Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencari Kurikulum yang Tepat bagi Peserta Didik (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pemerintah telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 untuk diperbaiki terlebih dahulu. Kurikulum peninggalan pemerintahan sebelumnya itu, tampaknya dinilai kurang ideal untuk diterapkan kepada para peserta didik di Indonesia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengemukakan bahwa Kurikulum 2013 akan disempurnakan dan dikembangkan sebelum diterapkan kembali ke sekolah-sekolah.

"Proses penyempurnaan Kurikulum 2013 tidak berhenti, akan diperbaiki dan dikembangkan, serta dilaksanakan di sekolah-sekolah percontohan yang selama ini telah menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester terakhir," ucap Anies Baswedan.

Keputusan penundaan Kurikulum 2013 itu kemudian memunculkan pertanyaan, bagaimanakah kurikulum yang paling ideal untuk siswa? Apakah kurikulum dan metode pendidikan yang diterapkan di negara lain bisa diterapkan di Indonesia?

Guru besar sosiologi UIN Bandung Prof Nanat Fatah Natsir mengatakan pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak didukung data penelitian yang menyatakan lebih baik daripada Kurikulum 2006.

"Pelaksanaan Kurikulum 2013 juga kurang memperhitungkan kesiapan guru dan buku yang digunakan. Kurikulum 2013 juga kurang sosialisasi sehingga terkesan terburu-buru dan seperti dipaksakan," imbuhnya.

Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengatakan sekolah-sekolah yang sudah terlanjur menerapkan Kurikulum 2013 lebih baik dijadikan sebagai proyek percontohan yang hasilnya, kemudian dibandingkan dengan sekolah yang menggunakan Kurikulum 2006.

Menurut Nanat, selama ini siswa, orang tua dan guru selalu dibingungkan dengan kebijakan pendidikan, terutama kurikulum, yang terus berubah setiap ada pergantian menteri pendidikan. Karena itu, Nanat mengusulkan adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Perlu ada revisi UU Sisdiknas yang mengatur pemberlakuan kurikulum misalnya sekurang-kurangnya 10 tahun atau 15 tahun, sehingga tidak terjadi setiap ganti menteri ganti kurikulum. Pada akhirnya siswa yang menjadi korban," tuturnya.

Mantan rektor UIN Bandung itu mengatakan pergantian kurikulum yang terus terjadi dalam waktu singkat menunjukkan Indonesia merupakan bangsa yang belum berhasil dalam membangun pendidikan. Pada akhirnya kualitas siswa Indonesia berada di bawah kualitas siswa negara lain. Menurut Nanat, yang paling menentukan dalam kualitas pendidikan adalah kualitas guru, bukan kurikulum dan komponen lainnya.

"Hasil penelitian menyebutkan kualitas pendidikan 65 persen ditentukan kualitas guru dan 35 persen oleh faktor lain seperti kurikulum dan sarana prasarana," katanya.

Nanat mengemukakan harus ada upaya memperbaiki kualitas guru, yaitu perbaikan pendidikan guru dan kesejahteraannya. Selain kualitas, kuantitas guru juga perlu ditambah. (Ant)

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: