Permen Nomor 26 Tahun 2013 ini dan kembali ke aturan Pasal 25B ayat 2 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 yang mewajibkan pemerintah dalam memprioritaskan produksi dan pasokan ke dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan konsumsi nasional.

"Pasal ini merupakan kebijakan penting mengenai domestic obligation untuk memprioritaskan konsumsi protein bagi setiap warga Indonesia," ujarnya. (Ant)

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: