Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tantangan BPJS Kesehatan Layani Masyarakat Jelang MEA

Warta Ekonomi -

WE Online, Surabaya - Tanggal 1 Januari 2015 menjadi batas akhir pendaftaran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terutama dari sektor badan usaha di Indonesia.

Ketentuan yang dikeluarkan sesuai Peraturan Presiden tersebut diyakini dapat memberikan kemudahan akses bagi seluruh karyawan dalam melakukan investasi dana kesehatan.

Khusus di Jawa Timur, saat ini Pemerintah Provinsi Jatim telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman supaya semua badan usaha mendaftarkan seluruh karyawannya tanpa terkecuali.

Secara total, di provinsi paling timur Pulau Jawa itu ada 35.000 perusahaan. Namun sayangnya, dari angka tersebut hanya 13.000 perusahaan yang sudah mencatatkan nama karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sementara 22.000 perusahaan lain di Jatim belum merealisasinya hingga kini.

Minimnya kepesertaan dari kalangan pengusaha untuk mengikutsertakan karyawannya di program jaminan sosial tersebut, hingga kini memang belum diketahui pasti apa penyebabnya. Faktor lain bisa dikarenakan mayoritas dari karyawan itu sudah menjadi peserta asuransi kesehatan lain. Bahkan, ada kemungkinan mereka belum sadar pentingnya dan besarnya manfaat memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan.

Melihat kondisi itu, kini BPJS Kesehatan Regional VII Jatim kembali mengingatkan agar semua badan usaha atau perusahaan segera mendaftarkan semua karyawannya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Apabila mereka kurang peduli dengan kesehatan karyawannya sehingga tidak mengikutsertakan mereka sebagai peserta BPJS Kesehatan, pengusaha akan mendapatkan sanksi administratif.

Besaran sanksi itu, diungkapkan Staf Ahli Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nasrudin. Ia menyatakan, jika perusahaan tidak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) per 1 Januari 2015 maka mereka terancam terkena denda Rp1 miliar dan hukuman selama delapan tahun penjara dari pemerintah.

Namun pengenaan denda tersebut, tidak serta merta diterapkan. Apalagi pada tahap awal pemerintah akan memberikan sanksi administratif berupa peringatan kepada perusahaan yang belum menaati peraturan pemerintah itu. Tahap berikutnya, pemberian surat peringatan (SP) sebanyak dua kali. Kemudian jika perusahaan yang bersangkutan tak kunjung mengikuti program BPJS maka dikenakan sanksi pidana.

Apabila program BPJS Kesehatan yang berganti nama sejak 1 Januari 2014 sesuai UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dari sebelumnya PT Askes Indonesia (Persero) diabaikan begitu saja oleh kalangan pengusaha, yang dirugikan adalah karyawan dan perusahaan itu sendiri. Di samping mendapatkan sanksi administrasi dan pidana, mereka juga terancam tidak memperoleh pelayanan publik dan bisa dipastikan sulit mengurus surat perizinan apa pun.

Misalnya, pelayanan publik membuat SIM tidak akan dilayani oleh polda setempat. Hal itu disebabkan BPJS dengan unit-unit pelayanan publik memiliki kerja sama. Selain itu, kartu peserta BPJS menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan pelayanan publik.

"Untuk itu, idealnya jangan menganggap iuran BPJS Kesehatan sebagai biaya yang memberatkan. Namun, ini adalah modal pengusaha guna meningkatkan produktivitas pekerja," ucapnya.

Walau kepesertaan BPJS Kesehatan masih menuai hambatan dari kalangan pengusaha, BPJS Kesehatan Regional VII Jatim berkomitmen untuk mempercepat pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS) di wilayah kerjanya. Upaya tersebut sekaligus wujud tanggapan positifnya terhadap kebijakan pemerintah membagi kartu tersebut.

Percepatan Infrastruktur Menyikapi hal itu, Direktur BPJS Kesehatan Regional VII Andi Afdal optimistis pada tahun 2017 seluruh KIS sudah bisa dibagikan kepada semua masyarakat di Jatim, meskipun rencana pembagian kartu kesehatan baru itu diharapkan selesai pada tahun 2019. Keyakinan dalam percepatan pembagian itu didukung oleh infrastruktur yang ada pada masa kini.

Dengan demikian, pembagian kartu bisa terselesaikan lebih cepat. Langkah tersebut ikut didukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam pembagian KIS. Selain itu, juga dikarenakan BPJS Kesehatan Jatim memiliki semua data yang diinginkan pemerintah.

Bahkan, sejumlah nama warga yang ingin mendapatkan KIS sudah ada. Dari berbagai strategi itu, pemerintah hanya perlu menentukan kriteria warga yang berhak untuk menerima KIS. Oleh karena itu pihaknya berharap mekanisme pembagian kartu sehat ini harus segera dikeluarkan.

"Melalui mekanisme dan ketentuan itu kami percaya pejabat yang berada di tingkat pemerintahan paling bawah tidak akan bingung saat mengalokasikan kartu sehat itu kepada warganya," tutur Andi.

Dari sisi kepesertaan, sampai sekarang di Jatim tercatat 1.340.499 peserta. Angka tersebut terdiri dari 1.331.345 pegawai negeri sipil (PNS), 342.434 peserta dari anggota TNI-Polri, dan peserta mandiri mencapai 615.218 peserta. Kemudian, mereka yang termasuk peserta dari kalangan pensiunan dan Jamkesda tercatat sebanyak 748.183 peserta.

Kalau di Jakarta, sampai saat ini ada sekitar 1,7 juta kartu yang telah dibagikan. Akan tetapi di Jatim, pihaknya meminta supaya pemerintah mengikutsertakan jumlah penduduknya. Apalagi dikarenakan semua warga di penjuru Nusantara sangat membutuhkan perhatian khususnya mendapatkan jaminan sosial kesehatan.

Bagi masyarakat yang belum mendaftar khususnya pengusaha, saran dia, mereka dapat mendaftar ke seluruh kantor cabang Askes yang menyebar di 10 titik Jatim. Contoh di Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, Pasuruan, Jember, Banyuwangi, Pamekasan, dan Mojokerto. Mereka hanya perlu membawa foto kopi KTP, KK, dan struk pembayaran pendaftaran peserta BPJS Kesehatan. Terkait preminya, mereka bisa menyesuaikan kemampuan ekonominya dengan fasilitas rawat inap yang diharapkan.

Besaran premi BPJS Kesehatan, untuk peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan maka iuran premi BPJS Kesehatan dibayar oleh pemerintah. Ketentuan itu berlaku untuk masyarakat miskin dan kurang mampu yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian. Tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Untuk pegawai pada lembaga pemerintahan baik pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah nonpegawai negeri sebesar lima persen dari gaji atau upah per bulan. Pembagiannya adalah tiga persen ditanggung pemberi kerja dan dua persen premi BPJS Kesehatan dibayar oleh pegawai.

Lalu pegawai yang bekerja di BUMN, BUMD dan swasta preminya adalah sebesar 4,5 persen dari gaji atau upah per bulan. Pembagiannya adalah empat persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh pegawai.

Premi bagi keluarga tambahan yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua maka iuran yang dikenakan pada pegawai adalah sebesar satu persen dari gaji per bulan. Sementara, premi bagi kerabat lainnya seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga termasuk juga dengan semua pekerja selain dari yang tersebut sebelumnya maka ditentukan untuk manfaat kelas III iuran premi sebesar Rp25.500 per orang per bulan. Manfaat kelas II iuran premi sebesar Rp42.500 per orang per bulan dan manfaat kelas I iuran premi sebesar Rp59.500 per orang per bulan.

Bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar lima persen dari 45 persen gaji pokok pegawai negeri sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan maka dibayar oleh pemerintah. Seluruh pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan ini dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

Terkait denda keterlambatan pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan, bagi Pekerja Penerima Upah untuk setiap keterlambatan dalam pembayaran iuran BPJS Kesehatan dikenakan denda administratif sebesar dua persen setiap bulan dari total iuran tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Hal itu dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

Kemudian, Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja maka keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan. Pemberlakuan tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran premi BPJS Kesehatan yang tertunggak.

Sinergi Layanan Untuk mendukung program pemerintah itu, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Cabang Jawa Timur, Dodo Anondo, mengatakan, sejak beberapa waktu lalu sebanyak 344 rumah sakit se-Jawa Timur menyambut positif dioperasikannya BPJS Kesehatan yang resmi beroperasi per 1 Januari 2014.

Berbagai kesiapan itu meliputi ketersediaan sumber daya manusia (SDM), layanan, hingga peralatan yang disesuaikan dengan tingkatan di masing-masing rumah sakit. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi anggapan negatif masyarakat bahwa hanya orang mampu atau kaya yang bisa berobat di rumah sakit.

"Orang tidak mampu juga berhak mendapat layanan kesehatan yang terbaik saat berada di rumah sakit. Lalu, orang asing yang tinggal serta bekerja di Indonesia minimal enam bulan juga wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan," ujarnya.

Di sisi lain, perusahaan asuransi kesehatan swasta, PT Asuransi Axa Indonesia berkeinginan bergabung dalam skema jaringan layanan perlindungan kesehatan yang dikelola pemerintah melalui BPJS Kesehatan. Upaya tersebut dilaksanakan agar mereka bisa melengkapi perlindungan versi pemerintah yang dilakukan BPJS Kesehatan, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Chief Executive Officer AXA General Insurance Indonesia, Paul Henri Rastoul menambahkan, penerapan asuransi wajib bagi seluruh warga menurunkan kinerja asuransi kesehatan swasta sebesar 15-30 persen. Salah satu faktor penyebabnya perusahaan menengah ke bawah mengalihkan perlindungan ke asuransi wajib pemerintah. Sementara, dalam memberikan pelayanan tambahan, perusahaan cenderung menunggu.

Akibatnya, diprediksi ada pengaruh jangka pendek atau antara dua sampai tiga tahun. Tapi, setelah masyarakat sadar pentingnya asuransi maka dampak positif akan dirasakan industri. Kesadaran pasar meningkat sehingga diharapkan penyedia perlindungan kesehatan swasta juga semakin tumbuh.

Kini, perusahaan menengah kecil akan berat beli private (layanan swasta) dan publik (layanan dasar pemerintah) sedangkan untuk kalangan medium ke atas tidak masalah.

Hal itu bisa dibandingkan dengan kondisi di Spanyol di mana juga diterapkan perlindungan asuransi wajib. Industri juga terdampak pada tahap awal penerapan. Akan tetapi pada masa mendatang asuransi tambahan tetap tumbuh positif. Dari situasi itulah, pihaknya meyakini pola serupa berlaku di Indonesia. Walau demikian, untuk memperpendek waktu pemulihan, asuransi swasta ingin bisa bergabung dengan jaringan perlindungan wajib milik pemerintah.

"Kami sedang membicarakan dengan BPJS bagaimana agar perlindungan itu bisa compatible dengan mereka. Kami yakin dengan ini, pelambatan asuransi kesehatan hanya akan terasa dalam setahun. Lalu agen maupun broker bisa menawarkan asuransi lebih mudah," tambahnya.

Secara umum, tahun lalu PT Asuransi AXA Indonesia membukukan premi bruto Rp468 miliar dan premi net Rp205 miliar. Besaran tersebut diperoleh dari asuransi perorangan, bisnis maupun kesehatan. Berikutnya porsi asuransi kesehatan dari keseluruhan bisnis tersebut mencapai sebesar 25 persen.

Melalui kerja sama dengan BPJS Kesehatan maka ke depan diharapkan bisa memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di berbagai kalangan hingga terjadi pertumbuhan signifikan terhadap industri asuransi nasional.

Dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang ada di Jatim, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Deddy Suhajadi, mengimbau, seluruh pihak untuk memperkuat keberadaan berbagai sarana prasarana tersebut khususnya di sektor kesehatan. Apalagi kini pemerintahan yang dinahkodai Joko Widodo memiliki sejumlah punggawa dengan nama Kabinet Kerja.

Di samping itu, terutama Jatim saat ini sedang menjadi incaran berbagai investor asing yang siap mengembangkan usahanya di wilayah tersebut. Hal itu juga didukung pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) per Desember 2015. Ada pula beberapa pengelola rumah sakit besar asal Korea Selatan yang berencana mengurus izin usahanya di Jatim.

"Mereka tidak main-main dalam mengembangkan bisnisnya menyusul Jatim memiliki potensi perekonomian terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta," katanya.

Bahkan, lanjut dia, pengelola rumah sakit Korea Selatan itu menyerahkan sepenuhnya penempatan lokasi usahanya kepada pemerintah daerah. Sementara, sejumlah sumber daya manusia baik dokter maupun perawatnya juga siap memberikan kualitas layanan seperti di negaranya dan didukung kecakapan mereka menggunakan Bahasa Indonesia saat memeriksa pasiennya.

Oleh sebab itu, kini masyarakat Jatim harus segera mengambil peran dan bertindak supaya gempuran asing yang berdatangan lebih banyak pada tahun 2015 bisa diantisipasi dengan baik. Hal tersebut juga perlu memperoleh dukungan pemerintah maupun kalangan swasta sehingga Indonesia bisa menjadi tuan di negeri sendiri dan tamu di negara lain. (Ant/Indra S/Ayu Citra Sukma Rahayu)

 

TANTANGAN BPJS KESEHATAN LAYANI MASYARAKAT JELANG MEA Oleh Indra S/Ayu Citra Sukma Rahayu

    • Copyright:ANTARA
    • Date:Des 21 17:33
    • Print:
      Print Version
    • Category:PUM
Kembali

Surabaya, 21/12 (Antara) - Tanggal 1 Januari 2015 menjadi batas akhir pendaftaran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terutama dari sektor badan usaha di Indonesia.

Ketentuan yang dikeluarkan sesuai Peraturan Presiden tersebut diyakini dapat memberikan kemudahan akses bagi seluruh karyawan dalam melakukan investasi dana kesehatan.

Khusus di Jawa Timur, saat ini Pemerintah Provinsi Jatim telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman supaya semua badan usaha mendaftarkan seluruh karyawannya tanpa terkecuali.

Secara total, di provinsi paling timur Pulau Jawa itu ada 35.000 perusahaan. Namun sayangnya, dari angka tersebut hanya 13.000 perusahaan yang sudah mencatatkan nama karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sementara 22.000 perusahaan lain di Jatim belum merealisasinya hingga kini.

Minimnya kepesertaan dari kalangan pengusaha untuk mengikutsertakan karyawannya di program jaminan sosial tersebut, hingga kini memang belum diketahui pasti apa penyebabnya. Faktor lain bisa dikarenakan mayoritas dari karyawan itu sudah menjadi peserta asuransi kesehatan lain. Bahkan, ada kemungkinan mereka belum sadar pentingnya dan besarnya manfaat memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan.

Melihat kondisi itu, kini BPJS Kesehatan Regional VII Jatim kembali mengingatkan agar semua badan usaha atau perusahaan segera mendaftarkan semua karyawannya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Apabila mereka kurang peduli dengan kesehatan karyawannya sehingga tidak mengikutsertakan mereka sebagai peserta BPJS Kesehatan, pengusaha akan mendapatkan sanksi administratif.

Besaran sanksi itu, diungkapkan Staf Ahli Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nasrudin. Ia menyatakan, jika perusahaan tidak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) per 1 Januari 2015 maka mereka terancam terkena denda Rp1 miliar dan hukuman selama delapan tahun penjara dari pemerintah.

Namun pengenaan denda tersebut, tidak serta merta diterapkan. Apalagi pada tahap awal pemerintah akan memberikan sanksi administratif berupa peringatan kepada perusahaan yang belum menaati peraturan pemerintah itu. Tahap berikutnya, pemberian surat peringatan (SP) sebanyak dua kali. Kemudian jika perusahaan yang bersangkutan tak kunjung mengikuti program BPJS maka dikenakan sanksi pidana.

Apabila program BPJS Kesehatan yang berganti nama sejak 1 Januari 2014 sesuai UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dari sebelumnya PT Askes Indonesia (Persero) diabaikan begitu saja oleh kalangan pengusaha, yang dirugikan adalah karyawan dan perusahaan itu sendiri. Di samping mendapatkan sanksi administrasi dan pidana, mereka juga terancam tidak memperoleh pelayanan publik dan bisa dipastikan sulit mengurus surat perizinan apa pun.

Misalnya, pelayanan publik membuat SIM tidak akan dilayani oleh polda setempat. Hal itu disebabkan BPJS dengan unit-unit pelayanan publik memiliki kerja sama. Selain itu, kartu peserta BPJS menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan pelayanan publik.

"Untuk itu, idealnya jangan menganggap iuran BPJS Kesehatan sebagai biaya yang memberatkan. Namun, ini adalah modal pengusaha guna meningkatkan produktivitas pekerja," ucapnya.

Walau kepesertaan BPJS Kesehatan masih menuai hambatan dari kalangan pengusaha, BPJS Kesehatan Regional VII Jatim berkomitmen untuk mempercepat pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS) di wilayah kerjanya. Upaya tersebut sekaligus wujud tanggapan positifnya terhadap kebijakan pemerintah membagi kartu tersebut.

Percepatan Infrastruktur Menyikapi hal itu, Direktur BPJS Kesehatan Regional VII Andi Afdal optimistis pada tahun 2017 seluruh KIS sudah bisa dibagikan kepada semua masyarakat di Jatim, meskipun rencana pembagian kartu kesehatan baru itu diharapkan selesai pada tahun 2019. Keyakinan dalam percepatan pembagian itu didukung oleh infrastruktur yang ada pada masa kini.

Dengan demikian, pembagian kartu bisa terselesaikan lebih cepat. Langkah tersebut ikut didukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam pembagian KIS. Selain itu, juga dikarenakan BPJS Kesehatan Jatim memiliki semua data yang diinginkan pemerintah.

Bahkan, sejumlah nama warga yang ingin mendapatkan KIS sudah ada. Dari berbagai strategi itu, pemerintah hanya perlu menentukan kriteria warga yang berhak untuk menerima KIS. Oleh karena itu pihaknya berharap mekanisme pembagian kartu sehat ini harus segera dikeluarkan.

"Melalui mekanisme dan ketentuan itu kami percaya pejabat yang berada di tingkat pemerintahan paling bawah tidak akan bingung saat mengalokasikan kartu sehat itu kepada warganya," tutur Andi.

Dari sisi kepesertaan, sampai sekarang di Jatim tercatat 1.340.499 peserta. Angka tersebut terdiri dari 1.331.345 pegawai negeri sipil (PNS), 342.434 peserta dari anggota TNI-Polri, dan peserta mandiri mencapai 615.218 peserta. Kemudian, mereka yang termasuk peserta dari kalangan pensiunan dan Jamkesda tercatat sebanyak 748.183 peserta.

Kalau di Jakarta, sampai saat ini ada sekitar 1,7 juta kartu yang telah dibagikan. Akan tetapi di Jatim, pihaknya meminta supaya pemerintah mengikutsertakan jumlah penduduknya. Apalagi dikarenakan semua warga di penjuru Nusantara sangat membutuhkan perhatian khususnya mendapatkan jaminan sosial kesehatan.

Bagi masyarakat yang belum mendaftar khususnya pengusaha, saran dia, mereka dapat mendaftar ke seluruh kantor cabang Askes yang menyebar di 10 titik Jatim. Contoh di Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, Pasuruan, Jember, Banyuwangi, Pamekasan, dan Mojokerto. Mereka hanya perlu membawa foto kopi KTP, KK, dan struk pembayaran pendaftaran peserta BPJS Kesehatan. Terkait preminya, mereka bisa menyesuaikan kemampuan ekonominya dengan fasilitas rawat inap yang diharapkan.

Besaran premi BPJS Kesehatan, untuk peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan maka iuran premi BPJS Kesehatan dibayar oleh pemerintah. Ketentuan itu berlaku untuk masyarakat miskin dan kurang mampu yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian. Tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Untuk pegawai pada lembaga pemerintahan baik pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah nonpegawai negeri sebesar lima persen dari gaji atau upah per bulan. Pembagiannya adalah tiga persen ditanggung pemberi kerja dan dua persen premi BPJS Kesehatan dibayar oleh pegawai.

Lalu pegawai yang bekerja di BUMN, BUMD dan swasta preminya adalah sebesar 4,5 persen dari gaji atau upah per bulan. Pembagiannya adalah empat persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh pegawai.

Premi bagi keluarga tambahan yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua maka iuran yang dikenakan pada pegawai adalah sebesar satu persen dari gaji per bulan. Sementara, premi bagi kerabat lainnya seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga termasuk juga dengan semua pekerja selain dari yang tersebut sebelumnya maka ditentukan untuk manfaat kelas III iuran premi sebesar Rp25.500 per orang per bulan. Manfaat kelas II iuran premi sebesar Rp42.500 per orang per bulan dan manfaat kelas I iuran premi sebesar Rp59.500 per orang per bulan.

Bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar lima persen dari 45 persen gaji pokok pegawai negeri sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan maka dibayar oleh pemerintah. Seluruh pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan ini dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

Terkait denda keterlambatan pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan, bagi Pekerja Penerima Upah untuk setiap keterlambatan dalam pembayaran iuran BPJS Kesehatan dikenakan denda administratif sebesar dua persen setiap bulan dari total iuran tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Hal itu dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

Kemudian, Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja maka keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan. Pemberlakuan tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran premi BPJS Kesehatan yang tertunggak.

Sinergi Layanan Untuk mendukung program pemerintah itu, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Cabang Jawa Timur, Dodo Anondo, mengatakan, sejak beberapa waktu lalu sebanyak 344 rumah sakit se-Jawa Timur menyambut positif dioperasikannya BPJS Kesehatan yang resmi beroperasi per 1 Januari 2014.

Berbagai kesiapan itu meliputi ketersediaan sumber daya manusia (SDM), layanan, hingga peralatan yang disesuaikan dengan tingkatan di masing-masing rumah sakit. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi anggapan negatif masyarakat bahwa hanya orang mampu atau kaya yang bisa berobat di rumah sakit.

"Orang tidak mampu juga berhak mendapat layanan kesehatan yang terbaik saat berada di rumah sakit. Lalu, orang asing yang tinggal serta bekerja di Indonesia minimal enam bulan juga wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan," ujarnya.

Di sisi lain, perusahaan asuransi kesehatan swasta, PT Asuransi Axa Indonesia berkeinginan bergabung dalam skema jaringan layanan perlindungan kesehatan yang dikelola pemerintah melalui BPJS Kesehatan. Upaya tersebut dilaksanakan agar mereka bisa melengkapi perlindungan versi pemerintah yang dilakukan BPJS Kesehatan, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Chief Executive Officer AXA General Insurance Indonesia, Paul Henri Rastoul menambahkan, penerapan asuransi wajib bagi seluruh warga menurunkan kinerja asuransi kesehatan swasta sebesar 15-30 persen. Salah satu faktor penyebabnya perusahaan menengah ke bawah mengalihkan perlindungan ke asuransi wajib pemerintah. Sementara, dalam memberikan pelayanan tambahan, perusahaan cenderung menunggu.

Akibatnya, diprediksi ada pengaruh jangka pendek atau antara dua sampai tiga tahun. Tapi, setelah masyarakat sadar pentingnya asuransi maka dampak positif akan dirasakan industri. Kesadaran pasar meningkat sehingga diharapkan penyedia perlindungan kesehatan swasta juga semakin tumbuh.

Kini, perusahaan menengah kecil akan berat beli private (layanan swasta) dan publik (layanan dasar pemerintah) sedangkan untuk kalangan medium ke atas tidak masalah.

Hal itu bisa dibandingkan dengan kondisi di Spanyol di mana juga diterapkan perlindungan asuransi wajib. Industri juga terdampak pada tahap awal penerapan. Akan tetapi pada masa mendatang asuransi tambahan tetap tumbuh positif. Dari situasi itulah, pihaknya meyakini pola serupa berlaku di Indonesia. Walau demikian, untuk memperpendek waktu pemulihan, asuransi swasta ingin bisa bergabung dengan jaringan perlindungan wajib milik pemerintah.

"Kami sedang membicarakan dengan BPJS bagaimana agar perlindungan itu bisa compatible dengan mereka. Kami yakin dengan ini, pelambatan asuransi kesehatan hanya akan terasa dalam setahun. Lalu agen maupun broker bisa menawarkan asuransi lebih mudah," tambahnya.

Secara umum, tahun lalu PT Asuransi AXA Indonesia membukukan premi bruto Rp468 miliar dan premi net Rp205 miliar. Besaran tersebut diperoleh dari asuransi perorangan, bisnis maupun kesehatan. Berikutnya porsi asuransi kesehatan dari keseluruhan bisnis tersebut mencapai sebesar 25 persen.

Melalui kerja sama dengan BPJS Kesehatan maka ke depan diharapkan bisa memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di berbagai kalangan hingga terjadi pertumbuhan signifikan terhadap industri asuransi nasional.

Dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang ada di Jatim, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Deddy Suhajadi, mengimbau, seluruh pihak untuk memperkuat keberadaan berbagai sarana prasarana tersebut khususnya di sektor kesehatan. Apalagi kini pemerintahan yang dinahkodai Joko Widodo memiliki sejumlah punggawa dengan nama Kabinet Kerja.

Di samping itu, terutama Jatim saat ini sedang menjadi incaran berbagai investor asing yang siap mengembangkan usahanya di wilayah tersebut. Hal itu juga didukung pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) per Desember 2015. Ada pula beberapa pengelola rumah sakit besar asal Korea Selatan yang berencana mengurus izin usahanya di Jatim.

"Mereka tidak main-main dalam mengembangkan bisnisnya menyusul Jatim memiliki potensi perekonomian terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta," katanya.

Bahkan, lanjut dia, pengelola rumah sakit Korea Selatan itu menyerahkan sepenuhnya penempatan lokasi usahanya kepada pemerintah daerah. Sementara, sejumlah sumber daya manusia baik dokter maupun perawatnya juga siap memberikan kualitas layanan seperti di negaranya dan didukung kecakapan mereka menggunakan Bahasa Indonesia saat memeriksa pasiennya.

Oleh sebab itu, kini masyarakat Jatim harus segera mengambil peran dan bertindak supaya gempuran asing yang berdatangan lebih banyak pada tahun 2015 bisa diantisipasi dengan baik. Hal tersebut juga perlu memperoleh dukungan pemerintah maupun kalangan swasta sehingga Indonesia bisa menjadi tuan di negeri sendiri dan tamu di negara lain.


Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: