Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kadin: Target Pertumbuhan 7% Tak Perlu Disikapi Skeptis

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Meski di tengah tekanan eksternal dan permasalahan internal yang terus berlangsung dengan sangat kompleks, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan dunia usaha tidak perlu bersikap skeptis terhadap angka proyeksi pertumbuhan 7%, tax ratio lebih dari 16%, serta angka-angka pembangunan infrastruktur yang ditargetkan oleh pemerintah selama tahun 2014-2019.

"Dunia usaha juga tidak seharusnya hanya beharap dan menunggu. Dunia usaha perlu menempatkan diri pada posisi proaktif bekerja bersama pemerintah," kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam Rakernas Kadin yang bertema Mengetahui Arah Politik Anggaran Pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Menurut Suryo, dunia usaha memiliki perspektif tersendiri dalam memahami permasalahan ekonomi, baik sebagai sarana untuk menciptakan kemakmuran maupun sebagai instrumen pertumbuhan. Keunggulan posisi dunia usaha sebagai pelaku ekonomi itu harus disumbangkan kepada pemerintah untuk kepentingan nasional.

Ia menjelaskan kelemahan negara dalam melakukan pembangunan dapat dilihat dari ruang fiskal yang jauh dari menggembirakan. Selama ini ruang fiskal yang sempit dikaitkan dengan besarnya subsidi BBM. Namun, di balik itu utang Indonesia dengan luar negeri juga sangat memprihatinkan. Sampai Agustus 2014 utang swasta mencapai sekitar Rp 3,540 triliun atau setara dengan US$ 290,4 miliar.

"Dengan beban pembayaran utang dan beban subsidi BBM yang demikian besar maka APBN hanya cukup untuk belanja rutin. Dengan penerimaan pajak yang kurang dari 70% maka kemampuan negara untuk melakukan pembangunan memang sangat lemah. Bahkan untuk membayar cililan dan bunga utang, negara harus mengambil utang baru. Belum lagi adanya kenyataan bahwa kepemilikan asing atas surat utang juga sangat besar, yakni sekitar 38%," ungkap Suryo.

Dia menyebutkan masalah fiskal lain yang perlu menjadi perhatian bersama adalah pendapatan pajak yang terus menurun. Dalam tahun ini target pendapatan pajak diperkirakan tidak tercapai. IMF memperkirakan kebocoran penerimaan pajak mencapai sekitar 40%.

"Rendahnya pendapatan pajak ini menyebabkan defisit primer, yakni pendapatan dikurangi belanja tanpa pembayaran utang terus membesar. Dalam tahun 2012 defisit primer yang hanya Rp 45,5 triliun, dalam tahun 2014 akan mencapai Rp 111 triliun atau lebih dari dua kali lipat," papar Suryo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: