Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPD Siapkan Rumusan Politik Kebencanaan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dibutuhkan rumusan kebijakan nasional dalam mengantisipasi bencana alam yang komprehensif dan integratif serta berkelanjutan melalui politik kebencanaan (alam) yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia melalui pembangunan negara yang tangguh bencana. Apalagi, negara bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan atas bencana alam.

"Judul besarnya: politik kebencanaan. Politik kebencanaan kita adalah menyelamatkan kehidupan manusia melalui pembangunan negara yang tangguh bencana, yang komprehensif dan integratif serta berkelanjutan, yang lintas sektor dan ilmu serta berbagai aspek kehidupan," Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Prof Dr Farouk Muhammad Syechbubakar menegaskannya sebelum menutup rapat pemetaan daerah rawan bencana alam di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1/2015).

Pada tataran nasional, perhatian ditujukan kepada political will Pemerintah dalam alokasi anggaran pusat yang masih rendah, dan program/kegiatan kementerian/lembaga yang kurang terpadu. Pada tataran lokal, perhatian ditujukan kepada political will pemerintah daerah dalam alokasi anggaran daerah yang masih rendah, dan program/kegiatan dinas/kantor/badan yang kurang terpadu. "Di tingkat pusat, masih belum satu bahasa dalam membangun negara yang tangguh bencana. Kita tidak bicara hari ini tapi 5-10 tahun nanti. Di tingkat daerah pun begitu," dia menyambung.

Demikian kesimpulan rapat Wakil Ketua DPD RI Prof Dr Farouk Muhammad Syechbubakar bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif , Sekretaris Utama Badan Search and Rescue (SAR) Nasional (Basarnas) Max Ruland Baseke, serta pelaksana tugas Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Widada Sulistya.

DPD RI bersama BNPB, Basarnas, dan BMKG menyadari wilayah negara Republik Indonesia yang situasi dan kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografisnya memungkinkan terjadinya bencana alam, utamanya karena faktor alam, yang menyebabkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan berdampak psikologis sehingga untuk keadaannya tertentu justru menghambat pembangunan nasional.

"Kami ingin negara bisa mencegah bencana. Kalau tidak bisa, meminimalisir vatalitasnya. Oleh karena itu, kami ingin memperoleh masukan, output-nya adalah pokok-pokok pikiran. Kami akan mengangkat pokok-pokok pikiran itu ke level kenegaraan, antara DPD serta DPR dan Pemerintah. Bisa saja pokok-pokok pikiran itu menyinggung undang-undang," senator asal Nusa Tenggara Barat ini menyambung.  

Dalam paparannya, Farouk menyadari posisi Indonesia yang tergolong ‘rawan bencana’ karena letaknya pada pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia. Dampak positifnya, iklim yang subur, alam yang indah, dan tanah yang kaya. Tapi dampak negatifnya, rawan bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami, letusan gunung api, longsor, dan banjir. "Di tanah air kita, hampir semua bencana alam terjadi," Paparnya.

Jika longsor dan banjir beserta dampak negatifnya bisa terantisipasi, tapi gempa bumi dan tsunami susah terantisipasi. Hasil reflektif penanganan bencana alam di Indonesia, di antaranya 10 tahun tsunami Aceh dan longsor di Banjarnegara, ternyata masih banyak catatannya. "Pasti ada politik kebencanaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, cuma harus di-review. Inilah follow up kunjungan kerja ke Banjarnegara," tambag Farouk.

Oleh karenanya, rapat bertujuan untuk mengembangkan konsep kebijakan strategis dan taktis yang aplikatif dalam penanganan bencana alam, meminimalisir jumlah korban, termasuk kerugian materi dan immaterial, serta memberikan solusi kepada pemangku kepentingan, termasuk pemegang kebijakan.

Langkah strategisnya ialah menginisiasi rumusan politik kebencanaan nasional, yaitu konsep umum penanggulangan bencana yang komprehensif dan integratif, serta berkelanjutan seperti pencegahan bencana, mendidik dan memberdayakan masyarakat, early warning system (EWS); tanggap darurat, hingga rehabilitasi pascabencana. Sedangkah langkah taktisnya ialah menginventarisasi mitigasi daerah rawan bencana berdasarkan dampak dan potensinya. "Kami menginventarisasi mitigasi daerah rawan bencana bersama pemerintah daerah sebagai pertangungjawab politik dan moral," tambah Farouk lagi.

Tahapan berikutnya, DPD bersama BNPB, Basarnas, dan BMKG merumuskan analisis SWOT, yaitu mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) bencana nasional, menyusun konsep dan melakukan kajian bersama pemangku kepentingan, serta mendorong politik kebencanaan. "Pada akhirnya, usulan kebijakan kami tujukan kepada Pemerintah,” kata Farouk

Dalam kesempatan tersebut, BNPB, Basarnas, dan BMKG memberikan paparannya. Tugas dan fungsi ketiga lembaga pemerintah non–kementerian dipengaruhi konteks situasi dan kondisi, cakupan, dan paradigma penanggulangan bencana. Sejumlah instansi pemerintah, baik sipil maupun militer, mempunyai unsur yang membantu kegiatan SAR. Tantangan penyelenggaraan meteorologi, klimatologi, dan geoifisika atau kecuacaan, keikliman, dan kegempaan makin kompleks berbareng dengan tuntutan masyarakat.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: