Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Minta BI dan OJK Kompak (Bagian II-Habis)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Mantan Ketua Pansus RUU OJK Nusron Wachid mengingatkan semua pihak bahwa terbentuknya OJK adalah keputusan politik yang didasari fakta sejarah. Mulai dari moral hazard yang terjadi di industri keuangan saat krisis ekonomi 1997/1998 yang ditandai dengan kasus BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia), obligasi rekap, sampai munculnya kasus Bank Century 2008.

Fakta juga menunjukkan pengawasan sektor jasa keuangan yang terpisah, yaitu perbankan oleh BI dan industri keuangan non-bank dan pasar modal di Departemen Keuangan (Bapepam-LK) telah menimbulkan loopholes yang dimanfaatkan oleh mafia kejahatan di industri keuangan.

"OJK dan pengawasan terintegrasi jadi kata-kata kunci untuk menambal loopholes tersebut. Seluruh industri, pengaturan, dan pengawasannya harus di bawah satu lembaga yaitu OJK," tambahnya.

Apalagi, lanjut Nuston, terjadi perkembangan konglomerasi keuangan di Indonesia yang sangat pesat. Saat ini setidaknya ada 36 konglomerasi keuangan yang masing-masing dapat membawahi puluhan perusahaan terutama di sektor nonperbankan baik di pasar modal maupun di industri keuangan non-bank. Konglomerasi ini telah memunculkan potensi risiko terbesar di sektor jasa keuangan, terlebih lagi dengan adanya hybrid products lintas sektor, misalnya bancassurance dan unit link.

"Bagaimana bila mereka colaps? Dapat memicu krisis sistemik. Nah, dengan pengaturan dan pengawasan secara integrasi niscaya risiko konglomerasi akan termonitor dan dimitigasi," ucap Nusron.

Menyangkut pungutan, Nusron mengingatkan agar kepentingan industri lebih diutamakan. Mereka menyambut baik inisiatif OJK yang mengusulkan kepada pemerintah agar segera melakukan amanden terhadap peraturan pemerintah tentang pungutan.

Hanya ia mengingatkan agar pembiayaan OJK ke depan lebih mengandalkan pungutan. Hal ini mengingat kondisi fiskal Indonesia masih terbilang rawan karena dibiayai utang. Jangan hanya gara-gara OJK mengandalkan APBN, justru memperparah APBN. Kepercayaan pasar ditentukan selain oleh kualitas koordinasi OJK dan BI juga oleh APBN yang sehat dan bersinambungan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: