Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Kemenhub Benahi Internal Naikkan Standar Keselamatan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pengamat Penerbangan Chappy Hakim menyarankan kepada Kementerian Perhubungan untuk menyelesaikan berbagai "pekerjaan rumah" di internal terlebih dahulu guna meningkatkan standar keselamatan penerbangan sesuai standar Federal Aviation Administration (FAA) dari Amerika Serikat.

"Kemenhub akan kesulitan jika pekerjaan hariannya saja masih 'kedodoran', mengerjakan yang biasa saja, contohnya izin masih ada yang disalahgunakan. Kerjakan 'pekerjaan rumahnya' terlebih dahulu karena ini sulit," kata Chappy usai "media gathering" yang bertajuk "Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia terkait dengan Carut Marut Penerbangan Penerbangan Nasional" di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Chappy menyarankan Kemenhub dapat segera membenahi data audit dari International Civil Aviation Organization (ICAO) yang menurut dia mencapai 600 "issues" atau masalah tersebut. Berdasarkan data temuan ICAO 2014 untuk Indonesia, keefektivan regulasi dengan implementasi yang ada, masih berkisar di angka 60-70 persen, meliputi kategori legislasi, organisasi, pelisensian, operasi, kelaikan udara (airworthiness), kecelakaan dan lainnya.

Dia mencotohkan salah satu persoalannya, yakni lalu lintas udara yang semakin padat dengan pergerakan pesawat sebanyak 1.700 per hari yang hanya diawasi oleh 120 petugas "air traffic control" (ATC), artinya satu orang mengawasi sekitar 14 pergerakan pesawat. "Ada kemauan tidak untuk membenahi ini, mengumpulkan data yang ada, staf ahli dikumpulkan kemudian membuat 'roadmap' yang menjadi bagian penting dari program kerja," katanya.

Antarinstansi Menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu, dalam pembenahan terkait keselamatan penerbangan harus ada koordinasi antarkementerian dan seharusnya Dewan Penerbangan Republik Indonesia (Depandri) dihidupkan kembali.

"Harus ada dewan penerbangan yang posisinya di atas kementerian untuk bisa mengkoordinasi kementerian-kementerian yang terkait, contohnya soal gaji pilot, itu bukan hanya Kemenhub tetapi juga Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan harus persetujuan DPR," katanya.

Dia kembali menconohkan Korea Selatan pada tahun 1950-an telah membuat panitia kerja atau "taskforce" dengan berbagai tim luar dan independen dan diperlukan waktu kurang lebih lima tahun untuk mengatasi permasalahan penerbangannya. "Referensi utamanya ICAO, harus diingat penerbangan ini kita berhadapan dengan komunitas global. Artinya kita harus mengondisikan posisi kita secara global, ditambah adanya ASEAN Open Sky," katanya.

Chappy merinci, sejumlah permasalahan yang harus dihadapi, di antaranya kekurangan personel baik pilot, ATC dan teknisi pesawat. Dia menyebutkan kebutuhan pilot, yakni 800 pilot per tahun, sementara yang ada saat ini 400-500 pilot per tahun, kebutuhan 200 perseonel ATC per tahun, yang ada saat ini 40-60 perseonel per tahun dan kebutuhan teknisi pesawat lebih dari 4.700 per tahun, yang ada saat ini 300-400 teknisi per tahun.

Jumlah sekolah penerbangan juga dinilai masih kurang, yakni Indonesia dengan penduduk 253 juta jiwa hanya memiliki 13 sekolah penerbangan, sementara Amerika Serikat dengan 318 juta penduduk memiliki 1.076 sekolah penerbangan. Kemudian, rata-rata negara Uni Eropa 495 juta penduduk memiliki 369 sekolah penerbangan, dan rata-rata negara Asia lebih dari empat miliar penduduk memiliki 113 sekolah penerbangan.

Kondisi tersebut dinilai tidak mengimbangi dengan kondisi industri penerbangan Indonesia yang mengalami pertumbuhan sekitar 71 penumpang dengan 22 maskapai dan 950 pesawat pada 2014. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bertekad akan menaikkan standar keselamatan penerbangan sesuai standar FAA dari level 2 menjadi level 1 pada Mei 2015. Ia pun tidak segan untuk mencopot pejabat, baik eselon I maupun eselon II yaang tidak bisa berperan dalam pencapaian target dalam kurun waktu yang kurang dari enam bulan tersebut. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: