Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BKPM: Perkembangan Sektor Subtitusi Impor Kurang Menggembirakan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan perkembangan sektor substitusi impor yang memproduksi barang modal dan bahan baku kurang menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir.

"Kalau dilihat dari lima hingga 10 tahun terakhir, pertumbuhan sektor ini memang tidak terlalu menggembirakan," kata Franky di Jakarta, Selasa (13/1/2015).

Fakta yang tak terlalu menggembirakan itu, menurut Franky, ditunjukkan dari realisasi investasi di sektor substitusi impor sepanjang 2010 hingga September 2014 yang cenderung menurun.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM Himawan Hariyoga mengatakan sejumlah industri dalam sektor substitusi impor seperti baja, petrokimia, bahan baku farmasi dan elektronika masih sangat mengharapkan dukungan pemerintah.

Industri baja dan besi, misalnya, yang merupakan induk dari sebagian besar industri masih mengalami kesulitan bahan baku. Pelaku usaha juga mengaku membutuhkan dukungan transportasi darat dan fasilitas pelabuhan untuk distribusi serta perizinan di tingkat lokal.

"Ada juga yang mengeluh sulitnya perizinan, ada yang sudah dua tahun belum keluar izin dari Kementerian Lingkungan Hidup," katanya.

Berdasarkan data BKPM, investasi yang mengalami hambatan (pipeline projects) di industri baja sepanjang 2010 hingga September 2014 mencapai Rp59,8 triliun (penanaman modal dalam negeri/PMDN) dan 15,2 miliar dolar AS (penanaman modal/PMA).

Di sisi lain, bidang petrokimia juga membutuhkan jaminan agar insentif fiskal seperti "tax holliday" dan "tax allowance" yang dijanjikan pemerintah bisa benar-benar terwujud. Pelaku industri petrokimia berharap pemerintah, melalui BKPM, bisa mengawal dan membantu perolehan insentif di sektor yang terkenal berisiko itu.

"Sebagian pelaku industri petrokimia bilang ingin melakukan perluasan usaha di bidang lain, tapi butuh dukungan pemerintah. Ada satu perusahaan petrokimia yang investasi di kawasan timur dan nilainya cukup besar juga masih terkendala karena belum ada kepastian bahan baku gas," ujarnya.

Lebih lanjut, Himawan mengatakan industri bahan baku obat dan elektronika juga masih begitu tergantung pada impor. "Impor bahan baku obat mencapai Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar per tahun," katanya.

Sementara pelaku usaha di bidang elektronika meminta dukungan kebijakan tarif mengingat begitu tingginya jumlah impor bahan baku dan barang jadi.

"Kata pelaku industri elektronik, impor barang jadi dinilai lebih murah ketimbang harus mengimpor bahan baku dan memproduksinya di dalam negeri," katanya.

Oleh karena itu, Himawan mengatakan pihaknya akan terus melakukan pendalaman terkait dukungan apa yang bisa diberikan.

Menurut dia, jika kendala yang dihadapi pelaku usaha sangat serius dan menyangkut investasi maka bisa disampaikan kepada kementerian terkait atau dibahas dalam rapat terbatas bersama kepala negara. "Kalau masalahnya di daerah, kami ada tim ad hoc yang bisa membantu mengawal prosesnya," ujarnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: