Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bagaimana Cara Hadapi MEA (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Yogyakarta - Banyak cara sekaligus persiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Hal ini juga merupakan tantangan karena sejatinya pola pikir dan semangat pemerintah serta para pelaku ekonomi Indonesia masih seperti biasanya.

Belum ada gerakan dan mereka masih terbius wacana. Padahal, menurut ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid, pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja.

"Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi lebih dari dua kali lipat, yakni dari 250 juta menjadi 600 juta," katanya.

Dengan pola pikir dan semangat seperti itu, dia berharap Indonesia dapat memetik manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih cepat tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya.

"Misalnya, sekarang justru sektor manufaktur kita tumbuhnya melambat. Padahal, sektor itu diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi UII ini.

Menurut dia, berbagai indikator yang ada sekarang lebih banyak menunjukkan kelemahan, seperti indeks daya saing total, indeks infrastruktur, indeks terkait dengan birokrasi, dan masih adanya pungli, korupsi, dan suap yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Namun, kata Edy, hal itu bukan sesuatu yang statis.

"Kemauan politik dari pemerintahan Jokowi-JK untuk percepatan dan perbaikan indikator-indikator tersebut bisa memperbaiki daya saing secara revolutif sehingga bisa mengejar ketertinggalan itu," katanya.

Satu hal lain yang perlu diwaspadai, menurut dia, adalah pasar tenaga kerja, termasuk tenaga kerja terdidik. "MEA juga meliberalkan pasar tenaga kerja profesional," ujar Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) ini.

Padahal, kata dia, sekarang pun ada 600.000-an pengangguran intelektual. Tanpa ada perbaikan kualitas tenaga kerja Indonesia maka bisa terjadi booming pengangguran intelektual. Oleh karena itu, Edy mengingatkan lembaga pendidikan tinggi tidak bisa hanya berjalan apa adanya seperti sekarang.

Perguruan tinggi, menurut dia, bukan hanya ikut bertanggung jawab atas pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus meningkatkan kualitas lulusannya.

"Perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan bursa kerja. Jika hal itu tidak dilakukan, bisa jadi perguruan tinggi hanya akan menambah masalah dengan melahirkan lebih banyak penganggur intelektual," katanya.

Sementara itu, diplomat senior Makarin Wibisono juga mengingatkan bahwa dalam menghadapi MEA 2015 Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan sektor jasa. "Liberalisasi pasar jasa akan menguntungkan bagi Indonesia dalam dinamika MEA," kata Makarim.

Menurut dia, liberalisasi pasar jasa menguntungkan karena meningkatkan kualitas serta menentukan biaya kewajaran bagi tenaga kerja sehingga kemudian meningkatkan daya saing di sektor industri. "Sektor jasa yang efisien juga merupakan pilar penting untuk pertumbuhan ekonomi," katanya.

Pasar jasa yang efisien, menurut Makarim, akan meningkatkan pilihan konsumen, produktivitas, kompetisi, dan kesempatan untuk pembangunan sektor jasa baru.

"Jika terjadi inefisiensi, dampak negatifnya pada produktivitas, inovasi, distribusi teknologi, dan menghalangi tercapainya pertumbuhan optimal," kata Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004-2007) ini.

Sebelumnya, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok yang intinya menghilangkan hambatan dalam sektor perdagangan jasa antarnegara anggota.

Perdagangan jasa yang dimaksud terbagi dalam delapan sektor, yaitu transportasi laut dan udara, jasa bisnis, konstruksi, telekomunikasi, pariwisata, jasa finansial, kesehatan, dan logistik.

"Sektor jasa yang kompetitif menarik investor asing karena menciptakan iklim kerja yang kondusif untuk efektivitas operasi bisnis. Itu adalah salah satu hal yang dibutuhkan Indonesia saat ini," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: