Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Realokasi Subsidi BBM Beri Sinyal Positif Pembangunan Infrastruktur

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Analis dari DBS Group Research Gundy Cahyadi menilai realokasi 50 persen dana subsidi BBM ke belanja modal menunjukkan sinyal positif terhadap komitmen pemerintah untuk fokus pada pembangunan infrastruktur. "Untuk pertama kalinya dalam 10 tahun, rancangan anggaran belanja modal pemerintah melebihi dana subsidi energi," ujar Gundy di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Gundy menuturkan, optimisme terhadap upaya pemerintah dalam merealisasikan misi pembangunan infrastruktur terbilang tinggi. Sektor konstruksi berhasil menjadi sektor dengan performa terbaik di IHSG 2014 (Tercatat terdapat 150 persen kenaikan IHSG untuk sektor konstruksi). "Obligasi pemerintah juga secara berkelanjutan menunjukkan tren positif mengantisipasi kemungkinan peningkatan rating oleh Standard Poor (S&P)," kata Gundy.

Menurut Gundy, terdapat tiga faktor paling memberatkan kondisi ekonomi makro di Indonesia saat ini yakni subsidi BBM yang terlampu banyak, hambatan di bidang infrastruktur, dan kondisi likuiditas eksternal yang sedang rentan. Untuk menanggapi kondisi likuiditas eksternal itu, lanjut Gundy, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan baru yang melindungi mata uang asing di antara perusahaan lokal. "Hal ini akan membantu mengurangi risiko ketidakseimbangan antara nilai aset dan liabilitas dalam setiap jenis mata uang (currency mismatch risk)," ujarnya.

Ia juga mengatakan, pasar berpotensi merespon negatif apabila pemerintah gagal dalam pencapaian misinya untuk memajukan sektor infrastruktur. Setelah mengurangi subsidi BBM, tantangan pemerintah selanjutnya adalah menunjukkan kemajuan pesat untuk pembangunan infrastruktur. "Pembiayaan dari pemerintah akan dapat dialokasikan untuk 40 persen dari total proyek infrastruktur hingga 2019 yang bernilai 450 miliar dolar AS," katanya.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal di Indonesia sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan infrastruktur dalam konteks pembiayaan. Optimalisasi pendapatan pajak merupakan faktor yang penting, terlebih Indonesia merupakan negara dengan rasio penerimaan pajak terhadap PDB paling rendah di ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand).

Rasio rata-rata penerimaan pajak terhadap PDB di negara-negara ASEAN-5 pada 2009-2014 adalah 15 persen, sementara di Indonesia adalah 11,7 persen. Dalam hal ini, pemerintah telah menargetkan untuk meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB dari 12 persen di 2014 menjadi 16 persen di 2018.

Selain dari pendanaan pemerintah, diperlukan pula pembiayaan dari sektor swasta sekitar 150 miliar dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus membuka pintu bagi investasi asing. Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan sistem pengurusan izin usaha satu pintu yang baru saja diperkenalkan dalam minggu ini. Selain itu, dengan memberikan otoritas penuh kepada BKPM untuk mengatur segala urusan terkait investor asing.

Namun, keberhasilan dari proyek infrastruktur pemerintah masih tergantung pada finalisasi APBN 2015, yang saat ini rancangannya (RAPBN) masih mungkin direvisi oleh DPR. Revisi yang paling dikhawatirkan adalah pengurangan anggaran di bidang infrastruktur.

"Bila RAPBN ini disetujui sesuai dengan rancangan awal, tantangan pemerintah selanjutnya adalah tahap implementasi yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu pengawasan atas proses tender proyek pemerintah di kuartal kedua 2015 menjadi sangat penting," ujar Gundy. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: