Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencurian Ikan Itu Kejahatan Luar Biasa

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dengan nilai potensi kerugian yang diperkirakan diderita negara hingga mencapai sekitar Rp1,3 triliun per tahun, sejumlah pihak menyatakan pencurian ikan juga sama jahatnya dengan korupsi. Karena itu, Pemerintah Republik Indonesia juga diminta agar melalui diplomasi harus dapat mendorong pengakuan internasional bahwa pencurian ikan di perairan Indonesia merupakan tindak sebuah kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crimes".

"Pencurian ikan memenuhi syarat untuk disebut sebagai kejahatan luar biasa karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif di perairan kita," kata Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia M Riza Damanik dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/12/2014).

Riza mengemukakan masyarakat sudah mengetahui bahwa pemerintah telah melakukan sejumlah langkah strategis seperti moratorium guna mengevaluasi pemberian izin penangkapan perikanan. Selain itu, langkah lainnya adalah mengambil kesempatan tersebut guna membentuk Tim Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan, namun semua langkah itu dinilai masih belum betul-betul tuntas.

"Langkah-langkah itu belumlah cukup mengingat Presiden Jokowi mengatakan, setidaknya 5.400 kapal asing yg masuk dan mencuri sumber daya laut kita," katanya.

Ia juga mengingatkan kejadian pencurian ikan dari berbagai negara itu bukan hanya satu-dua kali saja, tetapi berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu 20 tahun terakhir. Apalagi, ujar dia, biaya penenggalaman kapal juga dinilai memerlukan ongkos yang mahal yang saat ini hanya dibebankan pada Indonesia, lagi pula sekitar 30 persen pencurian ikan di lautan global terjadi di kawasan perairan Indonesia.

Sementara itu, Kepala Bidang Riset dan Monitoring Indonesia For Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti menegaskan, pemerintah harus dapat meletakkan keseriusan dengan menyadarkan bahwa kejahatan pencurian ikan adalah kejahatan sistematis yg melibatkan banyak negara.

"Harus diletakkan bahwa (pemberantasan pencurian ikan) ini kewajiban universal.. Butuh komitmen negara2 lainnya," kata Rachmi Hertanti.

Rachmi menegaskan pencurian ikan merupakan kejahatan yang melibatkan tidak hanya satu negara, melainkan lintas negara dan terorganisir. Ia menjelaskan kejahatan lintas negara yang terorganisir oleh masyarakat internasional dianggap sebagai kejahatan yang membahayakan kedaulatan, keamanan dan stabilitas baik nasional maupun internasional serta bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.

Selain itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) juga menilai, penenggelaman kapal pencuri ikan di kawasan perairan Indonesia masih belum cukup untuk memberikan efek jera para pelaku.

"Peledakan atau penenggelaman kapal tidak akan menimbulkan efek jera tanpa menjangkau pemilik kapal dgn denda sebesar-besarnya," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik.

Riza memahami kapal perikanan ilegal bila ditemukan dua bukti yaitu tidak memiliki surat izin usaha dan surat izin penangkapan dengan asumsi sifatnya yang khusus, maka kapal itu boleh dibakar atau ditenggelamkan. Namun, ujar dia, lebih baik bila penegakan proses hukum terus berlanjut dan bahkan dalam Undang-Undang Perikanan disebutkan bahwa pelaku pencurian ikan boleh didenda sampai sebesar Rp20 miliar.

Sebenarnya aturan hukum perikanan RI, lanjutnya, sama progresif dengan yang terdapat di negara lainnya seperti Australia. Namun, ia mengingatkan bahwa dalam praktek hukumnya tidak pernah mendapatkan ancaman hukuman maksimal bahkan belum ada kasus pencurian ikan yang masuk ke pengadilan perikanan yang didenda maksimal yaitu sebesar Rp20 miliar.

"Padahal upaya-upaya hukum kita bisa menjangkau ke sana. Saat ini yang kita hukum hanya operator kapalnya," katanya.

Berdasarkan UU No 45/2009 tentang Perikanan, "Kapal asing pencuri ikan boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69). Bahkan membayar denda mencapai Rp20 miliar (Pasal 93)." Riza juga mengingatkan bahwa dalam Nawa Cita atau visi misi pemerintahan Presiden Jokowi adalah "menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara".

Selain itu, ujar dia, instruksi Presiden Jokowi kepada aparat hukum untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia membawa dua makna.

"Paling tidak ada dua esensi, presiden ingin menyatakan ke dunia internasional bahwa kami tidak akan mentolerir kapal asing pencuri ikan masuk, sekaligus kepada aparat untuk meningkatkan profesionalisme," katanya.

Ia menegaskan, praktek pencurian ikan menimbulkan kerugian yang besar sekali, yaitu Indonesia diperkirakan mengalami potensi kerugian sebesar Rp1,3 triliun per tahun, sedangkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diterima hanya sekitar Rp300 miliar per tahun.

"Akibat pencurian ikan ini juga ada pelanggaran HAM," katanya sambil menambahkan bahwa terdapat kerugian hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Ia memaparkan, hak ekonomi contohnya pencurian ikan menghilangkan kesempatan membuka 10 juta orang lapangan pekerjaan karena ikan Indonesia tidak diolah di dalam negeri. Kemudian, hak pangan juga terabaikan karena secara kuantitas, konsumsi rakyat Indonesia akan ikan masih rendah yaitu sebesar 34 kg/kapita/tahun, sedangkan negara tetangga seperti Malaysia konsumsi ikannya mencapai lebih dari 45 kg/kapita/tahun.

Selanjutnya, ujar Riza, pencurian ikan juga menghilangkan hak berbudaya yaitu terpinggirkannya akses kebaharian yang mengakibatkan banyak nelayan Indonesia berpindah profesi lain.

Terkait dengan Satgas Pemberantasan "Illegal Fishing", Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, satgas bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran aturan penangkapan perikanan. "Satgas dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (8/12/2014).

Menurut dia, tugas dari tim satgas tersebut antara lain adalah memperbaiki tata kelola perizinan yang telah dilakukan seiring dengan kebijakan moratorium perizinan kapal penangkap ikan besar berdasarkan pengadaan impor atau kapal eks asing. Selain itu, lanjutnya, satgas tersebut juga melakukan verifikasi terkait dengan informasi dan data yang diterima di lapangan terkait kapal penangkap ikan serta menghitung beban kerugian negara akibat pencurian ikan.

Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa Republik Indonesia mengalami potensi kerugian yang sangat besar terutama mengingat besarnya kemampuan menangkap ikan para pelaku pencurian ikan.

Susi juga memaparkan, satgas tersebut akan dipimpin oleh Mas Achmad Santosa yang berasal dari Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Sedangkan wakil ketua dari satgas itu adalah Andha Fauzi Miraza yang merupakan Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein.

Sementara para anggotanya berasal dari KKP, Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, UKP4, PPATK, dan Kemenhub.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengapresiasi kebijakan yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan di kawasan perairan Indonesia. "Penenggelaman kapal bagus untuk digaungkan ke tingkat internasional," kata Freddy Numberi di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Namun, menurut Freddy, tindakan penenggalaman tersebut juga mesti dilakukan secara terukur antara lain dengan cara memberikan penjelasan yang transparan. Ia mengemukakan, hal itu dapat dilaksanakan dengan memberikan argumentasi yang jelas kepada pihak negara asal kapal pencuri ikan itu agar dapat juga diterima.

Sedangkan Presiden Joko Widodo mengatakan penenggelaman kapal pencuri ikan adalah murni masalah kriminal dan bukan merupakan sengketa antarnegara. "Saya minta Menlu (Menteri Luar Negeri) menjelaskan (ke negara tetangga) bahwa ini masalah kriminal bukan masalah tetangga-tetanggaan," kata Presiden Jokowi saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (9/12/2014).

Menurut dia, masalah peneggalaman kapal yang terbukti melakukan pencurian ikan di kawasan perairan Indonesia merupakan masalah wibawa negara. Presiden mengingatkan bahwa dirinya telah dilapori Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahwa beredar sekitar 5.400 kapal penangkap ikan berbobot besar.

"Hampir semuanya tidak legal. Artinya ya ilegal," katanya sambil menambahkan bahwa sekitar Rp300 triliun hilang kekayaan sumber daya alam laut kita karena pencurian ikan.

Presiden juga telah memerintahkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Panglima TNI dan Kepala Staf AL untuk segera menenggelamkan. Jokowi awalnya mengaku heran karena sudah diperintahkan tetapi belum juga ditenggelamkan, hingga akhirnya Jumat (5/12/2014) sudah mulai ditenggelamkan.

"Moga-moga ada tambahan biar menunjukkan bahwa negara berdaulat, negara itu tegas dan punya wibawa," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: