Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencurian Ikan Sama Jahatnya dengan Korupsi? (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dengan nilai potensi kerugian yang diperkirakan diderita negara hingga mencapai sekitar Rp1,3 triliun per tahun, sejumlah pihak menyatakan pencurian ikan juga sama jahatnya dengan korupsi.

Karena itu, Pemerintah Republik Indonesia juga diminta agar melalui diplomasi harus dapat mendorong pengakuan internasional bahwa pencurian ikan di perairan Indonesia merupakan tindak sebuah kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crimes".

"Pencurian ikan memenuhi syarat untuk disebut sebagai kejahatan luar biasa karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif di perairan kita," kata Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia M Riza Damanik dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/12).

Riza mengemukakan masyarakat sudah mengetahui bahwa pemerintah telah melakukan sejumlah langkah strategis seperti moratorium guna mengevaluasi pemberian izin penangkapan perikanan.

Selain itu, langkah lainnya adalah mengambil kesempatan tersebut guna membentuk Tim Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan, namun semua langkah itu dinilai masih belum betul-betul tuntas.

"Langkah-langkah itu belumlah cukup mengingat Presiden Jokowi mengatakan, setidaknya 5.400 kapal asing yg masuk dan mencuri sumber daya laut kita," katanya.

Ia juga mengingatkan kejadian pencurian ikan dari berbagai negara itu bukan hanya satu-dua kali saja, tetapi berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu 20 tahun terakhir.

Apalagi, ujar dia, biaya penenggalaman kapal juga dinilai memerlukan ongkos yang mahal yang saat ini hanya dibebankan pada Indonesia, lagi pula sekitar 30 persen pencurian ikan di lautan global terjadi di kawasan perairan Indonesia.

Sementara itu, Kepala Bidang Riset dan Monitoring Indonesia For Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti menegaskan, pemerintah harus dapat meletakkan keseriusan dengan menyadarkan bahwa kejahatan pencurian ikan adalah kejahatan sistematis yg melibatkan banyak negara.

"Harus diletakkan bahwa (pemberantasan pencurian ikan) ini kewajiban universal.. Butuh komitmen negara2 lainnya," kata Rachmi Hertanti.

Rachmi menegaskan pencurian ikan merupakan kejahatan yang melibatkan tidak hanya satu negara, melainkan lintas negara dan terorganisir.

Ia menjelaskan kejahatan lintas negara yang terorganisir oleh masyarakat internasional dianggap sebagai kejahatan yang membahayakan kedaulatan, keamanan dan stabilitas baik nasional maupun internasional serta bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.

Efek jera Selain itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) juga menilai, penenggelaman kapal pencuri ikan di kawasan perairan Indonesia masih belum cukup untuk memberikan efek jera para pelaku.

"Peledakan atau penenggelaman kapal tidak akan menimbulkan efek jera tanpa menjangkau pemilik kapal dgn denda sebesar-besarnya," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik.

Riza memahami kapal perikanan ilegal bila ditemukan dua bukti yaitu tidak memiliki surat izin usaha dan surat izin penangkapan dengan asumsi sifatnya yang khusus, maka kapal itu boleh dibakar atau ditenggelamkan.

Namun, ujar dia, lebih baik bila penegakan proses hukum terus berlanjut dan bahkan dalam Undang-Undang Perikanan disebutkan bahwa pelaku pencurian ikan boleh didenda sampai sebesar Rp20 miliar.

Sebenarnya aturan hukum perikanan RI, lanjutnya, sama progresif dengan yang terdapat di negara lainnya seperti Australia.

Namun, ia mengingatkan bahwa dalam praktek hukumnya tidak pernah mendapatkan ancaman hukuman maksimal bahkan belum ada kasus pencurian ikan yang masuk ke pengadilan perikanan yang didenda maksimal yaitu sebesar Rp20 miliar.

"Padahal upaya-upaya hukum kita bisa menjangkau ke sana. Saat ini yang kita hukum hanya operator kapalnya," katanya.

Berdasarkan UU No 45/2009 tentang Perikanan, "Kapal asing pencuri ikan boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69). Bahkan membayar denda mencapai Rp20 miliar (Pasal 93)." Riza juga mengingatkan bahwa dalam Nawa Cita atau visi misi pemerintahan Presiden Jokowi adalah "menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara".

Selain itu, ujar dia, instruksi Presiden Jokowi kepada aparat hukum untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia membawa dua makna.

"Paling tidak ada dua esensi, presiden ingin menyatakan ke dunia internasional bahwa kami tidak akan mentolerir kapal asing pencuri ikan masuk, sekaligus kepada aparat untuk meningkatkan profesionalisme," katanya.

Ia menegaskan, praktek pencurian ikan menimbulkan kerugian yang besar sekali, yaitu Indonesia diperkirakan mengalami potensi kerugian sebesar Rp1,3 triliun per tahun, sedangkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diterima hanya sekitar Rp300 miliar per tahun.

"Akibat pencurian ikan ini juga ada pelanggaran HAM," katanya sambil menambahkan bahwa terdapat kerugian hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. (Ant/Muhammad Razi Rahman) BERSAMBUNG

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: