Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Hotel Jangan Gerus Karakter Asli Yogyakarta

Warta Ekonomi -

WE Online, Yogyakarta - Kota wisata Yogyakarta tidak hentinya memikat para investor untuk terus berdatangan mengembangkan industri perhotelan. Hampir setiap tahun, selalu muncul pembangunan hotel baru di wilayah itu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah hotel khusus di Yogyakarta hingga awal 2014 tercatat 339 hotel, terdiri atas 43 hotel berbintang dan 356 hotel nonbintang.

Kendati sektor itu berkontribusi relatif cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY, dengan rata-rata mencapai 21 persen. Namun, menjamurnya pembangunan hotel dari tahun ke tahun juga dianggap banyak pihak sebagai ancaman yang dapat menggerus karakter asli Kota Gudeg itu.

Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) John Widijantoro mengatakan bahwa pembangunan hotel jangan sampai merusak karakter asli kota wisata tersebut sehingga merugikan kepentingan wisatawan.

"Zona inti wisata akan makin semrawut ketika jumlah hotel bertumpuk di wilayah tersebut (Kota Yogyakarta)," kata Widijantoro.

Selain merusak citra kota sebagai tujuan wisata, menurut Widijantoro, pemberian izin pembangunan hotel berlebihan juga secara langsung menambah beban jalan, drainase, serta sumber air yang terbatas. "Sebenarnya, kota ini sudah tidak butuh pembangunan hotel," kata dia.

Bisnis wisata maupun wisatawannya, kata dia, akan dirugikan ketika kekhasan Yogyakarta sebagai kota wisata dan budaya rusak.

Pakar tata kota dan tata ruang Universitas Gadjah Mada (UGM) Sudaryono Sastrosasmito berpendapat bahwa aspek psikologis masyarakat atau wisatawan terkait dengan karakter Yogyakarta lambat laun akan berubah ketika bangunan hotel mulai mendominasi tiap sudut-sudut Kota Yogyakarta.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta agar pembangunan hotel harus terkendali dengan memerhatikan beberapa faktor penting, yakni menimbang ketercukupan parkir, kelestarian air tanah, dan dampak sosial yang diakibatkan.

Pembangunan hotel, kata Sultan, juga harus memperhatikan kawasan yang ada sebab di Kota Yogyakarta terdapat beberapa kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan "heritage".

Dampak Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta berharap setiap pembangunan hotel di kota itu tetap terukur dengan memperhatikan dampak lingkungan sekitar.

"Setiap pembangunan hotel seharusnya memang memperhatikan daya dukung, serta daya tampung kawasan," kata Direktur Walhi DIY Halik Sandera.

Halik menilai makin bertambahnya jumlah hotel di Yogyakarta saat ini telah menimbulkan berbagai persoalan lingkungan, antara lain menipisnya debit sumber air dangkal, pencemaran sungai, dan kualitas udara. Dengan penambahan pembangunan hotel baru, akan semakin memperburuk kondisi lingkungan di wilayah itu.

Halik menjelaskan bahwa setiap pembangunan hotel akan memiliki potensi mengganggu fungsi aliran air tanah dangkal. Hal itu karena keberadaan setiap bangunan basement hotel akan membelokkan aliran air tanah dangkal yang seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat.

Selain itu, keberadaan sumber air tanah dangkal sebagai sumber air utama masyarakat juga akan terus menerus berkurang akibat kebutuhan air perhotelan yang rata-rata menggunakan sumber air tanah dalam. Hal itu dapat terjadi karena makin gencarnya penggalian sumber air tanah dalam, dapat memicu meresapnya air tanah dangkal ke sumber air tanah dalam.

"Di beberapa wilayah di Yogyakarta beberapa sumur masyarakat sudah mengalamai penurunan debit sehingga masyarakat harus menggali sumur lebih dalam lagi untuk mendapatkan air," ujar dia.

Perlu Zonasi Pakar tata kota dan tata ruang UGM Sudaryono Sastrosasmito memandang perlu ditentukan zonasi atau pembagian wilayah dalam mekanisme pembangunan hotel di Yogyakarta, terdiri atas zona inti dan zona penyangga.

"Perlu ada pembagian wilayah atau zonasi dalam persebaran pembangunan hotel di Yogyakarta, yaitu zona inti dan zona penyangga," katanya.

Di dalam zona inti yang merupakan wilayah vital Yogyakarta yang dibatasi Sungai Code di sebelah Timur dan Sungai Winongo di sebelah barat, menurut dia, perlu ada pembatasan, baik dari sisi jumlah bangunan maupun jumlah lantai hotel.

"Zona inti yang merupakan wilayah vital Daerah Istimewa Yogyakarta akan semakin semrawut ketika jumlah hotel bertumpuk di daerah tersebut," katanya.

Pada dasarnya, kata dia, kapasitas jalan-jalan yang ada di Kota Yogyakarta sebetulnya secara langsung telah memberikan pembatasan kewajaran bangunan.

Bahkan, lanjut dia, hampir secara keseluruhan jalan, khususnya di Yogyakarta didesain untuk bangunan-bangunan horizontal.

"Kapasitas jalan yang ada di Yogyakarta yang rata-rata memiliki lebar 6--8 meter sebetulnya hanya mampu menampung beban dari bangunan-bangunan horizontal,"kata Sudaryono.

Moratorium Pembangunan Hotel Menanggapi desakan berbagai pihak Pemrintah Kota Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Moratorium Pemberian Izin Pembangunan Hotel mulai 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2016.

Sebanyak 104 permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) hotel baru tetap diproses karena diajukan sebelum moratorium pembangunan hotel diberlakukan.

Meski demikian, Dinas Perizinan Kota Yogyakarta meminta seluruh proyek pembangunan hotel yang telah mendapatkan izin mendirikan bangunan segera melapor apabila akan memulai pembangunan sehingga instansi itu dapat mengawasinya.

"Sebaiknya, hotel yang akan mulai melakukan pembangunan segera melapor, kapan akan mulai membangun? Kami di dinas melakukan pengawasan dengan maksimal," kata Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Setiono.

Menurut dia, saat Dinas Perizinan sudah menerima laporan mengenai awal pembangunan suatu hotel, akan ada petugas yang secara intensif melakukan pengawasan agar pembangunan hotel tersebut tidak menyalahi aturan.

Pengawasan, kata dia, dilakukan terhadap garis sempadan bangunan, ketinggian bangunan, dan konstruksi, termasuk kondisi lingkungan di sekitar lokasi pembangunan.

Dinas Perizinan Kota Yogyakarta bisa mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) yang sudah diberikan apabila ada aturan yang dilanggar. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: