Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Golkar Harap Sikap Kemenkumham Dilandasi Pertimbangan Jernih

Warta Ekonomi -

WE Online - Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas IX Bali Bambang Soesatyo berharap sikap Kementerian Hukum dan HAM dilandasi pertimbangan jernih dalam mengambil keputusan mengenai sengketa dualisme kepemimpinan Golkar.

"Agar sikap pemerintah dilandasi pertimbangan yang jernih, Menkumham hendaknya tetap berpijak pada pasal 24 dan pasal 25 UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik yang mengatur perselisihan khusus dan umum di tubuh parpol dan pengesahan kepengurusan parpol," kata Bambang di Jakarta, Minggu.

Menurut dia Pasal 25 UU Nomor 2 tahun 2011 ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan Parpol.

Dia menjelaskan, pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan.

"Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti munas, kongres, atau muktamar," ujarnya.

Indikator ketiga, menurut Bambang, tentang subjek penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Dan keempat ujar dia, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.

"Untuk persoalan Partai Golkar, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam Pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol itu tidak ditemukan," katanya.

Hal itu, menurut dia, ketika Munas IX Partai Golkar di Bali tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta Munas, penolakan justru disuarakan kelompok Agung Laksono dari luar forum Munas, tepatnya di Jakarta.

Dia menegaskan tidak ada alasan hukum bagi Menkumham untuk menunda, apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan.

"Kami menilai tidak ada alasan legal bagi Menkumham untuk menanggapi kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol namun justru seharusnya menempatkan kepengurusan hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan ilegal karena menyalahgunakan identitas Partai Golkar," ujarnya.

Bambang menjelaskan kepengurusan Golkar versi Munas Bali juga sudah melengkapi surat pernyataan dari ketua dan sekretaris 34 DPD I dan 400-an lebih Ketua dan sekretaris DPD II se-Indonesia yang menolak Munas Ancol dan hanya mengakui hasil Munas IX Bali.

Selain itu, menurut dia, ditambah peryataan sikap 80-an dari 90 anggota Fraksi Partai Golkar di DPR yang juga menolak Munas Ancol.

"Jadi sangat jelas bahwa penyelenggaraan Munas IX Partai Golkar di Bali sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan," katanya.

Dia menegaskan tidak ada alasan hukum bagi Menkumham untuk menunda apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali.

Menurut dia, kecuali ketika itu Agung Laksono dan kawan-kawan hadir di forum Munas IX Bali dan mampu menggalang dukungan dari minimal 2/3 peserta Munas untuk menyatakan penolakan terhadap struktur kepengurusan yang ditetapkan Aburizal Bakrie.

"Apabila hal itu bisa dilakukan, Menkumham punya alasan legal untuk menggantung pengesahan kepengurusan hasil Munas IX Partai Golkar di Bali," katanya.(Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: