Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ebola Runtuhkan Pertumbuhan Ekonomi Tiga Negara Afrika

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Ketika penyakit itu menewaskan seorang anak lelaki yang berusia dua tahun dan bernama Emile di bagian tenggara Guinea pada Desember 2013, tak seorang pun mengenalnya.

Tapi kini ekonomi tiga negara yang paling terpengaruh --Guinea, Liberia dan Sierra Leone-- telah mengalami kemunduran mencolok dan memerlukan perhatian mendesak masyarakat global di luar penanganan kasus terakhir Ebola, kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon di Markas PBB, New York, pada Jumat (5/12). Penyakit tersebut juga mulai merambah ke luar Benua Afrika sampai Amerika Serikat dan Eropa.

Sekretaris jenderal PBB tersebut berbicara di Dewan Sosial dan Ekonomi PBB (ECOSOC) mengenai ancaman Ebola terhadap pembangunan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan di Markas PBB, New York, AS.

Menurut Ban, ekonomi ketiga negara Afrika tersebut --yang pernah membaik-- kini melambat. Sementara itu Bank Dunia menyatakan ketiga ekonomi itu bersemangat dan tumbuh dengan cepat dalam beberapa tahun belakangan, dan memasuki semester pertama tahun ini.

Proyeksi pertumbuhan di Liberia kini adalah 2,2 persen sedangkan sebelum krisis pertumbuhan tersebut mencapai 5,9 persen dan 2,5 persen pada Oktober.

Proyeksi pertumbuhan 2014 di Sierra Leone kini mencapai empat persen, dibandingkan degan 11,3 persen sebelum krisis dan delapan persen pada Oktober. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan 2014 di Guinea sekarang adalah 0,5 persen, padahal proyeksi tersebut sebesar 4,5 persen sebelum krisis dan 2,4 persen pada Oktober.

Pemimpin PBB itu, sebagaimana diberitakan Xinhua, mengatakan meskipun virus Ebola telah menewaskan lebih dari 6.000 orang, banyak orang telah meninggal karena sistem kesehatan yang rapuh telah ambruk.

Keuntungan berupa perdamaian, yang diraih dengan susah-payah, telah terkikis parah. Virus mematikan itu juga diberitakan telah mengganggu pendidikan, pertanian, industri dan bahkan perdagangan. Banyak keluarga telah kehilangan mata pencarian, sedangkan lebih dari 3.300 anak telah menjadi yatim-piatu.

Ban mengatakan dampak sosial dan ekonomi akibat Ebola telah meluas dan bertambah dalam. Dampak tersebut diperkirakan akan terus ada sekalipun wabah Ebola bisa ditaklukkan.

"Penghasilan merosot, harga telah melambung, pasar kekurangan stok dan rakyat kelaparan," kata Ban, sebagaimana dikutip Xinhua.

"Itu sebabnya mengapa penting kita mulai memusatkan perhatian pada pemulihan dan pada saat yang sama kita berusaha mengakhiri wabah Ebola.

"Pemerintah dan rakyat Guinea, Liberia dan Sierra Leone telah sangat menderita dan memperlihatkan keuletan mereka, yang sangat besar," katanya.

"Mereka mengandalkan masyarakat internasional untuk mengakhiri wabah Ebola dan mendukung pemulihan mereka secara cepat dan penuh." Sementara itu Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan menyatakan di Manila, Filipina, wabah Ebola di Afrika Barat merupakan krisis kesehatan paling akut pada zaman modern ini. Chan juga mencemaskan penyebaran wabah tersebut ke benua lain.

Kekhawatiran pemimpin WHO itu amat beralasan; sebab dari Amerika Serikat dilaporkan kasus pertama penularan Ebola lewat kontak langsung dengan pasien. Seorang perawat dari Texas dinyatakan positif tertular Ebola, diperkirakan akibat melanggar standar keamanan penangan penyakit menular dan mematikan.

Perempuan perawat yang dirahasiakan namanya menjadi orang kedua yang tertular virus Ebola di luar Afrika. Sebelumnya seorang perempuan perawat asal Spanyol juga tertular lewat kontak langsung dengan pasien yang tertular di Afrika. Modus penularan diduga juga sama, yakni melanggar standar keamanan baku.

Direktur pusat pencegahan dan penanggulangan penyakit Amerika Serikat (CDC) Thomas Frieden dilaporkan menegaskan ia akan melakukan pemantauan dan memeriksa sejumlah perawat lain yang menangani kasus Ebola di rumah sakit Dallas, tempat pasien yang tertular di Liberia dirawat, yang akhirnya meninggal.

"Penyelidikan juga akan melacak di mana letak kesalahan protokol," ujar Frieden sebagaimana diberitakan.

Lewat perjalanan Sulit untuk mengatakan dengan tepat, apakah wabah Ebola di Afrika Barat akan meluas ke bagian lain dunia. Tapi model dalam komputer dilaporkan bisa memperkirakan banyak hal, misalnya, kota mana yang berisiko paling besar.

Perjalanan yang dilakukan orang menyebabkan penyakit menyebar lebih cepat. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang baru. Ketika orang masih mengadakan perjalanan dengan berjalan kaki, penyakit juga sudah tersebar. Tetapi pada zaman sekarang, alat transportasi yang makin canggih mengakibatkan penyebarannya lebih cepat lagi.

Dirk Brockmann dari Universitas Humboldt di Berlin, dan Dirk Helbing dari Institut Teknologi Federal di Zurich membuat model komputer yang bisa membuat perkiraan, bagaimana kuman menyebar secara geografis, dan kota mana yang terjangkau pertama kali.

Pada masa lalu, mereka telah membuat simulasi antara lain bagi H1N1 dan SARS. Sekarang mereka menyesuaikan program untuk penyebaran Ebola di Afrika Barat.

Brockmann, yang juga bekerja untuk WHO, mengatakan kebiasaan orang melakukan perjalanan adalah kunci untuk menentukan pola penyebaran virus, bukan spesifikasi virus itu sendiri.

Sejauh ini, simulasi yang dibuat peneliti menunjukkan jika dibandingkan dengan kota lain, Paris mungkin menjadi titik penyebaran Ebola di Eropa, kalau pelabuhan udara Conakry di Guinea menjadi pangkalnya.

Jika pangkalnya Freetown di Sierra Leone, maka London dengan pelabuhan udara Gatwick dan Heathrow paling terancam. Brockmann menambahkan beberapa negara Eropa masih mempunyai banyak penerbangan ke negara-negara bekas koloninya.

Pada 10 Desember 2014, Margaret Chan mengatakan situasi telah membaik di beberapa wilayah negara yang paling terpengaruh, tapi memperingatkan agar orang tidak cepat puas.

Risiko bagi dunia "selalu ada", sementara wabah tersebut masih ada, katanya.

Ia mengatakan WHO dan masyarakat internasional gagal bertindak dengan cukup cepat untuk menangani wabah itu.

Jumlah korban jiwa di Guinea, Liberia dan Sierra Leone mencapai 6.331, sementara lebih dari 17.800 orang telah terinfeksi, kata WHO.

Di Liberia, kemajuan dilaporkan sudah dicapai, terutama di Kabupaten Lofa di dekat tempat pertama kali wabah tersebut muncul dan di Ibu Kotanya, Monrovia.

Kasus Ebola di Guinea dan Sierra Leone "tak terlalu parah" dibandingkan dengan kondisinya dua bulan sebelumnya, tapi Dr Chan mengatakan, "Kita masih menyaksikan sangat banyak kasus".

Namun WHO menyatakan jumlah resmi tidak memperlihatkan seluruh gambaran mengenai wabah tersebut. Pada Agustus jumlahnya "sangat diremehkan", karena orang tak melaporkan penyakit yang mereka derita dan kematian akibat Ebola.

Tapi Dr Chan mengatakan kualitas data telah membaik sejak itu, sekalipun masih ada pekerjaan yang harus dilakukan.

Ia mengatakan bagian terpenting untuk bisa mengendalikan wabah tersebut ialah memastikan bahwa masyarakat mengerti Ebola. Ia menambahkan tim yang pergi ke beberapa daerah masih diserang oleh masyarakat yang ketakutan.

"Ketika mereka melihat orang dengan pakaian antariksa memasuki desa mereka untuk membawa pergi orang yang mereka cintai, mereka sangat ketakutan. Mereka menyembunyikan keluarga mereka yang sakit di rumah, mereka menyambunyikan mayat keluarga mereka," kata pemimpin WHO itu.

Dalam kesempatan terpisah, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB David Nabarro, yang menghadiri pertemuan ECOSOC di Markas PBB pada 5 Desember dan baru kembali dari negara Afrika Barat yang terpengaruh pada 4 Desember, mengatakan saat perjuangan untuk menghilangkan Ebola berjalan, dunia mesti memberi perhatian untuk menolong masyarakat yang terpengaruh membangun kembali apa yang telah hilang dari mereka.

"Pemulihan jangka panjang akan memerlukan sumber daya penting dan komitmen yang berkelanjutan dari masyarakat internasional dan sistem PBB. Wabah Ebola telah membuat lemah kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan sumber penghasilan," kata Nabarro, yang dikutip oleh Xinhua. "Pada saat yang sama pengeluaran telah melonjak sampai sebesar 30 persen di Guinea, Liberia dan Sierra Leone akibat Ebola." (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: