Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ISDC: Super Digital, Super Business Ethics

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Prinsip sukses di mana pun sama, yaitu perlu menggunakan etika bisnis. Begitu juga di platform digital, etika bisnis perlu dijunjung tinggi. Platform ini memiliki dinamika dan etiket yang berbeda dari interaksi komunikasi manusia yang tradisional. 

Etika menjual produk dan jasa di jaringan digital pun berbeda. Semakin kita ngotot ingin menjual dan cenderung terlalu bernafsu serta tidak memberikan contoh yang baik maka semakin jauh rezeki dan koneksi bisnis dapat terjadi. Sikap menjunjung tinggi etika digital yang memungkinkan kita menampilkan corporate value dan personal value dalam lanskap digital dapat kita lihat dari beberapa pendekatan di bawah ini.

Terkoneksi dengan Pihak yang Memiliki Kesamaan Minat

Kemarin saya memutuskan untuk mengikuti akun Twitter seseorang karena kami sama-sama menyukai bidang komunikasi, kehumasan, dan advertising. Ketika saya sudah berhasil mem-follow (mengikuti) akun Twitter-nya ia pun mengikuti akun saya (follow back/follback). Kami pun akhirnya mengembangkan pertemanan di plaform digital ini.

Saya kemudian melakukan riset tentang orang ini. Saya teliti apa saja kelebihan dan kelemahannya. Saya lakukan penelitian apa pekerjaannya saat ini dan apa saja kompetensinya. Ia adalah seorang praktisi di bidang kehumasan yang cukup berpengalaman. Sampai akhirnya terjadi kesepakatan untuk bertemu secara offline atau kopi darat.

Beberapa kali saya bertemu dan terlibat pembicaraan yang sangat menarik. Walaupun usianya lebih muda, namun banyak hal yang saya bisa pelajari darinya. Kami ngopi bareng di sebuah mall di Jakarta Selatan. Seperti teman lama saja, seru pembicaraan kami tentang bagaimana perusahaan di Indonesia menjalankan strategi komunikasi dan kehumasan. Kami juga membahas beberapa strategi public relations dan kehumasan di beberapa perusahaan Indonesia yang tidak berhasil. Chemistry terjalin, kami memiliki minat dan ketertarikan yang sama.

Beberapa hari yang lalu sebelum tulisan ini saya buat, ia mengirimkan pesan langsung ke akun Twitter saya dan merekomendasikan jasa pelatihan yang saya kelola untuk departemen HRD sebuah bank swasta yang ingin mengadakan pelatihan selama satu tahun untuk 5.000 (lima ribu) orang. Jumlah yang tidak sedikit sehingga 10 kali penyelenggaraan pun belum tentu habis. Senang sekali rasanya direkomendasikan oleh orang yang memiliki passion yang sama dengan saya. Malam hari saya text melalui Twitter-nya dan saya apresiasi serta mengucapkan terima kasih atas rekomendasinya.

Membangun Kontak Pribadi

Berapakah jumlah rekan bisnis Anda dalam jaringan digital? 100? 500? 1.000? atau 5.000? Mungkin lebih banyak dari yang saya tulis? Banyak itu menunjukkan jaringan kita luas, tetapi yang jadi masalah adalah apakah semuanya pernah kita jalin sebuah kontak? Nah, yang menjadi masalah lain adalah frekuensi kontak di platform digital belum tentu mampu mengalahkan jumlah database yang kita miliki. Punya banyak teman, tapi jarang membangun kontak.

Serorang teman di jaringan digital LinkedIn saya kemarin mengirimkan pesan yang menyatakan ia sedang membutuhkan graphic designer dan website developer. Ia meminta rekomendasi saya karena saya sering melakukan back up database. Saya langsung cari yang sesuai permintaannya dan temukan lima orang. Saya kirim semuanya ke yang bersangkutan agar ia sendiri yang memilih. Seminggu kemudian ia mengirimkan email ke saya bahwa kelima orang yang saya rekomendasikan dijadwalkan akan menghadiri job interview dari perusahaannya.

Memperindah Kemasan

Artikel digital saya yang lalu di media ini menyebutkan macam-macam karakter dari pengguna lanskap digital, mulai dari the networker, opinion leader, the discoverer, the sharer, hingga the user Baca juga ISDC: Super Digital, Super Influencer. Termasuk karakter seperti apakah Anda? Jaringan Anda? Teman-teman bisnis Anda? Apakah Anda sudah mengenali karakter Anda dan mereka?

Saya pernah bertanya ke seorang direktur perusahaan BUMN, "Apa dasar dan latar belakang perusahaannya mempercayakan pelatihan sumber daya manusianya kepada perusahaan kami, CBS School of Communications?"

Ia menjawab sederhana, "Kami bersama tim di kantor memonitor penginian berupa artikel komunikasi digital di majalah ini dan di LinkedIn saya. Menurutnya, melalui tulisan-tulisan yang sering saya posting ia dapat mengetahui apa yang saya pikirkan dan apa gagasan saya. Ia menginginkan saya dapat membagikan hal itu kepada anggota perusahaannya yang lain.

Membantu Orang Lain Mencitakan Penjualan

Terjun ke dalam lanskap digital mau tidak mau suka atau tidak suka Anda telah memberi tanda kepada publik bahwa publik dapat berkomunikasi dengan Anda, termasuk dapat meminta tolong. Etika bisnis yang sederhana jika Anda ingin tetap dianggap oleh jaringan Anda di media sosial maka jika ada permintaan tolong berupa saran dan advis maka Anda tidak boleh menolaknya.

Saya kebetulan senang mem-posting artikel public speaking di LinkedIn setiap saya membuka media sosial tersebut. Jika ada pertanyaan atau comment dari teman-teman di sana saya usahakan bisa jawab segera. Saya tidak pernah berharap dari interaksi itu saya dapat menciptakan lebih banyak penjualan jasa pelatihan, tapi kenyataannya 9 dari 10 klien saya mendapatkan rekomendasi dari orang-orang yang pernah saya jawab pertanyaannya di sosial media.

Sudahkah perusahaan, brand, organisasi kita menjaga etika dalam berkomunikasi dengan siapa saja di media sosial?

Penulis: Charles Bonar Sirait, pengamat komunikasi publik, konseptor  Indonesia Super Digital Communications, penulis buku best seller The Power of Public Speaking. Colek saya di Twitter  ,  www.charlesbonarsirait.com

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: